Home » , , , , » [Cerpen] Badai Senja di Lereng Merapi

[Cerpen] Badai Senja di Lereng Merapi


Sore itu, Sinar jingga yang biasa melukis langit serasa tak mampu lagi mewarnai.
Suasana mendung menggelayut tanpa sudut.
Nampak dua anak manusia berdiri diantara ruang buram yang berselimut kabut.
Dia adalah Rey dan Raisya.
Dua anak manusia yang memiliki cinta diwaktu yang berbeda.

Wajah Rey nampak lusuh kumal, matanya sayu menatap Raisya tak seperti biasa.
Kedua tangannya memegang pipi Raisya lalu mencium keningnya penuh cinta.

Tanpa kata Rey membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi darinya. Melangkah pelan lalu hilang diantara kabut yang tebal.

"Rey mau kemana Rey...???" Teriak Raisya dengan wajah cemasnya.

Namun Rey tak menghiraukan, tetap melangkah tenang menembus kabut yang buram.

"Rey, Rey jangan tinggalin aku Rey..." Raisya berteriak sekencang-kencangnya. Mengejar Rey yang menghilang ditengah hamparan kabut.
Namun Raisya terus mencarinya dengan memanggil-manggil namanya, ditengah kepanikannya, tak sengaja Raisya terperosok ke dalam jurang yang dalam.

"Aaaahhhh....!!!!!" Raisya menjerit keras, tubuhnya jatuh kedalam jurang yang dalam.

Tapi,
Seketika Raisya terbangun dari tidurnya, yang ternyata itu hanya mimpi belaka.

"Alhamdulillah, ternyata cuma mimpi..." gumam Raisya dalam hati sembari nafasnya yang tersengal-sengal.

Tapi alangkah kagetnya Raisya saat lampu led kecil di handphone nya menyala yang menandakan ada pesan masuk untuknya.

Setelah dibuka, ternyata ada chat bbm dari Rey. Yang isinya sebait puisi.

"PERGI"

Jika kedatanganmu tak diharapkan,
Jika keberadaanmu hanya akan membawa masalah baginya,
Hanya ada satu pilihan, "PERGI"

Waktu 4 tahun sudah cukup untuk membawa beban di hatimu...
Turunkan beban itu, lalu "PERGI"

Terkadang "PERGI" akan terasa lebih baik dari pada harus bertahan memperjuangkan hal yang menyakitkan...

Bergegas "PERGI" melangkah menjauh darinya...
Karena "PERGI" bukan berarti meninggalkan, bukan berarti tak peduli...

"PERGI" adalah belaian terlembut untuk orang yang kita cintai yang tak mungkin kita miliki...


-Reyhan-


*****


Tak terasa air mata Raisya membasahi pipinya, memikirkan Rey yang selama ini ia abaikan.

"Maafin aku Rey..." bibir Raisya bergetar, berucap lirih dengan tatapan kosong dengan pikiran yang menuju pada penyesalan hatinya.

Namun ditengah lamunannya, ia terpikir sepintas ingin menemui Rey untuk menjelaskan penyesalannya.

"Yaa, aku harus menemui Rey, aku harus kesana..." hati Raisya berucap lirih, lalu segera bergegas menuju tempat dimana Rey biasa berada.

Tempat itu adalah warung mbok Minah, tempat Rey selalu membantu simboknya yang menekuni usaha warung makan nasi megono.


*****

Pagi itu udara masih terasa dingin, suasana kampung masih cukup sepi, lalu lalang kendaraan masih jarang, namun suasana sepi itu tidak berlaku untuk warung mbok Minah, warung yang terletak di pinggiran kampung yang berbatasan dengan sawah yang membentang.
Warung Mbok Minah yang sejak pagi buta warungnya sudah ramai oleh orang-orang yang ingin membeli nasi bungkus daun pisang untuk sarapan, dengan menu spesial megono.

Yaa, megono adalah masakan khas Pekalongan, sebangsa urap yang terbuat dari nangka muda yang dirajang kecil-kecil yang dimasak dengan bumbu dan rempah-rempah. Yang membuat nasi megono ini menjadi sangat sedap dan pas sebagai menu untuk sarapan.

