"Kamu itu sebagai anak muda seharusnya berpenampilan rapi, bersih, dan wangi. Bukan kumel urakan begitu Ren..." ucap om Naz tetanggaku sambil mengajakku masuk ke rumahnya.
Dan ternyata di rumahnya, di ruangan khusus om Nas punya segudang barang-barang kuno dan keramat.
Keris berjajar di sekeliling dinding ruangan, banyak barang-barang tembaga antik, tombak dan pusaka lainnya tertata rapi, di laci box khusus yang terbuat dari kayu jati tersimpan ratusan batu akik, baik yang sudah berbentuk cincin atau masih berbentuk butiran-butiran batu, ada yang kecil ada pula yang besar.
"Ini buat kamu..." ucap om Nas sambil memberiku cincin dengan batu akik berwarna putih susu agak bening, dan anehnya batu itu ada lubang ditengahnya.
"aku yakin setelah kamu pakai cincin itu, cara pandangmu akan berubah, gak lagi suka berantem dan ugal-ugalan, tapi akan lebih suka bergaul dengan gadis-gadis cantik... hehehe..." lanjutnya lagi.
"aku yakin setelah kamu pakai cincin itu, cara pandangmu akan berubah, gak lagi suka berantem dan ugal-ugalan, tapi akan lebih suka bergaul dengan gadis-gadis cantik... hehehe..." lanjutnya lagi.
"Batu ini aneh sekali om, ada lubang ditengahnya..." ucapku keheranan sambil memperhatikan batu yang aku pegang.
"Itu batu Combong namanya..." om Naz menjelaskan.
"Dengan batu itu kamu akan mudah menarik perhatian gadis-gadis incaranmu..." lanjut om Nas.
"Itu batu Combong namanya..." om Naz menjelaskan.
"Dengan batu itu kamu akan mudah menarik perhatian gadis-gadis incaranmu..." lanjut om Nas.
"Waaahh... Makasih om, makasih banyak..." ucapku dengan nada senang.
***
Setelah aku memiliki cincin batu Combong yang katanya mempunyai khodam pengasihan, kharisma, juga pelet, hari-hariku kini lebih semangat menjalani hidup, secara berlahan penampilanku mulai berubah yang semula cuek, sangar, kumel, urakan kini berubah mulai rapi, bersih dan suka wangi-wangian.
Secara kepribadian akupun mulai berubah, dari Rendy yang dulu garang kini menjadi Rendy yang murah senyum dan ramah.
Dan yang bikin herannya, kini banyak gadis-gadis yang mendekatiku, mulai gadis sekelas sampai gadis-gadis lain sekolahan, bahkan gadis-gadis dikampung, semuanya mudah aku dekati, bahkan sebagian sudah aku pacari.
"Hmmm,,, inilah indahnya masa remajaku... banyak temen, banyak pacar, dan banyak acara... hahahaaa..." ucapku dalam hati penuh bangga.
***
***
"Ren, mau kemana nih...??? Kok rapi amat...???" Tanya Roni, teman sekampungku yang juga teman sekolah semasa SMP.
"Biasa mau jalan, aku ada janji ama Ani cewek kampung sebelah nih..." Jawabku belagu.
"Lhoo,,, bukannya kamu pacaran sama Ria, temen sekelasmu...???" Tanya Roni heran.
"Hahahaaa... emang gak boleh pacaran lagi sama cewek lain, kan namanya juga masih penjajakan, alias masih cinta monyet Ron, sah-sah saja kan mengenal lebih banyak cinta...???" Jawabku agak sombong, sambil merapikan rambutku.
"Ya gak apa-apa siih, tapi aneh aja, aku perhatiin akhir-akhir ini kamu banyak yang berubah, sekarang kamu kok beda banget sama Rendy yang dulu, sekarang kamu kaya' anak orang kaya aja, pakaianmu gonta-ganti terus, bagus-bagus lagi..." tanya Roni penuh heran.
"Hahahaaa... tau gak, ini baju sama sandal boleh minjem dari Tono, dan topi sama jaket ini, juga minjem dari si Capling, tapi biarpun dari minjem yang penting penampilan tetep keren kan bro... hahahaa,,, gak sia-sia punya temen kaya kaya' mereka..." ucapku bangga.
"Oke deh aku cabut dulu yaa..." tambahku lagi.
"Ren, emang gak mau santai-santai dulu disini ngetem, kaya dulu lagi kita, ngetem dipinggir jalan rame-rame..." ajak Roni dan teman-teman yang lain.
"Sory bro-bro semua, lain kali aja yaa, aku udah telat nih janjiannya..." ucapku lagi sambil menstarter motor bebek kesayangan.
Setelah menjemput Ani dari rumahnya, aku lanjutkan ke taman di samping alun-alun kecamatan, disana sambil menikmati es teh dan bakso yang pedas sambil ngobrol-ngobrol santai, ini cukup untuk membuat Ani bahagia.
Padahal tadi disekolah aku sudah pacaran di kantin dengan Ria, dan nanti malam juga ada acara ngapel ke rumahnya Mida adik kelasku sewaktu SMP.
