[Cerpen] Pendakian Terindah Gunung Ciremai #2

Untuk awal cerita KLIK DISINI


"Ayoo kita angkat bareng, disana ada shelter yang aman buat berteduh..." perintah Sapot yang kemudian temen-temen yang lain dengan sigap mengangkat tubuh Tiar.

Setelah sampai di bangunan shelter yang agak luas, tubuh Tiar dibaringkan dengan beralaskan matras.

"Yang sakit yang mana Tiar...???" tanya gue.

"Pergelangan kaki sini Bonk..." jawab Tiar sambil menunjuk ke arah kaki kirinya.

"Ooohh jangan kuatir, kalo sakitnya di pergelangan biasanya hanya terkilir biasa, tapi kalo di ruas tulang, bisa jadi itu patah tulang, sangat berbahaya dan harus segera dievakuasi turun...." jawab gue santai karena kebetulan nenek gue emang tukang pijit keseleo yang sudah terkenal dikampung.

"Jadi gimana nih Bonk... apa perlu kita tandu turun ke basecamp atau kita minta pertolongan ranger di basecamp...???" tanya Vitha yang juga ikut panik.

"Dalam kondisi seperti ini, biasanya ranger enggan melakukan evakuasi, mereka akan berangkat jika kondisinya darurat, jika hanya keseleo atau hal-hal yang belum dianggap darurat mereka bisaanya gak merespon laporan tersebut..." jawab Adrian yang sudah hafal betul karakteristik ranger di gunung Ciremai ini.

"Lantas gimana nih kalo begitu.." tanya Gendut yang juga ikut-ikutan panik.

"Jangan kuatir, untuk keseleo seperti ini, gue masih bisa nanganin..." jawab gue sok ahli pijit.

"Oke, kita langsung aja praktekin yang diajarkan nenek gue dan sekaligus gue juga pernah liat di acara dr. Oz di tivi. Begini caranya:
Luruskan kaki, rileks dan buka sepatu Anda kemudian tarik ujung kaki dengan cara melakukan penekanan ujung ujung jari ke arah atas.
Lalu suruh si penderita jongkok, Namun tumit pada bagian belakang diangkat.
Jangan lupa kompres pada bagian yang terkiliir atau cedera dengan air dingin menggunakan handuk basah.
Setelah itu kita ikat kaki yang keseleo dengan perban atau kain agar persendiannya tidak bergeser lagi...
Dan usahakan dia istirahat jangan banyak bergerak selama 15 jam..." gue memberi penjelasan sekaligus mempraktekkan ilmu pemijatan yang gue dapet dari nenek.



Dan gak lama kemudian semua tindakan medis ala dr. Oz dan perpaduan ala nenek gue kelar juga.

***

"Oke, lebih baik kita segera mendirikan tenda, sebagian membangun tenda sebagian lagi memasak...
Untuk rencana selanjutnya kita breafing nanti setelah tenda dan masakan selesai..." perintah Sapot selaku ketua team.

Sembari membangun tenda gue terus memperhatiin Vitha yang dari tadi terus menemani Tiar yang terbaring sakit, gue merasa Vitha memang orangnya perhatian ke semua orang bukan cuma gue aja, dan benar ternyata gue selama ini cuma kege'eran... nyatanya Vitha lebih perhatian sama Tiar...

Setelah 30 menit kemudian tenda sudah berdiri dan semua makanan telah tersaji, setelah acara makan selesai, kami pun melanjutkan dengan obrolan yang membahas masalaah kami.

"Gimana nih Pot, perjalanan mau dilanjutkan apa besok kita turun aja...???" tanya Gendut membuka obrolan.

"Bagaimana pun juga pendakian ini harus berhasil sampai puncak, apapun yang terjadi..." jawab Sapot.

"Loh,,, Tiar kan sakit, kakinya butuh istirahat minimal 15 jam kedepan, jadi gak mungkin dia melanjutkan pendakian ini..." ucap Vitha khawatir.

Dari ucapan Vitha nampak jelas dia lebih perhatian sama Tiar, hati gue sangat hancur saat ini, gue hanya bisa menunduk saat yang lain berdebat mengatur ulang manajemen perjalanan.