Apalagi nasi megono buatan mbok Minah ini, dengan racikan dan bumbu yang tepat, serta bungkus daun pisang, membuat megononya menjadi idola bagi orang-orang yang ingin membelikan sarapan untuk anggota keluarganya, bahkan tak jarang banyak pembeli yang datang dari kampung sebelah, sengaja ingin menikmati megono made in mbok Minah.

*****

Namun saat mbok Minah sedang sibuk melayani pembeli yang sudah ngantri, tiba-tiba Raisya datang dengan agak terburu.
Seperti biasa, setelah sepedanya diparkir di depan warung, Raisya langsung masuk ke warung mbok Minah.

"Mas Rey... mas Rey...
Mbok, Mas Rey nya ada mbok...???" Tanya Raisya dengan tergesa-gesa.

Belum sempat dijawab oleh mbok Minah yang sedang sibuk melayani pembeli, Raisya langsung menuju halaman belakang, ke tempat dimana Rey berada.

Namun Raisya tak menemukan Rey, tempat menyuci piring yang biasa Rey membantu simboknya juga terlihat kosong tanpa Rey.
Lalu Raisya menuju bangku di belakang yang menghadap sawah juga tak ditemuinya Rey.

Raisya duduk di bangku yang terbuat dari bambu itu, dimana Rey biasa duduk sembari memandangi pematang sawah yang kadang sesekali menulis sesuatu di buku hariannya.

"Kamu dimana Rey...???
Kini saat aku benar-benar membutuhkan kamu, tapi kau malah pergi ninggalin aku Rey..." Hati Raisya berucap lirih.

"Rey sedang mendaki gunung Ndok..." jawab mbok Minah yang tiba-tiba duduk disamping Raisya, sembari membelai rambutnya.
(Ndok adalah nama panggilan khas Pekalongan untuk anak perempuan yang masih belia).

"Mendaki ke gunung mana mbok...???
Kok mas Rey gak bilang-bilang siihh...???" Tanya Raisya dengan nada agak sebel.

"Bukankah Rey pergi sama abangmu Fathir..???" Jawab mbok Minah singkat.

"Kok kak Fathir  juga gak bilang-bilang aku mbok...???" Ucap Raisya dengan wajah cemberut.

"Seng sabar ndok...
Paling besok sore juga mereka sudah pulang..." ucap Mbok Minah menenangkan.

"Tapi aku takut kalo pulang nanti sikap Rey berubah mbok...
Soalnya tadi pagi Rey bbm yang gak biasanya..." ucap Raisya curhat pada mbok Minah dengan nada yang agak panik.

"Bukankah kamu sudah terbiasa hidup tanpa Rey...???" Jawab mbok Minah singkat sedikit menyindir. Karena mbok Minah tau betul kalau selama ini Raisya sering mengacuhkan Rey.

"Tapi sekarang aku sadar kalo aku ternyata butuh Rey, mbok..." Raisya menjelaskan.

"Yasudah, aku yakin semua akan baik-baik saja... tunggu saja saat Rey pulang besok, nanti simbok bantu jelaskan sama Rey..." ucap mbok Minah menenangkan.

Pagi itu hati Raisya sungguh gelisah, tak biasanya Raisya sekhawatir itu, Raisya yang semula cuek pada Rey tapi kali ini ada kegelisahan dalam hatinya.

Rey yang selama ini memberi perhatian penuh padanya, kini tak biasanya menulis kata-kata tentang "pergi". Entah apa itu arti kata-kata itu. Yang jelas kata-kata itu mampu membuat Raisya cemas.

"Sekarang aku baru sadar Rey, kamulah yang selama ini mampu bertahan memberikan perhatian yang tulus padaku meski kadang perhatian itu sering aku abaikan....
Maafin aku Rey..." ucap Raisya dalam hati.

*****

Sementara itu, di jalur pendakian gunung Merapi, Rey dan Fathir sedang berjalan melakukan pendakian menuju puncak gunung Merapi via Selo.
Mereka berdua sudah terbiasa mendaki gunung. Karena mereka sudah sahabatan sejak kecil dan kebetulan mempunyai hobi yang sama.