***
***
Waktu berlalu begitu cepat, setelah aku kelas 2 SMA, sifat playboy ku makin menjadi-jadi, pacar dicecer dimana-mana, tiap hari hobinya kenalan dengan gadis-hadis yang aku temui dijalan.
Kesombonganku tak terbendung dan menganggap semua gadis itu bisa aku taklukkan dengan mudahnya.
Hingga akhirnya di kelas 2 ini aku menemui gadis yang susah untuk aku luluhkan hatinya, Santi namanya, dia selalu menghidar seakan tak terpengaruh daya magis pelet batu Combong yang aku miliki, sudah berbagai cara dan sugesti aku lakukan tapi sama sekali tak bisa meluluhkan hatinya, sikapnya malah membuat aku makin cinta tapi seakan aku merasa putus asa.
Bahkan aku juga merasakan cincin batu Combong yang aku miliki sudah tak lagi memancarkan energi khodamnya. Hingga hatiku selalu bertanya-tanya,
Bahkan aku juga merasakan cincin batu Combong yang aku miliki sudah tak lagi memancarkan energi khodamnya. Hingga hatiku selalu bertanya-tanya,
"Apa jangan-jangan batu Combong ini sudah tak ada khodamnya, apa dia sudah pergi karena karena sikapku yang arogan...???" Ucapku dalam hati, merenungi khasiat pelet batu Combong yang mulai menghilang.
"Aku harus menemui om Nazril, yaa aku harus menemuinya, menanyakan semua ini dan meminta wejangan agar aku bisa meluluhkan hati Santi, gadis yang selama ini mengacuhkanku...
Padahal biasanya tak seberat ini menaklukkan hati seorang gadis... aku yakin om Nazril pasti tau solusinya..." ucapku dalam hati sambil mengangguk-anggukan kepala penuh semangat untuk menemui om Naz.
Padahal biasanya tak seberat ini menaklukkan hati seorang gadis... aku yakin om Nazril pasti tau solusinya..." ucapku dalam hati sambil mengangguk-anggukan kepala penuh semangat untuk menemui om Naz.
***
Sore itu setelah pulang sekolah dan istirahat, sekitar jam setengah 5 sore aku kerumah tante Mumun untuk menemui om Naz.
Setelah aku sampai dirumahnya dan mengetuk pintu,
"Tok tok tok..."
"Assalamualaikum..." aku ucapkan salam.
"Assalamualaikum..." aku ucapkan salam.
Tak lama kemudian ada yang membukakan pintu.
"Wa'alaikumsalam... oohh,, Rendy tuben maen kesini..." tante Mumun membukakan pintu.
"Iyaa tante, aku pingin ketemu om Naz, soalnya udah lama gak pernah ngobrol-ngobrol sama om Naz...hehehe..." jawabku sambil nyengir.
"Ooo,,, om Naz sekarang sudah jarang kesini, soalnya dia menikah lagi Ren..." jawabnya sedikit curhat.
"Apa iyaa tante...???" Jawabku agak kaget.
"Iyaa Ren, dia sudah menikah lagi dengan gadis di kampung Madusari, namanya Susi... makanya dia pulangnya belum tentu seminggu sekali..." tante Mumun menjelaskan.
"Ooo,,, gitu yaa...??? Baiklah tante kalo begitu aku pamit dulu..." ucapku sembari pamit pergi.
Dalam perjalanan pulang hatiku berkata-kata,
"Waahh,,, om Naz menikah lagi, pantesan aku jarang ketemu, aku harus menemuinya ntar malem..." ucapku dalam hati sambil melangkah pelan, menuju arah pulang.
***
Malam harinya aku mencari tau rumah istri om Naz dengan mengendarai sepeda motor ke kampung sebelah, kampung Madusari.
Setelah tanya sana-sini akhirnya ketemu juga rumahnya.
"Assalamualaikum..." ucapku sembari mengetuk pintu.
"Wa'alakumsalam..." jawab seseorang yang membukakan pintu.
Nampak sosok perempuan yang masih muda, berkulit putih mulus dengan paras cantik dan berambut panjang terurai.
"Maaf apa benar ini rumahnya mbak Susi...??" Tanyaku agak canggung.
"Iyaa benar aku sendiri, ada apa yaa...???" Tanya nya kembali.
"Ooh aku cuma mau nanya, mbak ini istrinya om Nazril yaa...???" Tanyaku lagi.
"Iyaa,,, adek ini siapa...???" Tanya mbak Susi agak heran.
Mendengar jawaban mbak Susi seketika aku kaget, om Naz yang usianya hampir 40an menikah lagi dengan perempuan yang sangat cantik dan usianya sekitar 24 tahunan. Sungguh laki-laki beruntung om Nas ini. Pikiranku terus melayang membayangkan betapa senangnya menjadi om Naz yang mempunyai banyak istri.
"Helloo... adek ini siapa kok dari tadi bengong.." ucap mbak Susi mengagetkan lamunanku.
"Oohh aku tetangganya yang dulu mbak, apa aku bisa ketemu sama om Naz...???" Ucapku kaget.
"Iya bentar yaa,,, silahkan masuk dulu dek..." jawab mbak Susi sambil mempersilahkan.
Tak lama kemudian om Naz keluar dari dalam kamarnya.
