[Cerpen] Pendakian Terindah Gunung Ciremai #3

Untuk awal cerita KLIK DISINI


Tepat jam 7 pagi kami mulai bergegas meninggalkan pos Pangasinan ini, dengan diawali do'a dan semangat yang kembali membara setelah terlelap di bawah pohon Edelweis selama satu jam lebih.

Perjalanan menuruni sedikit lembahan yang dilanjutkan trek yang sangat terjal, disisi kiri-kanan jalur ditumbuhi edelweis yang saat ini sedang berbunga dan merekah. Membuat jalur yang curam pun terasa lebih menyenangkan.
Terlebih buat gue pribadi, dengan tangan yang selalu menggandeng Ayuni, apalagi saat ditanjakan yang curam, gue selalu menarik tangannya dari atas dan langsung memeluknya sesampainya dia berhasil sampai atas.

Puncak memang sudah terlihat sejak dari pos Pangasinan tadi, tapi saat dilalui ternyata begitu melelahkan, dan membutuhkan waktu hampir satu jam perjalanan.
Memang puncak Ciremai tidak bisa disepelekan.

Tetapi, setelah perjuangan yang begitu melelahkan, setelah pergulatan dengan debu dan keringat yang menjadi lumpur di kulit lalu mengering terpapar, setelah nafas yang menderu-deru yang mengiringi langkah demi langkah, akhirnya kini tepat jam 8 lebih 5 menit gue dan team berhasil menggapai puncak tertinggi gunung Ciremai.

Seketika kami berlima langsung sujud syukur di titik tertinggi di Jawa Barat ini. Setelah sujud dan mengucap Allahu Akbar sekenceng-kencengnya, kami saling berpelukan menandakan kebahagiaan setelah pergulatan lama dalam pencapaian ini.
Semua letih dan lelah terbayar sudah, keindahan yang tersaji mampu melunasi perih getir penggapaian puncak ini.

"Ini bener-bener pendakian terindah..." lagi-lagi hati gue berucap kata-kata itu.

"Yaa,,, pendakian terindah..." diulangi lagi.

***

Tak berapa lama bendera segera dikibarkan, bendera Merah Putih berada dititik tertinggi sementara bendera Binzah berkibar bersama dibawahnya. Dan tak lupa kami langsung berfoto bersama, Mengabadikan moment-moment yang sangat berharga ini.






Botol coca cola sebagai kuncian segera dibuka menandakan kesuksesan dalam pendakian.

Segar rasanya meneguk coca cola yang masih berbuih di ketinggian ini, tanpa sadar Ayuni terlupakan yang sedari tadi berdiri menyaksikan keindahan alam dari puncak gunung ini.

Lalu aku mendekatinya,
"Selamat yaa,,, sekarang kita sudah di puncak... dan kita telah berhasil..." ucap gue sembari menyodorkan botol coca cola untuk Ayuni.

"Makasih mas Ambonk, gue bener-bener terharu, seneng banget bisa berdiri disini... ini yang pertama kalinya buat gue..." ucap Ayuni dengan tatapannya memancar ke segala sudut keindahan di puncak gunung ini.

"Dan semoga akan ada puncak-puncak yang akan teraih kelak oleh pijakan kakimu... karena keindahan Indonesia gak cuma ada disini..." jawab gue memotong ucapan Ayuni.

Saat gue sedang asyik ngobrol dengan Ayuni tiba Adrian datang.

"Bonk yuuk kita ikut upacara disana..." ajak Adrian sambil menunjuk di dataran yang ada di sekitar puncak yang sudah dipenuhi para pendaki yang akan melakukan upacara memperingati hari kemerdekaan republik Indonesia yang ke 70 tahun.

Kami pun bergegas menuju tempat upacara, dan bergabung dengan barisan.

Karena gue ketua team, otomatis gue berada didepan dari kelompok gue. Dan tak berapa lama upacara pun dimulai.


Semua terjadi sangat hikmat apalagi saat lagu kebangsaan indonesia raya dikumandangkan.
Bergetar hati gue menyaksikan bendera merah putih berkibar di puncak gunung ini, seketika batinku berkata dengan tegasnya,

Disini, dipuncak gunung ini, salah satu titik tertinggi di negeri ini, tepat di bawah kibaran sang merah putih, aku dan rekan-rekan sesama pendaki, berdiri tegap menyanyikan lagu kebanggaan negeriku "Indonesia Raya" dengan penuh antusiasme...

