Episode (6/10)
Sejarah kabupaten Rembang dan Demak
Untuk awal cerita silahkan KLIK DISINI
Perjalanan yang kami lalui sudah semakin jauh, sudah berminggu-minggu lamanya kami menyusuri jalan menuju ke arah dimana matahari tenggelam.
Berbagai halangan dan rintangan yang menghalang telah kami lewati, mulai dari jalan yang terjal, perompak yang mencoba menjegal kami, bahkan penguasa setempat yang arogan dan mencoba menghalangi perjalanan ini, tapi itu semua telah kami lewati dengan gagah berani.
Hutan, sungai, sawah, ladang dan pemukiman penduduk selalu mewarnai perjalanan ini.
Hingga disini di tanah yang jauh dari pusat kota Majapahit, tempat yang teramat asing bagi kami karena kondisi disini tidak seperti pada daerah-daerah sebelumnya.
"Daerah apa ini, kenapa disini banyak ladang tanaman tebu...???" ucap Wingsang dengan nada heran.
"Yaa ini ladang tebu, mungkin ini yang orang sering bilang pohon gula, sepertinya ini daerah penghasil gula yang sering diceritakan kakek Mpu sasora, dimana di daerah barat nan jauh, ada daearah penghasil gula yang akan memasok untuk keperluan masyarakat Majapahit..." jawabku mencoba menjelaskan.
"Yaa, sepertinya benar, karena sepanjang perjalanan tadi aku sering melihat pedati yang mengangkut tebu hasil panenan..." Wingsang mengiyakan.
Saat kami menyusuri jalan di tengah-tengah ladang tebu, aku melihat ada bapak-bapak yang sedang kesulitan memperbaiki gerobak pedatinya yang rusak sendirian.
"Maaf pak, apa ada yang bisa saya bantu...???" tanya Wingsang menawarkan bantuan.
"Roda gerobakku rusak nak, mungkin sudah terlalu tua umur gerobak ini..." jawabnya singkat.
"Baik pak, coba aku perbaiki..." jawab Wingsang sembari turun dari kudanya dan langsung mencoba melihat keadaan roda gerobak itu.
Aku pun dengan sigap juga membantunya.
Dan setelah itu aku dan wingsang mencoba memperbaiki, setelah berapa lama akhirnya roda itu selesai diperbaiki.
"Sepertinya sudah normal kembali ini pak, walaupun sudah tua, tapi aku yakin gerobak ini masih layak pakai hingga beberapa tahun kedepan, hanya sedikit butuh perawatan ekstra..." ucap Wingsang setelah selesai memperbaiki roda gerobak itu.
"Terimakasih nak, atas bantuannya..." jawab bapak tua itu dengan wajah yang kembali bersinar.
"Oiya pak, kalau boleh tau ini daerah apa yaa...???" tanyaku pada bapak pemilik gerobak itu.
"Oohh ini wilayah Rembang nak, daerah penghasil gula terbesar di bumi Jawa..." jawab bapak itu mencoba menjelaskan.
"Benar kata kakek Sasora...." ucap hatiku sambil mengangguk-anggukan kepala.
"Namanya sangat unik, kalo boleh tau bagaimana asal-usul kenapa daerah ini diberi nama Rembang...???" tanya Wingsang penasaran.
"Begini ceritanya nak:
Kira-kira sekitar tahun 1336 Saka, ada orang-orang Campa Banjarmlati yang berjumlah delapan keluarga yang pandai membuat gula tebu ketika di negaranya sana…
Orang-orang tadi pindah untuk membuat gula merah yang tidak dapat dipatahkan itu. Berangkatnya melalui lautan menuju arah barat hingga mendarat di sekitar sungai yang pinggir kiri dan kanannya tumbuh tak teratur pohon bakau. Kepindahannya itu di pimpin oleh kakek Pow Le Din, mereka mengadakan do’a dan semedi, kemudian dimulai menebang pohon bakau tadi yang kemudian di teruskan oleh orang-orang lainnya.