Ransel besar menempel di punggung mereka masing-masing, nafas yang berderu yang diiringi detak jantung yang memompa darah mengalir lebih cepat. Membuat keringatnya bercucuran lebih deras.
Kadang sesekali mereka istirahat untuk sekedar minum dan meregangkan otot.

Yaa, pendakian gunung Merapi tergolong jalur pendakian yang cukup ekstrim, bagaimana tidak gunung yang keliatannya kecil namun jalurnya penuh tanjakan yang menguras tenaga, apalagi jalur setelah batas vegetasi, disana selain treknya yang terjal juga penuh bebatuan dan pasir yang licin.

Tapi bagi mereka semua itu tak menjadi penghalang baginya, karena baik fisik dan perlengkapan, mental mereka juga sudah teruji.

*****

Sabtu, di pos 3 atau sering disebut Watu Gajah dimana ditempat ini terdapat batu besar dan disekitarnya terdapat tanah yang datar yang biasa digunakan oleh para pendaki untuk mendirikan tenda, dari sini ke pos Pasar Bubrah sudak tidak terlalu jauh.
Saat itu waktu menandakan pukul 4 sore, Fathir sedang asyik memasak di depan tenda sembari menikmati secangkir kopi hitam yang masih panas, dengan sebatang rokok yang selalu membuat hangat suasana.
Semantara Rey lebih sibuk dengan buku catatannya, bermain dengan pena yang tulus membelai selembar kertas putihnya. Sembari sesekali menghisap rokok kretek dan memainkan asapnya.
Wajahnya tenang, pandangannya sesekali menerawang menembus kabut yang menggumpal di kejauhan. Yang sesekali tangannya mengibaskan rambut panjangnya ke belakang.

"Kaya'nya ada pujangga yang sedang nulis puisi niihh...???" Celoteh Fathir sambil mengaduk sayur sop yang tengah dibuatnya.

"Aaahh lu koki restoran bintang tujuh berisik aje luuhh..." jawabnya balik mengejek.

Namun Fathir sengaja tak menimpalinya lagi. Lebih memilih senyum dan menertawakannya.

Sementara Rey lebih memilih meneruskan menulis karena suasana waktu itu terlalu syahdu untuk dilewatkan tanpa mengutarakan isi hatinya lewat pena.

Tapi entah mengapa, di ending tulisan Rey menuliskan kata-kata:

"Jika memang aku tak mampu meneruskan kisahku untuk menjaga hatimu, setidaknya aku ingin kamu tau bahwa akulah orang yang tulus mencintaimu..."

Rey nampak tertegun, wajahnya sendu seperti ada sesuatu yang dipendam selama ini.

"Thir, seandainya aku mencintai adikmu, apa yang akan kamu lakukan...???" Rey tiba-tiba bertanya pada Fathir.

Fathir seketika terperanjat, tak percaya atas yang diucapkan sahabatnya. Cukup lama Fathir terdiam, lalu dia menjawab.

"Aaahh kaya' gak tau aja, Raisya pacaran sama Rendy saja aku gak setuju, apa lagi sama kamu yang aku sudah tau seperti apa busuk-busuknya kamu..." Fathir menjawab enteng, menganggap sahabatnya Rey bercanda.

"Tapi seandainya itu terjadi, apa yang akan kamu lakukan ke aku...???" Rey kembali bertanya.

"Kenapa siihh kamu Rey...???
Seandainya itu terjadi, aku akan pukul dadamu tiga kali dan membentur-benturkan kepalamu di kepalaku.... puas kamu Rey... hahaa..." jawabnya bercanda.

Namun Rey tetap diam, nampak ada kesedihan yang mendalam yang selama ini ia simpan.

Tak bisa dipungkiri sebenarnya Rey sudah jatuh hati pada Raisya dari bertahun-tahun yang lalu, tapi Rey lebih memilih menyimpan perasaannya karena ia tak enak hati jika sahabatnya Fathir mengetahui, apalagi Raisya selama ini cuek padanya dan lebih memilih Rendy sebagai kekasihnya.