Seketika anganku terbang di era 70 tahun yang lalu, dimana para pendahuluku berjuang gigih merebut kemerdekaan dari tangan penjajah yang membelenggu...

Berjuang dengan segenap jiwa dan raga hingga titik darah penghabisan,
berharap pemimpin-pemimpin setelahmu bisa meneruskan pejuangan....

Tapi kenyataannya...???
Pemimpin-pemimpin di era saat ini, mengisi kemerdekaan yang engkau wariskan dengan bergelimang fasilitas kemewahan, mengumbar nafsu keegoisan...

Seakan mereka lupa sikap patriotisme yang engkau ajarkan,
Atau mereka sengaja melupa dan menganggap kisahmu telah usang dimakan zaman...???

Tetapi,
Jangan bersedih pahlawanku...!!!
Jangan menangis para pendiri bangsaku...!!!

Lihatlah...!!!
Liahatlah kami masih berdiri disini...
Berdiri tegap tak terkoyah walau angin selalu menggoyah...

Mungkin langkah kami tak sekokoh langkahmu saat mengusir para penjajah itu...
Tapi setidaknya kami bukan mereka yang buta oleh kekuasaan dan kemewahan semu...

Karena kami adalah generasi-generasi yang siap meneruskan perjuanganmu dengan sikap patriotisme...

Puncak Ciremai 17 agustus 2015

***

Tiba2 ada seseorang yang nyolek tangan gue sambil ngomong,

"Woy bro, upacaranya udah selesai dari tadi kalee...
Ngapain lu masih berdiri aje dengan tangan yg masih hormat gitu...???
Ngelamun mulu lu...
Noohh yang lain pada ngetawain... Hahahaa..."
Ucap Aldi ngeledek, ngasih tau bahwa temen2 pendaki yang lain yang dari tadi ngliatin gue yang berdiri hormat di bawah bendera.

"Ups, sori bro... Gue keasyikan ngelamun, hehehee..." Jawab gue sambil cengar-cengir...

Yaa, begitulah gue.
Kalo udah ngelamun lupa deh segalanya. Tapi gue tetep bangga jadi diri sendiri, tanpa ada yang harus ditutup-tutupi atau berlaga sok cool atau sok ganteng. Karena kekonyolan gue yang membuat temen-temen gue merasa nyaman bereng gue.

Setelah makan dan ngopi, santai, dan ngobrol ngalor ngidul entah kemana, tak terasa kami sudah 3 jam berada di puncak ini, dan kini saatnya bersiap untuk turun.

Perjalanan turun pun kami lalui dengan santai, sambil menikmati pemandangan lereng utara. Semua terasa lengkap dengan tangan gue yang masih menggandeng Ayuni.

"Ini bener-bener pendakian terindah..." lagi-lagi hati gue berucap kata-kata itu.

"Yaa,,, pendakian terindah..." diulangi lagi.


***

Setelah 2 jam perjalanan turun akhirnya sampai juga di pos Batu Lingga tempat dimana temen-temen gue yang lain. Seketika Sapot yang dari tadi telah menunggu kedatangan kami, langsung memeluk gue.

"Selamat sobat... gue bangga sama lu..." ucap Sapot sambil memeluk gue dan kemudian memeluk yang lain.

"Alhamdulilkah Pot perjalanan berhasil. Kita telah mengibarkan bendera merah putih dan bendera BINZAH di puncak tertinggi gunung Ciremai...." jawab gue bangga.

"Alhamdulillah... syukur kalo gitu, gue ikut bangga..." jawab Saput sambil menepuk-nepuk pundak gue.

"Oiya, seletah sesampainya kita disini, secara resmi kepimpinan gue serahin ke elu lagi Pot..." ucap gue sambil menyodorkan lipatan bendera.

"Oke kalo begitu, gue terima lagi..." jawab Sapot singkat.

Dan tak lama gue ngobrol, tiba-tiba Tiar yang sedari tadi duduk di depan kompor langsung teriak.

"Woy kawan sini dulu laah... apa lupa sama kawanmu ini..." ucap Tiar sambil menyeduh kopi dengan nada bercanda.

"wuuiiihhh... udah sembuh aje lu... gimana kabar kaki lu yang keseleo...???" jawab gue sambil mendekat.

"Alhamdulillah Bonk, udah lumayan enakan nih karena pijitan dari lu... dari tadi udah gue coba jalan-jalan di sekitar tenda ini, walau masih pincang tapi yang penting udah bisa diajak jalan..." jawabnya dengan nada senang.