Sementara itu Sapot mencoba menjelaskan dan mencari solusi,

"Yaa, gue tau itu... tapi dalam pendakian itu ada dua sistem, yaitu:

1. HIMALAYAN TACTIC
Adalah teknik atau sistem pendakian yang digunakan untuk perjalanan pendakian panjang. Teknik ini berkembang pada pendakian ke puncak-puncak di pegunungan Himalaya. Kerjasama kelompok dalam teknik ini terbagi dalam beberapa tempat peristirahatan (misalnya : base camp, flying camp, dll). Walaupun hanya satu anggota tim yang berhasil mencapai puncak, sedangkan anggota tim lainnya hanya sebagai team pendukung yang Cuma sampai di tengah perjalanan, maka pendakian ini bisa dikategorikan sukses.

2. ALPINE TACTIC ;
Adalah teknik pendakian yang berkembang di pegunungan Alpen. Tujuannya agar semua pendaki mencapai puncak bersama-sama. Teknik ini lebih cepat, karena pendaki tidak perlu kembali ke base camp, perjalanan dilakukan secara bersama-sama dengan cara terus naik dan membuka flying camp sampai ke puncak.

Walau dalam skala kecil, anggap saja pendakian kita ini menggunakan sistem Himalayan tactic...
Jadi sekarang team kita bagi menjadi dua team, sebagian bertahan menjaga Tiar di tenda ini, dan yang lain melanjutkan pendakian hingga sampai di puncak...
Dan sekarang masalahnya siapa aja yang mau tetap di sini nemenin Tiar dan siapa saja yang ke puncak...???" jelas Sapot memberi pilihan.

Sejenak semua terdiam, memikirkan apa aja yang kudu dipilih, dan memperhitungkan kemampuan masing-masing mengingat sebagian dari kami fisiknya sudah mulai melemah.

Setelah beberapa lama, Sapot menegaskan lagi.
"Jadi siapa yang merasa masih sanggup melanjutkan ke puncak...??? Silahkan angkat tangan..." tanya Sapot tegas.

Semua masih tetap diam, belum berani mengambil keputusan.

Tak berapa lama Sapot berdiri diantara kami, menegaskan kembali pernyataannya dengan nada lebih tinggi.
"Baik sekali lagi, siapa yang masih kuat melanjutkan ke puncak.. ???
Kita gak mungkin hanya sampai disini, bendera merah putih dan bendera team kita harus berkibar di puncak...!!! Ayoo siapa yang rela berjuang demi bendera kebanggaan kita ini..." orasi Sapot sambil menganggkat kedua bendera yang masih terlipat.

Tak berapa lama, Adit angkat tangan, yang menandakan dia siap menjadi team puncak.
Selanjutnya diikuti Gendut, Adrian dan nampak ragu-ragu Ayuni juga ikut mengangkat tangannya. Dan akupun memberanikan diri ikut dalam team puncak.

"Baiklah, berarti sekarang yang akan melanjutkan ke puncak yaitu Adit, Gendut, Ardian, Ayuni dan lu Ambonk...
Sementara yang lain tetap disini menjaga Tiar sampai membaik..." jelas Sapot dengan tegas sambil menunjuk kami yang ikut ke puncak.

Gue ngeliat, Vitha tetap diam tak mengangkat tangannya, yang menandakan dia ingin tetap disini menemani Tiar.
"Yaaa... dugaan gue bener, do'i lebih perhatian sama Tiar... mulai saat ini gue gak boleh berharap lagi sama Vitha... perhatiannya sama gue dianggapnya temen biasa seperti perhatiannya ke yang lain, dan gue ngeliat dia memang lebih perhatian sama Tiar... yaa, gue kudu ikhlas... kudu ikhlas... harus ikhlas..." hati gue ngebatin.

Sementara itu Sapot kembali berorasi dengan nada tegas.
"Baiklah kalau begitu, buat temen-temen yang ikut team ke puncak, berarti nanti jam 2 dini hari harus bangun dan bersiap melanjutkan perjalanan ke puncak, dan untuk team puncak gue tunjuk Ambonk sebagai ketua teamnya..." jelas Sapot sambil menunjuk ke arah gue yang menandakan gue diangkat sebagai ketua team puncak.

"Apa ada yang perlu ditanyakan lagi...???" tanya Sapot sebelum menutup breafing.

Sejenak semua diam, yang menandakan semua paham apa yang dijelaskan Sapot tadi.

"Baiklah breaving kita tutup dan acara dilanjut bincang-bincang santai sambil ngopi.. " Sapot menutup breaving.

Setelah itu kami lanjutkan ngobrol-ngobrol santai, sambil ngopi ketawa-ketiwi sambil mendekat ke api unggun yang kami buat sengaja tak begitu besar, hanya menggunakan ranting-ranting kecil yang kering, walau apinya gak terlalu besar tapi cukup untuk menghangatkan suasana.