Tanah lapang itu kemudian di buat tegalan dan pekarangan serta perumahan yang selanjutnya menjadi perkampungan, dan kampung itu kemudian dinamakan kampung : Kabongan; mengambil kata dari sebutan pohon bakau, menjadi Ka-bonga-an (Kabongan)
Pada suatu hari saat fajar menyingsing di bulan Waisaka; orang-orang akan mulai ngrembang (mbabat/memangkas) tebu. Sebelum dimulai mbabat diadakanlah upacara suci Sembayang dan semedi di tempat tebu serumpun (dua tebu yang tumbuh bersama) yang akan dipangkas untuk tebu “Penganten”.
Upacara pemangkasan itu dinamakan “ngRembang”, sehingga kota ini diberi nama Rembang hingga saat ini.”
Menurut para sesepuh, upacara ngRembang sakawit ini dilaksanakan pada hari Rabu Legi, saat di nyanyikan Kidung, Minggu Kasadha. Bulan Waisaka, Tahun Saka 1337 dengan Candra Sengkala : Sabda Tiga Wedha Isyara.
Dan upacara itu tetap dilakukan hingga kini..." bapak pemilik gerobak itu menjelaskan sejarah kotanya panjang lebar.
"Baik pak, terimakasih banyak atas informasinya..." ucap Wingsang sambil menundukan kepalanya lalu kembali menaiki kudanya.
"Sama-sama nak, aku juga berterimakasih banyak atas bantuan memperbaiki gerobakku ini..." ucap bapak itu sambil melebarkan senyumnya yang menandakan ucapan banyak terimakasih.
Lalu aku dan Wingsanggeni kembali meneruskan perjalanan menyusuri perkampungan kota Rembang yang dikelilingi ladang tebu yang sangat luas.
****
Perjalanan terus berlanjut melewati banyak wilayah yang beraneka ragam budaya dan sejarahnya. Setelah melewati Rembang kami juga melewati Pati, Kudus dan wilayah rawa-rawa.
"Wilayah apa ini...???
Kenapa jarang ada perkampungan disini" Wingsang kembali penasaran dengan apa yang dilewatinya, karena sepanjang perjalanan dipenuhi rawa-rawa.
"Entahlah aku juga kurang tau... yang terlihat disini hanya rawa-rawa tanpa berpenghuni..." aku pun hanya bisa menggerutu sambil tetap menunggang kuda dengan jalan pelan karena jalan banyak lumpur yang membelah rawa.
Hingga akhirnya kami menemukan beberapa rumah yang membentuk perkampungan kecil di tengah hutan.
"Maaf kek kalau boleh tau ini kampung apa kek...???" tanyaku pada seorang kakek yang sedang menanam sayuran di pekarangan rumahnya.
"Ini kampung Galah Wangi nak, tapi kami menyebutnya kampung kecil yang damai..." jawab kakek itu sembari mendekat kearah kami.
"Ayoo lah nak, mampir ke rumah kami, istirahatlah sebentar di kampung kami ini..." kakek itu menawarkan kami untuk singgah.
"Ooohh terimakasih kek, aku sangat senang sekali..." jawabku dengan wajah nyengir, sambil melompat turun dari pelana kuda lalu berjalan memasuki halaman rumah kakek itu.
"Silahkan duduk nak..." ucap kakek itu mempersilahkan kami untuk duduk dibangku bambu di depan rumahnya.
Tak lama kemudian kakek itu meminta istrinya untuk membuatkan kami segelas air wedang hangat rebusan rempah-rempah.
"Silahkan diminum nak..." ucap istri kakek dengan senyumnya yang khas dengan gigi yang mulai menghilang dari baris gusinya.
"Terimakasih banyak nek, maaf sudah merepotkan..." jawabku sembari nyengir.
"Oiyaa kek, kalo boleh tau ini wilayah apa kek...???" tanya Wingsang sambil menyeruput wedang hangatnya.
"Ini masih kekuasaan Majapahit nak, tapi daerah ini jarang dijangkau oleh pemerintah, karena memang disini jauh dari pusat kota Trowulan..." jawab kakek itu tenang dengan wajah yang sudah keriput karena faktor usia.
"Ooo, pantas jalan disini sangat rusak dan jarang dilewati orang..." jawab Wingsnag sembari manggut-manggut.
"Yaa, karena daerah ini dikelilingi rawa-rawa dan kadang banjir dimana-mana...
Tapi menurut terawangan kakek, kelak disini akan menjadi pusat keramaian yang akan menyinari seluruh pelosok tanah Jawa..." jawab kakek itu dengan wajah yang menerawang jauh keatas.