"Oohh Rendy apa kabar...??? Lama gak pernah keliatan..." ucap om Naz dengan senyum khasnya yang akrab.
"Baik om, iya nih om banyak kegiatan sekolah soalnya om, jadi gak sempet maen-maen, eehh tiba-tiba om Naz udah nemu yang baru lagi..." ucapku membuka obrolan penuh canda.
"Hahahaaa... namanya juga laki-laki Ren, sah-sah saja poligami yang penting dapet izin dari istri sebelumnya..." ucap om Naz berbisik.
"Hahahahaaa..." kamipun tertawa bersama.
Karena om Naz biarpun umurnya sudah hampir 40 tahun tapi jiwanya tetap muda dan mudah akrab dengan orang bahkan dengan anak-anak muda seusiaku. Itu sebabnya on Naz sudah beberapa kali menikah, dan yang aku tau dia sudah 4 kali menikah, namun anehnya semua istrinya akur dan mengizinkan untuk dimadu lagi.
"Oia, ngomong-ngomong ada apa nih tumben dateng kesini..." tanya om Naz membuka obrolan.
"Begini om..." akupun menjelaskan titik masalahnya panjang lebar.
"Ooo,,, itu thoo masalahnya..." jawab om Naz santai, sambil masuk ke kamarnya.
Tak lama kemudian om Naz keluar dengan membawa sebilah keris yang ukurannya lumayan besar.
"Sebenarnya jika kamu memegang keris ini, karismatikmu akan lebih tinggi, kamu akan lebih nampak berwibawa dan disegani, bahkan gak akan ada gadis yang mampu menolak cintamu..." om Naz memberi wejangan sembari memamerkan sebilah keris keramat.
"Waow..." ucapku penuh kekaguman sambil mengelus keris itu.
"Tapi umurmu masih terlalu muda Ren, belum saatnya kamu merawat gaman sebesar ini..." jelasnya lagi.
"Tapi bagaimana dengan masalahku ini om..." tanyaku lagi.
"Hahahaa itu gampang Ren,,, kalo masalah cinta sii pakai batu Combong itu aja masih bisa Ren.." ujarnya.
"Tapi om, aku rasa khodam yang ada di Combong ini udah pergi om, sekarang sudah gak ada isinya om.." jelasku.
"Hahahaa,,, jangan kuatir Rendy,,, khodam dalam batu itu tidak mudah hilang begitu saja..." jelas om Naz.
"Apa iya om...??? Jadi aku harus gimana biar aku gak ditolak gadis yang aku taksir om...???" Tanyaku lagi.
"Hahahaa,,, jangan tegang gitu Ren, santai saja, dengan keyakinanmu dan usaha yang sungguh-sungguh semua pasti bisa kamu raih...
Dan untuk masalahmu kali ini, kamu hanya perlu baca mantra ini sambil mencium batu itu dan terus memandangi gadis yang kamu suka, ingat jangan berkedip dan terus bersugesti..." om Naz memberi wejangan sambil menyodorkan secarik kertas yang bertuliskan mantra berbahasa jawa kuno.
Dan untuk masalahmu kali ini, kamu hanya perlu baca mantra ini sambil mencium batu itu dan terus memandangi gadis yang kamu suka, ingat jangan berkedip dan terus bersugesti..." om Naz memberi wejangan sambil menyodorkan secarik kertas yang bertuliskan mantra berbahasa jawa kuno.
"Baiklah om, makasih... oh iya tapi seandainya gak mempan juga gimana om...???" Tanyaku lagi.
"Hahahaa,,,. Masih ada trik yang kedua, yaitu ambil sehelai rambutnya dan ikatkan rambut itu ke lubang Combong itu lalu bungkus dengan kain putih, dijamin gadis itu akan mengejar-ngejar kamu, dia akan tergila-gila pada mu... hehehee..." ucap om Naz dengan nada santai.
"Tapi dari itu semua kamu sendiri harus memperbaiki karaktermu, rubah kepribadianmu agar lebih baik lagi, berpakaianlah yang lebih rapi agar auramu memancar penuh pesona, santun dan lemah lembutlah dalam bertutur kata...". Tambahnya lagi.
"Baik om makasih atas wejangannya... kalau begitu aku pamit dulu, hari udah malam om..." ucapku sembari pamit.
"Baiklah kalau begitu, kalau ada apa-apa jangan segan-segan kesini lagi Ren..." ucap om Naz.
"Baik om..." ucapku sambil melangkah keluar dan pulang.
***
Keesok harinya saat jam pelajaran aku mencoba mempraktekkan apa yang diperintahkan om Naz, sambil mencium batu dan memandangi Santi, gadis yang aku taksir tanpa kedip dan tidak lupa bibirku sambil komat-kamit baca mantra. Tapi setelah jam istirahat aku mencoba mendekatinya dan mengajaknya ngobrol, tapi alangkah kecewanya aku, ternyata trik pertama ini tidak mempan juga, sikap Santi masih dingin dan acuh.
"Hmmm,,, susah amat nih cewek aku taklukan, baru kali ini aku temui cewek sesusah ini... baiklah akan aku lakukan jurus kedua setelah ini..." gumamku dalam hati.