Sesekali gue perhatiin Vitha yang setelah breafing langsung masuk ke tenda memilih menemani Tiar yang berbaring di tenda sedari tadi.
Cemburu memang, sakit memang, patah hati memang, inilah keadaan gue saat ini, tapi gue tetep harus nyembunyiin ini semua biar temen-temen gak ada yang tau.

Dan tak berapa lama Ayuni datang dari lokasi dapur yang kami buat di sebelah tenda bagian belakang, do'i datang sambil membawa kopi di teko kecil.

"Yuukk tambah kopinya..." ucap Ayuni sambil menuang kopi ke gelas-gelas yang udah mulai kosong sambil melirik ke arah gue, lirikannya sangat manis, manis sekali... dak dik duk hati gue berdegup...

"Aaahh kenapa perasaan gue jadi seerrr sama Ayuni siih, padahal kan sebelumnya gue lebih seerrr sama Vitha... aaahh kacau nih..." ucap hati gue gak karuan.

Dan setelah menuang kopi, entah disengaja atau tidak, tiba-tiba Ayuni duduk disamping gue.
"Wuiihh... makin gak karuan nih perasaan gue..." hati gue terus bergejolak.

Yang sebelumnya gue nampak santai kini gue jadi salah tingkah, obrolan pun jadi terasa gak konsen.

"Woy Bonk lu kok jadi gugup kaya' gitu... gara-gara Ayu yang nglendot disamping lu itu yaa...???
Lu kan sekarang jadi ketua team, lu kudu gentelmen dunk... hahahaa..." ledek Adit sambil megang secangkir kopi lalu menyeruputnya.

"Hahahaa... segitu aja grogi...
Udah Yu' jangan deket-deket die, Ayu'nya sii maen nglendot aje... ntar lama-lama Ambonk kencing di celana lhoo... hahhaa..." ucap Gendut sambil ngelirik ke Ayu'.

Obrolan malam ini sunggung santai dan berkesan, bahkan secangkir kopi ini terasa lebih nikmat dari kopi mahal di restoran ternama.
Dan hal-hal seperti inilah yang gak mungkin ditemukan dimanapun kecuali disini, di pendakian-pendakian yang penuh kehangatan ini.

***

Dan malam pun makin larut, waktu menunjukan jam 9 malam, sudah saatnya kita tidur, karena nanti jam 2 dini hari kita harus bangun untuk melanjutkan perjalanan.

Lantas semua bergegas memasuki tenda, dan tenda yang sebenarnya berkapasitas 4 orang kini harus diisi 5 orang karena tenda yang gue bawa kini entah dimana.

Dan kami pun bersiap berselancar di mimpi yang indah.

**************************************

Ups,,, untuk para pembaca yang budiman, ceritanya sampai disini dulu yaa, karena gue kudu bobok manis, oke...???
Sementara buat para pembaca silahkan bikin kopi dan sruput-sruput sambil ngabisin sebatang rokok, ceritanya kita lanjut setelah gue kebangun nanti jam 2 dini hari..
Oiya, jangan lupa kalo alarm gak bunyi, tolong bangunin gue yaakk... hehehee.

**************************************

Tepat pukul 2 dini hari, hp gue berbunyi keras karena udah gue stel alarm nya.
Yaa, kini saatnya gue harus bangkit dan bergegas untuk memulai babak baru, pendakian ke puncak tertinggi di Jawa Barat ini.

Setelah packing dan persiapan telah selesai, kami berlima sudah siap melanjutkan perjalanan di kegelapan malam, bahkan Sapot yang tak ikut rombongan pun bangun sekedar melihat persiapan kami dan seremonial pelepasan.

"Bonk gue titip kawan-kawan sama lu, lu sekarang bertanggung jawab atas apapun yang terjadi di team lu, lu kudu bisa memimpin mereka...
Oiya, gue juga titip Ayu, bagaimana pun juga dia masih sepupu gue, kalo ada apa-apa sama die, lu yang kudu tanggung jawab..." Sapot memberi kata-kata pelepasan sekaligus arahan ke gue.

"Siap komandan...!!!" jawab gue sembari becanda dengan tangan diangkat seperti gaya hormat ala militer.

Tepat jam 02.15wib gue beserta rombongan bergegas melangkah di tengah kegelapan, dengan bantuan penerangan headlamp yang terikat di kepala masing-masing, kami melangkah dengan mantapnya.