Namun melihat wajah Rey yang tetap termenung, Fathir mulai curiga atas apa yang diucapkan Rey.

Saat Fathir ingin menginterogasi lebih dalam, tiba-tiba cuaca menjadi lebih ekstrim.

kabut tebal bergumpal datang disertai angin kencang. tak butuh waktu lama, seketika hujan mengguyur sangat deras.

Mereka pun segera mengemas peralatan masaknya, lalu segera masuk ke tenda.

Tapi hujan tak kunjung reda, malah angin terasa makin kencang. Dengan raincoat warna merah yang kebal air, Rey nekat keluar tenda untuk mengecek keadaan.
Namun cuaca tak seperti biasa, feeling Rey berkata,

"Ini bukan hujan biasa, ini badai besar...!!!"

Lalu Rey kembali masuk ke tenda, memberi tau pada Fathir tentang cuaca diluar.

"Thir, aku yakin ini badai...
Kita harus mengambil keputusan...
Lebih baik kita kemas tenda kita lalu turun..." ucap Rey dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Tapi kita belum muncak...???" Jawab Fathir keberatan.

"Sementara jangan pikirkan muncak dulu, ini tidak memungkinkan...
Ayoo kita berkemas lalu turun...!!!" Rey memberi saran.

Lalu Fathir mencoba melihat dengan mata kepala sendiri apa yang sebenarnya terjadi, kepalanya nongol keluar dari pintu tenda persis seperti kepala kura-kura yang keluar dari tempurungnya.

Seketika wajah Fathir berubah penuh kecemasan, melihat hujan yang turun tak seperti biasanya. Bahkan tenda yang biasanya baik-baik saja saat hujan, kali ini tenda mereka sering terhempas tertiup angin.

"Oke kalo begitu..." jawab Fathir dengan wajah panik.

Lalu mereka langsung mengemasi barang-barangnya. Tenda segara dibongkar dan dimasukkan ke keril. Dan setelah semua rapi, mereka pun siap berjalan turun.

Namun saat mereka hendak turun, Rey melihat di sekitar area Pasar Bubrah masih terdapat tenda dan banyak pula pendaki yang terjebak disana.

Rey berubah pikiran, di ingin menolong mereka yang masih berada diatas.

"Thir, kamu turun duluan...
Kasih tau para pendaki lain yang masih ngecamp di bawah untuk segera turun, karena cuaca terlalu ekstrim..." ucap Rey sembari menepuk pundak Fathir.

"Gila kamu Rey, diatas sangat berbahaya, belum genap jam 5 sore tapi langit sudah sangat gelap seperti ini, dan angin juga sangat kencang itu sangat berbahaya...
Ayoo kita turun bareng aja...!!!" Fathir mengajak Rey sembari menarik tangannya agar segera turun.

"Tidak Thir, aku harus keatas, banyak pendaki yang terjebak disana... kamu turun dulu kasih tau yang lain...
Ini pilihan yang terbaik Thir..." ucap Rey menyakinkan sahabatnya. Dibawah derasnya hujan dan sabetan angin yang mampu memporak-porandakan hutan.
Sesaat semua terdiam, menatap satu sama lain.

"Aku gak mungkin ninggalin kamu Rey..." ucap Fathir dengan nada yang agak berteriak bersaing dengan suara guyuran hujan yang semakin deras.

Di tengah kepanikan tiba-tiba pohon sengon disamping mereka roboh diterjang angin.

Lalu tanpa pikir panjang Rey mendorong tubuh Fathir untuk segera turun.

"Cepat turun Thir cepat..." teriak Rey pada sahabatnya. Namun Fathir tetap diam.

Keduanya kembali terdiam, Rey mebuka kupluk raincoatnya dan membiarkan rambut panjangnya basah tersiram air hujan. Lalu Rey memeluk Fathir erat sembari berkata.

"Aku akan baik-baik saja sobat, kita harus menyelamatkan mereka...
Kita ketemu di basecamp, oke...!!!???" lalu Rey melepas pelukannya, merogoh kantong raincoatnya dan mengambil buku yang sudah terbungkus kantong kresek hitam.