"Maksud kakek...???" tanyaku makin penasaran.
"Yaa, disini kelak akan menjadi pusat pemerintahan kerajaan Islam pertama di Tanah Jawa... yaitu kerajaan Demak Bintoro. Setelah Majapahit nanti mengalami kemunduran lalu hancur, kerajaan Demak ini yang akan menggantikan kejayaannya,
Nama Demak itu berasal dari kata bahasa Arab yaitu Dhima' yang berarti rawa, karena disini memang daerah rawa-rawa...
Dan raja pertama Demak adalah Raden Patah yang masih keturunan raden Brawijaya, raja terakhir Majapahit...
Jadi bisa dikatakan, daerah ini kelak akan menjadi daerah yang akan menggantikan kejayaan kerajaan Majapahit nak..." jelas kakek itu dengan ramalannya yang sangat akurat.
"Terimakasih atas penjelasannya kek, aku yakin apapun yang akan terjadi nanti itu pasti yang terbaik buat kita semua, khususnya masyarakat Jawa..." jawabku mengiyakan ramalan kakek.
"Baik, kalo begitu kami pamit dulu kek, sudah cukup lama kami disini untuk menumpang istirahat... terimakasih banyak atas semuanya kek..." Winggsang pamit lalu kami kembali meneruskan perjalanan kami.
Dan tentunya setiap langkah dalam perjalanan ini akan berisi pembelajaran baru tentang sejarah dan kehidupan di tanah Jawa.
Perjalanan ini akan terus berjalan.
============ BERSAMBUNG ============
Untuk kisah selanjutnya KLIK DISINI
Sejarah kabupaten Rembang dan Demak
Untuk awal cerita silahkan KLIK DISINI
Perjalanan yang kami lalui sudah semakin jauh, sudah berminggu-minggu lamanya kami menyusuri jalan menuju ke arah dimana matahari tenggelam.
Berbagai halangan dan rintangan yang menghalang telah kami lewati, mulai dari jalan yang terjal, perompak yang mencoba menjegal kami, bahkan penguasa setempat yang arogan dan mencoba menghalangi perjalanan ini, tapi itu semua telah kami lewati dengan gagah berani.
Hutan, sungai, sawah, ladang dan pemukiman penduduk selalu mewarnai perjalanan ini.
Hingga disini di tanah yang jauh dari pusat kota Majapahit, tempat yang teramat asing bagi kami karena kondisi disini tidak seperti pada daerah-daerah sebelumnya.
"Daerah apa ini, kenapa disini banyak ladang tanaman tebu...???" ucap Wingsang dengan nada heran.
"Yaa ini ladang tebu, mungkin ini yang orang sering bilang pohon gula, sepertinya ini daerah penghasil gula yang sering diceritakan kakek Mpu sasora, dimana di daerah barat nan jauh, ada daearah penghasil gula yang akan memasok untuk keperluan masyarakat Majapahit..." jawabku mencoba menjelaskan.
"Yaa, sepertinya benar, karena sepanjang perjalanan tadi aku sering melihat pedati yang mengangkut tebu hasil panenan..." Wingsang mengiyakan.
Saat kami menyusuri jalan di tengah-tengah ladang tebu, aku melihat ada bapak-bapak yang sedang kesulitan memperbaiki gerobak pedatinya yang rusak sendirian.
"Maaf pak, apa ada yang bisa saya bantu...???" tanya Wingsang menawarkan bantuan.
"Roda gerobakku rusak nak, mungkin sudah terlalu tua umur gerobak ini..." jawabnya singkat.
"Baik pak, coba aku perbaiki..." jawab Wingsang sembari turun dari kudanya dan langsung mencoba melihat keadaan roda gerobak itu.
Aku pun dengan sigap juga membantunya.
Dan setelah itu aku dan wingsang mencoba memperbaiki, setelah berapa lama akhirnya roda itu selesai diperbaiki.
"Sepertinya sudah normal kembali ini pak, walaupun sudah tua, tapi aku yakin gerobak ini masih layak pakai hingga beberapa tahun kedepan, hanya sedikit butuh perawatan ekstra..." ucap Wingsang setelah selesai memperbaiki roda gerobak itu.