"Yaa,,, ini perjalanan gue, ini cara gue menikmati kabahagiaan hidup...
Sekali lagi nama gue Ambonk, gue bukan orang hebat yang sok hebat, gue hanya pemuda biasa yang mencoba mencari bahagia, dan inilah perjalanan gue mencari kebahagiaan itu...
Nama gue Ambonk kali ini gue menjadi pemimpin di team gue, team yang membawa bendera merah putih yang akan berkibar dipuncak tertinggi gunung Ciremai ini...

Dan nama gue Ambonk, gue pemimpin yang siap memimpin dengan gagah berani, siap mengambil keputusan demi kebaikan bersama dan kepentingan bersama...
Karena nama gue Ambonk..."
Kata hati gue menggebu-gebu mengiringi perjalanan ditengah kegelapan.

Tapi tiba-tiba....????

"Woy Bonk, kita salah jalan nih...
Gak mungkin jalur pendakian sesempit ini..." teriak Aldi yang mampu menghentikan kata-kata gue yang sedari tadi ncrocos terus dihati.

"Ups... apa iyaakk...???" jawab gue clingak-clinguk.

"Iya Bonk kita salah jalur, ini jalur tisu... liat aja tuh di sekitar lu banyak tisu..." ucap Adrian kalem, yang sudah berpengalaman dengan jalur Ciremai ini.

"Lah lu kan yang sudah hapal jalurnya... kenapa lu gak di depan aja, bukannya lu team leader...???"
Ucap gue ketus.

"Yaelah... gimana Adrian mau didepan, tadi pertama jalan aja lu langsung nyosor jalan duluan sambil ngalamun dan pesam-pesem sendiri..." jawab Gendut dengan gaya Betawi.

"Yaudah yuuk balik ke jalur, lu Adrian gue tunjuk lu sebagai team leader dan lu Gendut sebagai team sapu... sementara yang lain ditengah..." gue memberi perintah.

Tapi baru mau melangkah, tiba-tiba.

"Nyoookk ..!!!!" kaki gue nginjek yang benyek-benyek

"Alamaaakk... haduuuhh... apes bener gue malam ini..." teriak gue dengan nada memelas.

"Hahahaa... " seketika yang lain pun ikut ketawa.

Bahkan Sapot yang masih ditenda ikut ketawa ngeliat gue yang salah jalur masuk jalur tisu.

"Hahaha... makanya kalo jalan konsentrasi... hahahaa..." dari kejauhan Sapot berteriak, lalu masuk tenda untuk melanjutkan tidurnya.

Sementara gue beserta teman-teman team puncak dengan semangatnya melangkah menggapai puncak atap Jawa Barat.
Gue melangkah dengan pasti, sambil sesekali mengosek-osekkan sepatu gue ke tanah dan rerumputan agar sesuatu yang benyek yang nempel di sepatu gue berharap ilang dengan sendirinya.

"Ini nih alasan kenapa kita gak boleh buang aer sembarangan, selain bisa mencemari udara juga sangat menyakitkan kalo sampai keinjek pendaki laen..." mulut gue terus ngomel walaupun sambil ngos-ngosan karena treknya yang makin menanjak.

"Gue mah kalo BAB selalu gali lobang tutup lobang bro.. " jawab Gendut sok bener.

"Bagus lah kalo begitu, pokoknya kalo gue liat orang lagi buang aer gak model gali lobang, gue teriak-teriakin tuh orang biar malu sekalian..." mulut gue terus ngomel gak jelas.

"Laah, kalo yang lagi buang aer cewek gimana Bonk, lu belum teriak dia udah teriakin lu duluan... lu disangkanya mau ngintip... hahahaa..." semua pun ikut ketawa.

Guyonan demi guyonan selama perjalanan membuat lelah pun tak terasa, pos demi pos telah kami lalui. Dengan sesekali istirahat sekedar minum atau ngemil makanan kecil yang kami bawa.
Tepat pukul 5 sebelum fajar kami tiba di pos Pengasinan.

"Lihatlah kawan, ini adalah pos Pengasianan, pos terakhir sebelum sampai puncak...
Dan lihatlah disana... tanjakan itu akan mengantarkan kita sampai ke puncak tertinggi di Jawa Barat ini...
Dan lihatlah diufuk timur... Sang mentari sedang asyik mengintip kita dengan cahaya nya yang keemasan...
Dan inilah Indonesia yang sesungguhnya...
Kecantikan negeri kita yang sebenar-benarnya..." ucap Adrian menjelaskan.