Saat jam masuk dan semua murid masuk kelas aku sengaja duduk didekat Santi dengan harapan bisa mencabut rambut Santi dari belakang, tapi setelah dipikir-pikir panjang rasanya untuk mencabut rambutnya itu sangat tidak mungkin, aku takut dia berteriak dan seisi kelas akan menertawakanku.
Akhirnya aku punya ide, yaitu setelah jam istirahat saat semua murid keluar ruangan aku akan mencari rambut Santi yang jatuh di lantai, di bawah bangku tempat dia duduk.
Dan saat yang ditunggu-tunggu tiba, saat ruang kelas kosong aku langgsung beraksi, merangkak di kolong meja mencari sehelai rambut bak kambing yang sedang mencari rumput.
"Huuh,,, akhirnya aku dapatkan juga rambutnya, aku yakin dia akan tergila-gila padaku dan besok akan mengejar-ngejarku, aku akan menjadi pangeran dalam hatinyaa... hahahhaaa..." ucapku dalam hati penuh kesombongan.
Dan keesok harinya, setelah semalaman melakukan ritual yang disarankan om Naz aku pun berangkat ke sekolah begitu semangatnya, semua wewangian aku semprotkan ditubuhku, mulai body cologne, body spray, deodorant dan parfum bermerk terkenal namun bajakan (maklum kantong cekak), bahkan minyak mistikpun ikut aku semprotkan juga agar percaya diriku makin tinggi.
"Teeettt,,, teeettt,,, teeettt,,," suara bel sekolah tiga kali menandakan jam masuk pelajaran, semua murid masuk ke ruang kelas, tak terkecuali Santi.
Aku mencoba memandangi Santi namun anehnya Santi tetap saja serius menatap buku pelajaran, dia sama sekali tak memperhatikan aku, sama sekali tak memperlihatkan pengaruh pelet yang aku tebarkan semalam.
"Ssstt,,, ssstt,,, ssstt,,," aku mengkode mencoba memanggilnya.
Tapi Santi tetap tak bergeming, serius dengan buku pelajaran.
"Ssstt,,, ssstt,,, sssttt,,," aku mencoba memanggil lagi.
Alangkah terkejutnya aku, seorang gadis menengok ke arahku, sambil mengkedip-kedipkan matanya keganjenan.
Tapi sayangnya gadis yang keganjenan itu bukan Santi, tapi Markonah yang duduknya tepat di samping Santi.
"Alamaaakkk... salah sasaran nih pelet..." teriakku dalam hati sambil menepuk jidat.
Ternyata kemarin aku salah mengambil rambut, rambut itu ternyata bukan milik Santi tapi pasti milik Markonah.
Ternyata kemarin aku salah mengambil rambut, rambut itu ternyata bukan milik Santi tapi pasti milik Markonah.
"Haduuuhhh..." akupun menggeleng-gelengkan kepala dan mengelus dada.
Dan saat jam istirahat, tiba-tiba ada yang memanggilku penuh manja,
"Rendyyy..." ucap gadis di belakangku dengan nada mendayu-dayu.
Setelah aku menengok, ternyata Markonah yang keganjenan mengejar-ngejarku sok manja. Akupun geli seketika langsung ambil langkah seribu, pura-pura tak mendengar aku lari terbirit-birit ketakutan.
***
Sesampainya di rumah aku langsung mengambil batu Combong yang sudah terbungkus kain putih dengan rambut yang sudah terikat ke lubang Combong.
Akupun melepas ikatan rambut itu dengan harapan temanku Markonah tidak lagi mengejar-ngejarku.
Dan ternyata benar, keesok harinya Markonah bersikap seperti biasanya, akrab tak berlebihan, karena Markonah teman akrabku dari jaman SMP dulu.
Kali ini aku ingin sekali mendapatkan rambut Santi, berbagai cara telah kucoba tapi hasilnya nihil, akhirnya aku punya ide, yaitu dengan memasang bekas permen karet yang aku pasang di sandaran bangkunya, setelah Santi duduk dan bersandar di bangku itu otomatis ada rambut yang menempel disana, dan akhirnya benar-benar berhasil, ada beberapa helai rambut Santi yang nempel di permen karet yang aku pasang.
"Yeesss,,, akhirnya aku dapatkan juga, gak sabar rasanya ingin cepet pulang dan melakukan ritualnya di rumah..." ucapku dalam hati penuh semangat.
Sesampainya di rumah aku langsung mengikatkan rambut Santi ke lubang batu Combongnya dengan membaca beberapa mantra, setelah itu aku bungkus dengan kain putih.
Untuk memastikan agar ikatan rambut itu tak bisa lepas lagi, akupun mengubur bungkusan Combong itu di kebun samping rumah dan diatasnya aku tanam bibit pohon mangga dengan tujuan jika pohon itu tumbuh besar tak ada lagi yang bisa membongkar batu combong itu, yang artinya ikatan cintaku dengan Santi akan langgeng selamanya.
***
Pagi ini, dengan semangat aku berangkat menuju ke sekolah, dan tak sia-sia perjuanganku selama ini, ternyata Santi telah menungguku di depan gerbang dengan memberikan senyuman manisnya.