"Terimakasih nak, atas bantuannya..." jawab bapak tua itu dengan wajah yang kembali bersinar.
"Oiya pak, kalau boleh tau ini daerah apa yaa...???" tanyaku pada bapak pemilik gerobak itu.
"Oohh ini wilayah Rembang nak, daerah penghasil gula terbesar di bumi Jawa..." jawab bapak itu mencoba menjelaskan.
"Benar kata kakek Sasora...." ucap hatiku sambil mengangguk-anggukan kepala.
"Namanya sangat unik, kalo boleh tau bagaimana asal-usul kenapa daerah ini diberi nama Rembang...???" tanya Wingsang penasaran.
"Begini ceritanya nak:
Kira-kira sekitar tahun 1336 Saka, ada orang-orang Campa Banjarmlati yang berjumlah delapan keluarga yang pandai membuat gula tebu ketika di negaranya sana…
Orang-orang tadi pindah untuk membuat gula merah yang tidak dapat dipatahkan itu. Berangkatnya melalui lautan menuju arah barat hingga mendarat di sekitar sungai yang pinggir kiri dan kanannya tumbuh tak teratur pohon bakau. Kepindahannya itu di pimpin oleh kakek Pow Le Din, mereka mengadakan do’a dan semedi, kemudian dimulai menebang pohon bakau tadi yang kemudian di teruskan oleh orang-orang lainnya.
Tanah lapang itu kemudian di buat tegalan dan pekarangan serta perumahan yang selanjutnya menjadi perkampungan, dan kampung itu kemudian dinamakan kampung : Kabongan; mengambil kata dari sebutan pohon bakau, menjadi Ka-bonga-an (Kabongan)
Pada suatu hari saat fajar menyingsing di bulan Waisaka; orang-orang akan mulai ngrembang (mbabat/memangkas) tebu. Sebelum dimulai mbabat diadakanlah upacara suci Sembayang dan semedi di tempat tebu serumpun (dua tebu yang tumbuh bersama) yang akan dipangkas untuk tebu “Penganten”.
Upacara pemangkasan itu dinamakan “ngRembang”, sehingga kota ini diberi nama Rembang hingga saat ini.”
Menurut para sesepuh, upacara ngRembang sakawit ini dilaksanakan pada hari Rabu Legi, saat di nyanyikan Kidung, Minggu Kasadha. Bulan Waisaka, Tahun Saka 1337 dengan Candra Sengkala : Sabda Tiga Wedha Isyara.
Dan upacara itu tetap dilakukan hingga kini..." bapak pemilik gerobak itu menjelaskan sejarah kotanya panjang lebar.
"Baik pak, terimakasih banyak atas informasinya..." ucap Wingsang sambil menundukan kepalanya lalu kembali menaiki kudanya.
"Sama-sama nak, aku juga berterimakasih banyak atas bantuan memperbaiki gerobakku ini..." ucap bapak itu sambil melebarkan senyumnya yang menandakan ucapan banyak terimakasih.
Lalu aku dan Wingsanggeni kembali meneruskan perjalanan menyusuri perkampungan kota Rembang yang dikelilingi ladang tebu yang sangat luas.
****
Perjalanan terus berlanjut melewati banyak wilayah yang beraneka ragam budaya dan sejarahnya. Setelah melewati Rembang kami juga melewati Pati, Kudus dan wilayah rawa-rawa.
"Wilayah apa ini...???
Kenapa jarang ada perkampungan disini" Wingsang kembali penasaran dengan apa yang dilewatinya, karena sepanjang perjalanan dipenuhi rawa-rawa.
"Entahlah aku juga kurang tau... yang terlihat disini hanya rawa-rawa tanpa berpenghuni..." aku pun hanya bisa menggerutu sambil tetap menunggang kuda dengan jalan pelan karena jalan banyak lumpur yang membelah rawa.
Hingga akhirnya kami menemukan beberapa rumah yang membentuk perkampungan kecil di tengah hutan.
"Maaf kek kalau boleh tau ini kampung apa kek...???" tanyaku pada seorang kakek yang sedang menanam sayuran di pekarangan rumahnya.
"Ini kampung Galah Wangi nak, tapi kami menyebutnya kampung kecil yang damai..." jawab kakek itu sembari mendekat kearah kami.