Dan kami pun berkumpul mengitari kompor yang selalu memasak air untuk menyeduh kopi dan mengisi kembali gelas-gelas yang mulai tiris karena selau diseruput sang empunya sembari ngobrol santai.


Akhirnya kami lengkap berkumpul lagi setelah sekian lama terpisah karena tugas dalam team pendakian yang berbeda.

"Woy bro, ada kabar gembira nih..." ucap Sapot dengan semangatnya.

"Apa bro kabar apa bro...???" jawab Adit sedikit penasaran.

"Iya apa Pot ada kabar apa...???" Gendut menimpali makin penasaran.

"Begini kawan-kawan, setelah ditinggal kalian ke puncak, di tempat ini terjadi jalinan asmara yang sangat romatis bak Arjuna dan Srikandi nya... hahahaa..." jawab Sapot sedikit ngeledek.

"Emang siapa Pot yang baru Jadian...???" tanya Adrian makin penasaran.

"Si Tiar akhirnya jadian sama Vitha bro, setelah sekian lama terkapar dan dirawat sama perawat yang bernama Novitha Adriani alias Vitha... hahahaa..." jawab Sapot tanpa basa basi.

"Hahahhaa... cie... cie..." seketika semua pada ngeledek Tiar.
Sementara Tiar dan Vitha pun hanya senyum dan tersipu malu.

Tetapi entah kenapa hati gue seakan hancur mendengar kabar itu, kenapa cemburu masih merajai jiwa gue...??? Padahal gue sadar cewek secantik dan selincah Vitha gak mungkin bersanding dengan gue, dan itu sangat mustahil. Tapi rasa cemburu ini tetap tak bisa gue sembunyiin.
Sementara yang lain pada sorak sorai gue cuma bisa termenung, gak bisa nyembunyiin perasaan ini.

Tapi ditengah kegalauan hati gue, tiba-tiba Ayuni yang sedari tadi duduk disamping gue langsung menggenggam tangan gue. Seakan dia tau perasaan gue dan seakan dia juga bilang,
"Jangan kuatir mas Ambonk, masih ada gue disisi lu saat ini.."

Seketika bibir gue kembali tersenyum dan kegalauan ini pun segera terobati. Dan gue lebih merasa nyaman dengan Ayuni, dia gadis yang baik, yang selalu mengerti keadaan gue, penampilannya pun apa adanya. Dan disisinya lah gue merasa bahagia.
"Ayuni, gadis berkerudung nan ayu mempesona..." kata hati gue sambil memandang wajahnya.

***

Tepat jam 2 siang setelah makan siang dan tenda telah dirapihkan, kami mulai bergegas melanjutkan perjalanan turun meninggalkan pos Batu Lingga ini.
Perjalanan pun terasa lebih menyenangkan karena gue dengan Ayuni seakan sudah semakin sehati. Sepanjang perjalanan kami selalu bergandengan tangan, seperti sepasang kekasih yang belum resmi menjalin kasih.

"Ini sungguh pendakian terindah..." lagi-lagi hati gue berucap kata-kata itu.

"Yaa,,, pendakian terindah..." diulangi lagi.

***

Tapi menjelang petang tiba-tiba kabut datang dan tak berapa lama hujan turun begitu lebatnya walau dimusim kemarau. Mungkin benar kata orang, di gunung Ciremai ini hujan bisa turun kapan saja bahkan di musim kemarau.
Dan hujan membuat jalur yang terjal semakin licin, ditambah malam yang mulai gelap mebuat kami sering terperosok seperti main plosotan pada anak-anak TK.

Setelah berunding akhirnya kami putuskan untuk mendirikan tenda lagi dan bermalam di jalur ini. Dan kebetulan di sekitar sini ada tenda pendaki lain juga diantaranya ada tenda ranger.
Tenda segera dibangun, namun hujan masih saja turun, membuat suasanya menjadi sangat kacau.

Ditengah kepanikan dan ketergesah-gesahan mendirikan tenda, tiba-tiba Ayuni jatuh pingsan karena kedinginan.

"Ayu'...." gue berteriak dan langsung mendekat, memapahnya masuk ke tenda Ranger yang kebetulan mempersilahkan untuk masuk ke tendanya.

Seketika Sapot mendekat,
"Ayuni kenapa Bonk, kenapa dia..." tanya Sapot panik, karena bagaimana pun juga, Ayuni masih sepupunya.