Hatiku seketika berbunga-bunga seakan mau terbang, apalagi saat aku mendekatinya, sikapnya tak sedingin dulu, sekarang lebih hangat dan ramah,
"Hei Rendi tumben hari ini kamu berangkat lebih pagi...???" Sapa Santi penuh kehangatan.
"Iyaa San, hari ini gak tau kenapa pingin berangkat lebih pagi aja..." jawabku agak grogi namun dengan muka berseri-seri.
"Oia Ren, kamu udah bikin PR belum...???" Tanya Santi perhatian.
"U'u'udah San, tapi ada sebagian yang belum soalnya aku gak bisa ngerjainnya..." jawabku grogi sambil garuk-garuk kepala.
"Ooohh baiklah kalau begitu, ini aku udah ngerjain semua, kamu contek aja sebagian yang kamu gak bisa..." ucap Santi sambil memberiku buku untuk memberi contekan PR.
Mulai hari itu aku merasakan perhatian yang lebih dari biasanya, aku melihat pancaran cinta di matanya.
Seminggu kemudian kami jadi sangat akrab sekali, hingga akhirnya aku beranikan untuk menembak dia saat jam istirahat di kantin sekolah.
Walau aku yakin Santi pasti membalas cintaku, saat detik-detik rencana penembakan seakan-akan bibirku kelu, tubuhku menggigil tak karuan, nyaliku kembali pudar.
"Apakah ini yang disebut cinta sejati, hingga untuk mengungkapkan saja rasanya aku tak sanggup,,, tak biasa-biasanya aku begini untuk mengungkapkan cinta, sudah belasan bahkan puluhan gadis yang sudah aku pacari tapi kini kenapa aku menjadi sebodoh ini,,,
Aku seakan-akan bagai kucing yang disiram air, menggigil tak berdaya,,,
Aku bagaikan cacing di tengah padang pasir lemas tak bertenaga,,,
Stop,,, aku harus bisaa,,, aku kudu bisaa,,,
Oohh tapi kenapa aku masih menggigil seperti ini kenapa aku, kenapa akuuu....???!!!" Terjadi perang argumen dalam hatiku sendiri.
"Rendy kamu kenapa...??? Kok dari tadi diam saja, mukamu pucat lagi,,, kamu sakit ya Ren...???" Ucap Santi heran penuh tanda tanya.
"Eee,,,, Eeee,,, a'aku gak apa-apa San..." jawabku kebingungan.
"Laah katanya kamu mau bilang sesuatu, kok dari tadi tingkahmu aneh gitu...???" Tanya Santi lagi.
"Besok aja yaa,,, aku kaya'nya lagi gak enak badan nih..." ucapku.
"Yaudah deh kalau begitu, yuukk kita ke kelas lagi aja, udah jam pelajaran nih bentar lagi..." ajak Santi mesra.
Akhirnya kami masuk kelas dengan kegagalan mengutarakan isi hatiku.
***
Karena aku tak sanggup mengutarakan isi hati secara langsung, akupun ingin mengutarakan lewat surat.
Dan malam harinya aku langsung menulis sepucuk surat untuk Santi.
Alangkah bahagianya aku membaca surat balasan dari Santi, dia menerima cintaku dengan senang hati, aku seketika meloncat-loncat kegirangan, berteriak-teriak penuh suka cita, walaupun sudah berkali-kali pacaran aku merasa bahagianya serasa cinta pertama.
Aku menjalani masa-masa bahagia bersamanya, hari-hariku disekolah penuh semangat belajar karena Santi selalu mensuport aku. Perhatiannya sungguh istimewa, dan aku yakin ikatan cinta kami akan langgeng selamanya karena batu cincin itu sudah aku kubur dalam-dalam di bawah pohon mangga yang makin membesar.
***
Satu tahun telah berlalu, aku dan Santi menjalani kisah cinta yang penuh bahagia, sekarang kami sudah kelas 3, yang sebentar lagi lulus dan masuk kuliah, yang artinya kami makin dewasa.
Tapi aku merasakan perhatian Santi tak berubah, bahkan makin hari dia semakin mencintaiku sepenuh hatinya.
Kini hubungan cinta kami menjadi sangatlah erat.
Kini hubungan cinta kami menjadi sangatlah erat.
Tetapi disaat ikatan cinta kami makin kuat, kadang timbul rasa bersalahku padanya, karena aku tau, rasa cintanya bukan tulus dari dasar hatinya yang paling dalam, melainkan dari pengaruh pelet yang aku tebarkan untuknya.
Tiap malam aku selalu gelisah, makin hari rasa penyesalanku makin besar, walau aku tau cintanya padaku juga makin besar.
"Aaah bagaimana ini, orang yang selama ini menemani hidupku, seperti boneka yang dikendalikan pengaruh pelet Combongku...
Apakah aku harus begini terus hingga menikah nanti...???
Apakah aku harus begini terus hingga menikah nanti...???
Apakah aku harus berbagi hidup dengan orang yang hidupnya dikendalikan pengaruh ghaib...???
Apakah aku harus mencintai orang yang sesungguhnya dia hanya mencintaiku tanpa sadar...???" Hatiku makin bergejolak.
"Yaa,,, aku harus mengahiri ini semua, aku tak ingin hidup bersama orang yang sesungguhnya tak pernah mencintaiku...