"Ayoo lah nak, mampir ke rumah kami, istirahatlah sebentar di kampung kami ini..." kakek itu menawarkan kami untuk singgah.
"Ooohh terimakasih kek, aku sangat senang sekali..." jawabku dengan wajah nyengir, sambil melompat turun dari pelana kuda lalu berjalan memasuki halaman rumah kakek itu.
"Silahkan duduk nak..." ucap kakek itu mempersilahkan kami untuk duduk dibangku bambu di depan rumahnya.
Tak lama kemudian kakek itu meminta istrinya untuk membuatkan kami segelas air wedang hangat rebusan rempah-rempah.
"Silahkan diminum nak..." ucap istri kakek dengan senyumnya yang khas dengan gigi yang mulai menghilang dari baris gusinya.
"Terimakasih banyak nek, maaf sudah merepotkan..." jawabku sembari nyengir.
"Oiyaa kek, kalo boleh tau ini wilayah apa kek...???" tanya Wingsang sambil menyeruput wedang hangatnya.
"Ini masih kekuasaan Majapahit nak, tapi daerah ini jarang dijangkau oleh pemerintah, karena memang disini jauh dari pusat kota Trowulan..." jawab kakek itu tenang dengan wajah yang sudah keriput karena faktor usia.
"Ooo, pantas jalan disini sangat rusak dan jarang dilewati orang..." jawab Wingsnag sembari manggut-manggut.
"Yaa, karena daerah ini dikelilingi rawa-rawa dan kadang banjir dimana-mana...
Tapi menurut terawangan kakek, kelak disini akan menjadi pusat keramaian yang akan menyinari seluruh pelosok tanah Jawa..." jawab kakek itu dengan wajah yang menerawang jauh keatas.
"Maksud kakek...???" tanyaku makin penasaran.
"Yaa, disini kelak akan menjadi pusat pemerintahan kerajaan Islam pertama di Tanah Jawa... yaitu kerajaan Demak Bintoro. Setelah Majapahit nanti mengalami kemunduran lalu hancur, kerajaan Demak ini yang akan menggantikan kejayaannya,
Nama Demak itu berasal dari kata bahasa Arab yaitu Dhima' yang berarti rawa, karena disini memang daerah rawa-rawa...
Dan raja pertama Demak adalah Raden Patah yang masih keturunan raden Brawijaya, raja terakhir Majapahit...
Jadi bisa dikatakan, daerah ini kelak akan menjadi daerah yang akan menggantikan kejayaan kerajaan Majapahit nak..." jelas kakek itu dengan ramalannya yang sangat akurat.
"Terimakasih atas penjelasannya kek, aku yakin apapun yang akan terjadi nanti itu pasti yang terbaik buat kita semua, khususnya masyarakat Jawa..." jawabku mengiyakan ramalan kakek.
"Baik, kalo begitu kami pamit dulu kek, sudah cukup lama kami disini untuk menumpang istirahat... terimakasih banyak atas semuanya kek..." Winggsang pamit lalu kami kembali meneruskan perjalanan kami.
Dan tentunya setiap langkah dalam perjalanan ini akan berisi pembelajaran baru tentang sejarah dan kehidupan di tanah Jawa.
Perjalanan ini akan terus berjalan.
============ BERSAMBUNG ============
Untuk kisah selanjutnya KLIK DISINI
Thanks for reading & sharing Ahmad Pajali Binzah
Wait wait wait… sapa tu kakek, udah tau Demak bakal gantiin Majapahit, masih jaman Prabu Rajasanagara - Mahapatih Gajah Mada loh ini… masih ada lebih dari 100 tahun sblm Demak Bintara muncul
ReplyDeleteYups karena cerita ini hanya imajinasi saya saja...
DeleteMasalah orang2 yg tau masa depan, itu karena saya ingin menjelaskan pada pembaca tentang sejarah masing2 kota di jawa, tetapi saat cerita ini terjadi banyak kota yg belum terbentuk, contohnya Demak. Jadi agar pembaca tau sejarah Demak maka saya hadirkan seorang tokoh yg seakan bisa meramal masa depan.
Toohh masalah ramal meramal orang2 jaman dulu memang terbiasa meramal, contohnya ramalan Joyoboyo yg hampir semuanya menjadi kenyataan.