"Gue juga gak tau Pot, dari tadi dia duduk kedinginan, sementara yang lain sedang sibuk mendirikan tenda..." jawab gue panik.

"Yaudah kita urus Ayuni, biar segera sadar... gue takut dia kena hipotermia, ini sangat berbahaya..." jawab Sapot sembari mengosok-gosok telapak kakinya.

"Pot biar Vitha gantiin bajunya Ayu' yang basah, biar diganti yang kering, kita tunggu diluar aja, sebelum tubuhnya makin kedinginan... dan kalian semua selesaiin mendirikan tenda nya, dan setelah itu ganti baju yang kering juga, karena cuaca sangat dingin..." ucap salah satu Ranger memberi arahan.

Setelah semua memakai pakaian kering, gue, Vitha, Sapot dan para Ranger disana segera memberi pertolongan pada Ayuni dengan menggosok-gosok telapak kaki dan tangannya. Sementara yang lain memasak air hangat di tenda yang satunya.

Tak berapa lama Ayuni siuman, tapi dia masih menggigil kedinginan. Ranger yang lebih berpengalaman memberi perintah agar Ayuni diselimuti sleeping bag, gue pun segera mengambil sleeping bag dan memberikan padanya, lalu ranger tadi juga memerintahkan agar Vitha memeluknya dalam satu sleeping bag dan sama-sama telanjang agar tranfer panas tubuh dari Vitha menghantar ke tubuh Ayuni.
Segera para laki-laki keluar tenda dan memberi kesempatan pada Vitha untuk memberikan pertolongan pada Ayuni.

Setelah keadaan Ayuni mulai membaik, dan air hangat pun sudah siap, segera dimasukan air hangat itu ke dalam botol lalu dibungkus dengan kaos atau handul dan diletakan dibagian ketiak, leher dan pangkal paha, Ayuni dalam kondisi yang masih terbungkus sleeping bag. Tubuhnya makin hangat.

"Kenapa gak diletakkan di jari atau telapaknya aja mas..." tanya Gendut pada ranger.

"Kalo botol diletakkan di jari, darah yang dingin akan terpompa masuk ke jantung dan otak, justru itu sangat berbahaya... jadi botol harus diposisi ketiak, leher dan sela-sela paha..." jelas ranger itu secara ilmiah.

Setelah kondisi Ayuni benar-benar membaik dan mulai bisa diajak komunikasi, kami semua terasa lega dan tak lupa kami langsung memberikan teh hangat padanya.

Dan suasana tenda pun serasa lebih hangat dan damai dari sebelumnya.
Alhamdulillah akhirnya semua baik-baik saja.
Setelah semua membaik, kami pindah ke tenda kami sendiri yang sudah rapi berdiri.

Setelah malam semakin larut dan rasa kantuk mulai menyerang kami, akhirnya tepat jam 10 malem kami terlelap dan istirahat.


***

Dan paginya setelah sarapan dan olahraga peregangan otot, tepat jam 9 kami berkemas dan melanjutkan perjalanan turun.

Tak lupa kami mampir ke tenda ranger dulu yang semalem membantu kami. Untuk sekedar pamit dan mengucapkan terimakasih.


Perjalanan turun pun dimulai, lereng-lereng yang curam membutuhkan konsentrasi dan kehati-hatian, dan setelah berjalan begitu lama, akhirnya kami sampai di pos pendaftaran lagi... alhamdulillah...

Lega rasanya bisa memasuki perkampungan lagi, setelah sekian hari berkecimpung dengan hutan belantara dan bejibaku dengan debu dan lumpur di jalur yang sangat terjal.

Dan tanpa diduga sebelumnya, ternyata setiap pendaki yang turun, di pos pendaftaran ini, para pendaki dihadiahi sertifikat sebagai kenang-kenangan atau sebagai bukti pendakian gunung Ciremai.

Setelah makan siang di warung dekat pos pendaftaran, kamipun bergegas melanjutkan perjalanan pulang. Tak lupa kami sempatkan mampir ke gedung bersejarah Linggarjati. Disini terdapat taman yang indah, kami sempatkan berkeliling ditaman itu.


Jika di taman seindah ini bersama Ayuni, hati ini serasa ingin bergoyang dan lalu bernyayi lagu-lagu india, dan diiringi musik hindustani dan gue juga membayangkan para sahabat gue juga ikut joget sambil menabur bubuk warna-warni.
Aaah, tapi sayang ini bukan dalam film bollywood, ini kisah nyata gue.