Lebih baik aku menderita dari pada memaksa seseorang harus mencintaiku, dan saat ini aku sungguh merasa menjadi orang yang paling egois..." ucapku dalam hati, yang mulai sadar akan kesalahan-kesalahanku selama ini.
Untuk menebus dosa-dosaku, aku harus membongkar batu Combong itu, dan melepaskan ikatan rambut Santi, walaupun resikonya aku harus ditinggalkan orang yang benar-benar aku sayangi, tapi aku yakin itu yang terbaik, dari pada rasa berdosa menghantui hari-hariku.
***
Akhirnya walau ditengah malam aku putuskan untuk membongkar batu itu, menggali tanah dibawah pohon mangga yang sudah lumayan besar, aura mistik menebar membuat suasanya makin menakutkan, suara-suara aneh bersautan melengking di langit malam, angin tiba-tiba berhembus kencang, mirip sekali seperti di film-film horor yang pernah aku tonton.
"Huuufft,,, kok jadi merinding gini sih,,, aneh..." ucapku dalam hati.
Setakut apapun diriku aku tetap kuat mencangkul makin dalam, apalagi pohon mangga ini sudah lumayan besar, akar-akarnya mencengkeram makin kuat seakan melindungi batu keramat itu, sehingga upayaku menggali batu itu makin kesulitan.
Aku merasakan sesosok bayangan putih berdiri di belakangku, tapi aku tetap tak peduli, aku tetap mencangkul sekuat-kuatnya.
Akhirnya setelah pergulatan lama, batu yang terbungkus kain putih itu aku temukan kembali,
"Huufft,,, akhirnyaa ketemu juga nih batu..." ucapku dalam hati.
Saat aku hendak membuka kain yang membungkus batu itu, tiba-tiba aku merasakan tekanan yang kuat di pundakku, banyak sosok bayangan putih berseliweran kesana-kemari, suara-suara aneh menjerit-jerit memecah kesunyian.
Karena saking ketakutannya aku langsung lari terbirit-birit masuk ke rumah dan mengunci pintu rapat-rapat. Tapi walaupun sudah di dalam rumah suasana masih mencekam, suara-suara aneh masih menghantui mengusik telingaku.
Setelah masuk kamar aku mencoba membuka kain putih yang membungkus batu itu, aku melihat rambut yang bengikat masih terikat sempurna seperti sedia kala.
Setelah aku lepas rambut itu seketika hatiku merasa lega, suasanya kembali nyaman, angin yang bertiup mengibarkan hordeng-hordeng jendelaku kembali tenang, aku benar-benar merasa bebas dari belenggu cinta yang mistik ini. Dan akupun bisa bernafas panjang.
"Legaaa..." ucapku dalam hati sembari membaringkan tubuhku di kasur.
"Legaaa..." ucapku dalam hati sembari membaringkan tubuhku di kasur.
***
Dan keesok harinya aku berangkat ke sekolah dengan lesunya, karena aku tau, aku akan kehilangan orang yang selama ini menemani hari-hariku, bahkan bisa saja Santi berubah menjadi membenciku.
"Yaa,,, aku harus siap menerima resiko ini..." ucapku dalam hati untuk menyemangati diri.
Benar saja, pagi ini tak seperti biasanya, Santi tak menungguku di depan gerbang sekolah, aku sempat tengak-tengok sama sekali tak melihat Santi.
"Mungkin Santi sudah ada di kelas, mungkin dia tak lagi perhatian menungguku di gerbang seperti biasanya, mungkin juga dia lupa siapa aku yang selama ini menjadi kekasihnya, mungkin dia benar-benar telah lepas dari pengaruh pelet batu Combongku...." sepekulasiku dalam hati.
"Mungkin Santi sudah ada di kelas, mungkin dia tak lagi perhatian menungguku di gerbang seperti biasanya, mungkin juga dia lupa siapa aku yang selama ini menjadi kekasihnya, mungkin dia benar-benar telah lepas dari pengaruh pelet batu Combongku...." sepekulasiku dalam hati.
Saat aku hendak masuk ke gerbang sekolah tiba-tiba ada yang memanggilku,
"Rendy..."
Akupun seketika berhenti dan menengkok ke belakang.
Nampak seseorang lari dari kejauhan mendekatiku, sambil teriak "Rendy tunggu..."
Ternyata dia Roni, temenku sewaktu SMP dan sekarang satu sekolah lagi denganku tetapi beda kelas.
"Ada apa Ron, kok tumben kamu berangkat pagi...???" Tanyaku dengan nada kalem.
"Iyaa Ren, aku cuma ingin curhat sama kamu dipagi ini.." ucap Roni.
"Curhat tentang apaan Ron...???" Tanyaku heran.
"Ren, selama ini kan kamu terkenal playboy, kasih tau rahasianya dunk, aku lagi pingin deketin seseorang tapi susah banget dideketin, aku yakin kamu pasti punya solusinya..." curhat Roni dengan nada agak ngos-ngosan karena habis berlarian.
Akupun terdiam sesaat, aku bingung mau berucap apa, sambil menatap jauh menerawang, setelah aku bernafas panjang, aku merogoh kantong celanaku.