"Wow... beatifull..." bibir Ayuni berucap dengan matanya yang berbinar-binar.

Gue yang sedari tadi bergulat dengan kegelapan, kini kembali dihadirkan dengan keindahan dunia yang sesungguhnya.


Nampak di hadapan gue dengan gagahnya puncak Ciremai yang berdiri tinggi menjulang, sementara di ufuk timur nampak warna keemasan yang mengindahkan pandangan alam, dan di samping gue telah berdiri seorang bidadari yang memancarkan aura ayu nya yang juga mampu mengindahkan hati gue...
Dan awanpun dengan anggunnya berbondong mengitari tanah dimana kami berdiri.
"Yaa... inilah negeri diatas awan..." bisik hati gue dengan mengambil nafas panjang untuk menghirup lebih banyak udara yang segar di pagi ini.

Entah semalem ngimpi apa, tiba-tiba tangan Ayuni dengan pelan memegang tangan gue, seketika hatiku berdegup lebih kencang. Bahkan gue tak sanggup memandang ke arahnya.
Bahkan untuk meliriknya gue tak punya nyali, tapi gue yakin ada cinta diantara kami.
Pagi ini sungguh pagi yang sangat romantis dalam sejarah kehidupan gue.

"Ini sungguh pendakian terindah.. " lagi-lagi hati gue berucap kata-kata itu.

"Yaa,,, pendakian terindah..." diulangi lagi.


Entah berapa lama kami berpegangan tangan, tapi rasanya gue ingin terus memegang tangannya yang halus.
"Disini indah sekali ya mas...???" tanya Ayuni basa-basi.

"Iyaa... alasan inilah gue selalu mendaki... karena ditempat-tempat seperti inilah jiwa gue merasa damai..." jawab gue sok puitis.

"Tapi sayang ya mas, kita gak menuin sunrise dipuncak... gue gak bisa bayangin senengnya kalo pas sunrise dipuncak..." ucap Ayuni berandai-andai.

"Yaah mungkin belum rejekinya, gue yakin suatu saat lu bakal ngrasain sunrise dipuncak... dan semoga saja itu sama gue...." jawabku sambil ngrayu.

Gue ngeliat mata Ayuni tersipu malu, dan gue ngerasa ada cinta di hati Ayuni.

"Ini sungguh pendakian terindah.. " lagi-lagi hati gue berucap kata-kata itu.

"Yaa,,, pendakian terindah..." diulangi lagi.




***

Tak terasa 30 menit kami di sini pos Pangasinan, pos terakhir sebelum puncak.

"Ayo Bonk kita kanjut lagi perjalanannya..." ucap Adit bergegas menggendong daypack nya.

"Entar dulu Bonk, kita tidur dulu disini sejam lagi... gue ngantuk berat nih..." ucap Gendut yang tetap rebahan beralaskan matras di bawah pohon edelweis.

"Tapi kalo sampai puncak diatas kesiangan disana pasti panas.. " jawab Adrian sepaham dengan Adit.

"Yaelah... inikan masih jam setengah 6, tiduran sejam gak mungkin kesiangan kalii..." jawab Gendut lagi.

"Gimana Bonk lanjut apa istirahat dulu...???" tanya Ayuni dengan nada lirih.

Seketika gue bingung nentuin keputusan, dan sekarang gue sadar ternyata menjadi pemimpin itu gak mudah. Dan Sapot telah mencontohkan pada gue gimana menjadi pemimpin yang baik, dia rela melepas ego mencapai puncak demi untuk menjaga anggotanya yang sakit di pos Batu Lingga. Dia rela menjaga Tiar disana.
Dia juga mampu mengambil keputusan yang tepat untuk menjaga keutuhan dan kekompakan team, sementara gue ngurus temen-temen berlima aja susahnya bukan main. Dan sekali lagi gue salut sama Sapot, bukan hanya sebagai pemimpin tetapi juga sebagai sahabat.

Setelah pergolakan yang lama akhirnya gue putusin istirahat satu jam di pos Pangasinan ini, mengingat keselamatan dan kondisi fisik lebih utama.

============BERSAMBUNG============

Untuk Endingnya KLIK DISINI



Thanks for reading & sharing Ahmad Pajali Binzah

Previous
« Prev Post

0 comments:

Post a Comment

recent posts