Tapi apapun itu gue tetep ngerasa bahagia.

"Ini bener-bener pendakian terindah..." lagi-lagi hati gue berucap kata-kata itu.

"Yaa,,, pendakian terindah..." diulangi lagi.


***

Setelah turun sampai di jalan raya, kami segera naik bus jurusan Jakarta, dan di bus inilah kenangan yang yang tak terlupakan dalam hidup gue, gue duduk berdua bareng Ayuni, di bangku sebelah kiri baris ke 5 dari depan. Di perjalanan kami isi dengan canda tawa dan bercerita tentang keindahan-keindahan alam di negeri Indonesia. Dan yang bikin hati gue bahagia luar biasa, saat Ayuni tertidur dipundak gue, dak dik duk rasanya, bahkan kami tertidur bersama dengan begitu dekatnya.

Tak terasa jam menunjukan pukul 10 malem, dan bus yang kami tumpangi telah sampai di terminal Pasar Rebo. Kami pun bergegas turun, dan disinilah kami saling bertukar nomor handpone.

"Yaa, ini bener-bener pendakian terindah..." lagi-lagi hati gue berucap kata-kata itu.

"Yaa,,, pendakian terindah..." diulangi lagi.

Tapi saat ini, setelah semua berpisah menuju rumah masing-masing hati gue merasa sepi, dan baru beberapa detik berpisah dengan Ayuni tapi rasanya udah kangen seperti berhari-hari tak bertemu.

Lalu gue duduk di bangku sambil menunggu angkot menuju rumah gue, tapi di hati gue merasa ada yang kurang.

Yaa, gue baru teringat lagi kalo cerriel gue ilang entah kemana...???
Seketika pikiran gue panik, pusing mikirin tenda yang dari minjem itu...???
"Aaahh gaswat nih, gimana cara njelasinnya nih...???" gumam hati gue panik.

Tapi ditengah kepanikan yang melanda, tiba-tiba handphone gue berbunyi, setelah gue angkat.

"Haloo,,, assalamualaikun...
Apa bener ini mas Refli Ambonk...???" tanya seorang laki-laki dari telpon.

"Iya ini gue Ambonk, maaf ini siapa yaa...???" jawab gue penasaran.

"Ini gue Supri, maaf gue kemaren pas mau ke Ciremai via Palutungan, gak sengaja ada cerriel yang kebawa kelompok gue..." jawabnya sambil menerangkan kronologisnya.

"Yang bener mas...??? Alhamdulillah... makasih mas..." jawab gue riang.
"Oiya mas tapi gimana mas tau nomor hp gue...???" tanya gue lagi.

"Kan di gantungan resletingnya ada tulisan nomor HP nya... oiya posisi mas Ambonk dimana nih, kalo gue lagi di bus sebentar lagi masuk terminal Pasar Rebo..." jawab dia.

"Oohh kebetulan gue juga baru nyampe pasar rebo mas, gue tunggu di depan pintu gerbangnya ya mas... sebelumnya makasih banget nih mas..." jawab gue antusias.


Yaa, akhirnya kegalauan ini terkhiri, ternyata gantungan kunci itu memberikan manfaat yang sempurna. Bener kata Adit, cerriel itu bukan diambil orang, tapi hanya kebawa kelompok lain tanpa sengaja, dan sejatinya sesama pendaki itu saudara...
Dan sebagai saudara, jika menemukan sesuatu pasti akan berusaha mengembalikannya. Dan saat ini gue telah membuktikannya.
Semua yang gue alami dalam pendakian ini, membuat bahagia dan berkesan selama hidup gue.

"Yaa, ini bener-bener pendakian terindah..." lagi-lagi hati gue berucap kata-kata itu.

"Yaa,,, pendakian terindah..." diulangi lagi.


================SEKIAN===============


NB: cerita ini diilhami dari kisah nyata sahabat saya Refli Ambonk, dan foto-foto diatas diambil dari koleksi pribadi yang bersangkutan dan dari berbagai sumber. Jika ada foto yang menampilkan merk suatu produk (tas & air minum) bukan berarti kami bermaksud promosi atau ada maksud lain, ini hanya ilustrasi untuk menggambarkan dari cerita yang dimaksud.

Terimaksih telah membaca...

=====================================



Thanks for reading & sharing Ahmad Pajali Binzah

Previous
« Prev Post

7 comments:

recent posts