"Ini, ini solusinya, ini akan membuat hidupmu dikelilingi dengan cinta, ambilah, aku sudah tak membutuhkannya lagi..." ucapku sambil menarik tangan Roni dan memberi batu Combong pada genggamannya.
Roni nampak bingung, dia bengong sambil menggenggam batu akik yang ada ditangannya, mulutnya melompong menampakkan keculunannya.
Dan akupun melangkah pergi memasuki gerbang sekolahan, dengan langkah pelan, gaya slowmotion, dengan rambut melambai pelan mengikuti gerak langkahku, seakan diiringi soundtrack lagu romantis seperti di film-film bioskop.
***
Inilah akhir petualangan cintaku, akhir dari perjalananku menjejaki cinta-cinta remaja, dan inilah akhir karirku sebagai playboy cap kampung.
Semoga kelak seseorang yang mencintaiku nanti adalah seorang yang benar-benar mencintai dari dasar hati, bukan dari pengaruh guna-guna ataupun pelet.
Dan aku harus tegar melangkah, apapun yang terjadi aku pasti bisa menghadapi.
************************************
************************************
************************************
Tak lama aku melangkah, sebelum sampai di depan ruangan kelas, tiba-tiba ada yang memanggilku,
"Sayang,,,"
Seketika aku menengok, alangkah terkejutnya aku, gadis yang selama ini aku cintai, yang selama ini menemani hari-hariku, bahkan gadis yang sudah aku anggap pergi dari kehidupanku, datang tak terduga dan kini kembali ada di hadapanku lagi.
"Maaf sayang hari ini aku telat berangkat..." ucap Santi sambil mendekat ke arahku.
Seketika aku memeluknya erat, mengangkat tubuhnya dan berputar-putar bak film India, seakan bunga bertaburan dimana-mana, seakan lagu Hindustani berdendang dengan Sahrukhan sebagai vokalisnya.
Bubuk warna-warni bertebaran di udara, diiringi dendang suara gendang mendayu-dayu seperti dipinggir sungai Gangga, Alangkah senangnya aku saat ini.
Tiba-tiba "cuit cuit,,, romantis niyeee..." temen-temenku sekelas ternyata dari tadi memperhatikanku, semua menonton adegan mesra yang aku peragakan meniru film India, uhh alangkah malunya aku.
Terpaksa aku lepaskan pelukanku dan masuk ke kelas dengan muka memerah karena malu. Hahhaaa...
***
Ternyata cinta Santi tak berubah mesti ikatan rambut di batu Combong itu telah aku lepaskan.
Bahkan dia makin cinta padaku.
Hari-hariku kembali berseri, selalu ditemani seseorang yang setia padaku, inilah kebahagiaan yang sempurna, dicintai dan menyintai.
***
Suatu hari saat aku duduk di halte menunggu bus, karena baru saja Santi sudah dijemput orang tuanya, seperti biasa aku pulang menggunakan bus.
Tiba-tiba ada sebuah mobil yang sudah tak asing lagi diingatanku, berhenti di depanku.
"Woy Ren, pulang bareng yuukk..."
Ternyata om Naz yang menawariku tumpangan.
"Waow, tumben om lewat sini..." ucapku sambil memasuki mobil dengan senangnya.
"Hahahaa,,, iya Ren kebetulan saja, pas lewat aku liat kamu..." ucap om Naz dengan gayanya yang khas.
"Gimana kabar kamu...???" Tanya om Naz sambil nyetir.
"Baik om, malah aku sekarang sering juara kelas om, sekarang aku jadi anak rajin om, bukan anak kumel lagi..." ceritaku bangga.
"Syukurlah kalau begitu, aku ikut seneng..." ucap om Naz dengan senyumnya yang manis dan berkarisma.
"Oia, gimana kabar gebetan kamu yang dulu susah kamu taklukan itu, manjur gak saran-saranku...???" Tanya om Naz membuka percakapan tentang batu Combong itu.
"Iya om, manjur... dia mau jadi pacarku om, bahkan sampai sekarang masih setia om.." jelasku penuh semangat.
"Bagus lah kalau begitu, berarti kamu anak yang hebat hahaa..." ucap om Naz penuh canda.
"Tapi yang bikin anehnya, walau ikatan rambut dia sudah aku lepas, tapi dia masih tetep setia padaku om...???
Aku kira dia akan meninggalkanku, ternyata dia malah makin cinta... Aku tak menyangka itu terjadi om..." aku menceritakan panjang lebar.
Aku kira dia akan meninggalkanku, ternyata dia malah makin cinta... Aku tak menyangka itu terjadi om..." aku menceritakan panjang lebar.
"Hahahaaa,,, sekarang kamu baru tau, sesungguhnya batu itu tak memiliki kekuatan apapun, dan apa yang kamu peroleh selama ini adalah murni dari usahamu sendiri...
Dan aku sengaja mensugestikan pada pikiranmu agar kamu lebih bersemangat dan mau merubah kebiasaan burukmu...
Batu tetaplah batu Ren, dia tak bisa merubah apapun kecuali kamu sendiri yang mau merubahnya...
Batu tetaplah batu Ren, dia tak bisa merubah apapun kecuali kamu sendiri yang mau merubahnya...