"Seandainya ada sesuatu terjadi, titip ini buat Raisya..." ucap Rey sembari memberikan buku itu pada Fathir.

Mereka terdiam saling memandang. Dibawah guyuran air hujan mereka tak biasanya merasakan hal seperti ini.

Selang berapa lama, tanpa berucap lagi, Rey membalikkan badan dan menuju ke arah Pasar Bubrah.

Semantara Fathir berlari menuju bawah untuk memberi informasi pada pendaki lain untuk segera berkemas dan turun.

Ditengah ketegangan jiwanya, namun Fathir yakin Rey akan baik-baik saja, dia teringat sudah sering Rey mengambil keputusan ekstrim, walau membahayakan nyawanya sendiri namun Rey tetap baik-baik saja.
Dia teringat dulu waktu masih sekolah, saat terjadi tawuran dan mereka terkepung, Rey pernah menyelamatkan teman-temannya.
Dia menyuruh Fathir dan teman-teman yang lain untuk pergi, sementara dia menghadang musuh hanya dengan pentungan kayu seorang diri, saat Fathir dan yang lain sudah lari jauh tak terlihat, Rey yang sudah membuat musuhnya kesal, seketika lari dengan jurus langkah seribunya, sehingga musuh lebih memilih mengejar Rey dibanding Fathir, namun dengan tubuh Rey yang ramping membuat Rey mudah lari kesana-kemari melompati pagar pekarangan rumah warga dan akhirnya Rey lolos dari kejaran musuh.

Yaa begitulah karakter Rey yang senang mengambil resiko.

*****

Sementara itu, Fathir terus berjalan menuruni jalur menuju pos 2, di sana tenda yang masih berdiri yang kemudian Fathir berteriak kencang agar semua pendaki bergegas turun ke basecamp.

Seketika semua sigap berkemas dan membongkar tendanya masing-masing.
Hujan dan angin masih sangat kencang, banyak pohon-pohon yang roboh yang membuat jalur menjadi teramat sulit untuk di lalui.

Tepat jam 8 malam semua pendaki berhasil evakuasi ke basecamp. Namun ada beberapa pendaki yang masih terjebak diatas karena cuaca yang sangat ekstrim.

Team SAR segera diterjunkan untuk mengevakuasi pendaki yang masih terjebak diatas, suasana kepanikan nampak di basecamp, radio HT selalu berbunyi memberi informasi satu sama lain antar petugas team SAR.

Fathir dan beberapa pendaki lain yang baru saja sampai di basecamp langsung disambut oleh para relawan basecamp, diberi minuman hangat, sembari diinterogasi tentang keadaan diatas.
Untuk memberikan informasi kepada team SAR yang sedang menuju ke atas.

Setelah semua selesai, Fathir dan pendaki lain di persilakan istirahat.

Sementara suasana di basecamp masih tetap sibuk penuh kepanikan. Komunikasi lewat HT masih saling bersautan antar team SAR. Dan tentunya kabar badai di lereng Merapi pun langsung menyebar lewat media sosial.

Namun ditengah kepanikan itu, Fathir dengan tubuh yang lelah dengan pelan merebahkan tubuh di tikar yang telah disediakan.

Pikiran menerawang menuju pada sahabat yang masih diatas sana.

"Aku yakin kamu baik-baik saja Rey..." hatinya berisik lirih.

Pikiran terus menerawang membayangkan sahabatnya, lelah yang merobek jiwanya tak mampu melelapkan matanya untuk sekedar melepas lelah. Pikiran tetap tertuju pada Rey.

Seketika lamunannya tersentak saat Fathir teringat pada seonggok buku yang terbungkus kantong kresek hitam yang berada disampingnya.
Rasa penasaran berkecamuk dalam hatinya, ia pun ingin segera membuka dan ingin tau tentang tulisan Rey selama ini.

============BERSAMBUNG===========

Untuk akhir cerita silahkan KLIK DISINI

Dijamin akan lebih seru dan penuh haru..!!!

Thanks for reading & sharing Ahmad Pajali Binzah

Previous
« Prev Post

0 comments:

Post a Comment

recent posts