Jadi mulai sekarang berhentilah berfikir yang mistis, gunakan logikamu, aku yakin sekarang kamu sudah lebih dewasa, tanpa jimat-jimatan tanpa mantra-mantra pun kamu bisa memperoleh apa yang kau inginkan, asalkan kamu mau berusaha dan terus berdo'a...
Kamu boleh mengoleksi barang-barang antik, kamu boleh mengkeramatkan suatu benda tetapi kamu harus tetap yakin bahwa kekuatan yang paling besar itu adalah asalnya dari Allah...
Jadi kamu harus tetap percaya diri meski tanpa jimat Ren, hehehee..." jelas om Naz panjang kebar penuh makna.
"Iya om, sekarang aku baru sadar, makasih yaa om udah bikin hidupku berubah dan lebih berarti..." ucapku penuh hormat.
"Oh iya om, nih udah mau sampai di gang rumahku, aku berhenti disini aja yaa om..." ucapku lagi sambil menunjuk gang didepan.
"Okee,,, akhirnya sampai juga..."
Ucap om Naz sambil menghentikan mobilnya, dengan nada akrab.
Akupun turun di depan gang.
"Makasih banyak yaa om..." ucapku sembari melambaikan tangan.
"Sama-sama Ren, sampai berjumpa lagi..." ucap om Naz kembali menjalankan mobilnya.
Setelah om Naz pergi akupun melanjutkan langkahku menuju rumah, tapi tiba-tiba ada yang memanggilku,
"Ren, tunggu dulu Ren..."
Roni memanggilku dari kejauhan sambil berlari.
Setalah dekat sambil ngos-ngosan dia berkata,
"Ren, setelah kamu kasih aku batu akik itu, kok cewek yang aku taksir tetap gak mau juga...???"
"Ren, setelah kamu kasih aku batu akik itu, kok cewek yang aku taksir tetap gak mau juga...???"
Ucap Roni dengan wajah memelas.
"Hahahaa,,, jangan salahkan batu itu, tapi salahkan dirimu sendiri, mulai sekarang rubahlah penampilanmu, rubahlah kepribadianmu kearah lebih baik, dan tetap semangat memperjuangkan keinginanmu, aku yakin kamu akan berhasil kawan..."
Celotehku sambil menepuk pundak Roni dengan nada sedikit sok, agak sombong.
Lalu aku melangkah meninggalkan Roni yang masih berdiri melongo, mulutnya melompong dengan batu akik digenggamannya, menampakkan keculunannya sebagai ciri khasnya.
***
Inilah hidup, Tuhan akan memberikan apapun yang kita inginkan selagi kita mau berusaha...
Bahkan saat kita menjauhiNYA dan mengagungkan sesuatu benda serta jimat-jimatan pun, Tuhan akan tetap mengabulkan keinginan kita...
Karena Tuhan itu sungguh Maha Pemurah.
Karena Tuhan itu sungguh Maha Pemurah.
Tapi sebagai orang yang beriman, lebih baik kita hindari hal-hal yang syirik, yang berbau tahayul dan jangan lupa tetap berdo'a...
Karena Tuhan tidak berada di batu, Tuhan tidak berada di jimat, dan Tuhan tidak bersama mantra-mantra, tetapi Tuhan ada di hati kita semua, sangat dekat dengan kita...
Dan apapun yang terjadi, percayalah itu pasti yang terbaik untuk kita...
Karena Tuhan itu sungguh maha adil....
Dan apapun yang terjadi, percayalah itu pasti yang terbaik untuk kita...
Karena Tuhan itu sungguh maha adil....
Subhanallah...
============= SEKIAN =============
Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada nama atau peristiwa kejadian yang sama, itu hanya kebetulan belaka...
By: Ahmad Pajali Binzah
================================
================================
Baca juga cerpen tentang petualangan:
[Cerpen] Istri Muda
[Cerpen] Aku Benci Ibu
[Cerpen] Pohon Terakhir
[Cerpen] Aku Pendaki Kartini
[Cerpen] Istri Muda
[Cerpen] Aku Benci Ibu
[Cerpen] Pohon Terakhir
[Cerpen] Aku Pendaki Kartini
Episode (3/10)
Tragedi Perang Bubat
(Untuk awal cerita KLIK DISINI)
Setelah pertempuran di kerajaan Banggai dan berhasil menyatukan Banggai dibawah panji Majapahit, akhirnya sebagian prajurit ditarik kembali ke Trowulan dan sebagian lagi masih bertahan untuk membangun kembali kerajaan Banggai yang telah hacur luluh lantak.
Dan aku termasuk prajurit yang ditugaskan kembali ke Trowulan menjaga ibu kota Majapahit.
Sesampainya di Trowulan aku dan rombongan disambut dengan upacara adat yang begitu megah, sebagai sambutan bagi prajurit yang pulang dengan kemenangan perang.
Tari-tarian dan sorak sorai penduduk menggambarkan kegembiraan, tak lupa berbagai sajian makanan menghiasi arak-arakan disepanjang jalan.
Yaa inilah kemenangan terbesar untuk Majapahit, karena setelah ditaklukkannya Banggai secara otomatis seluruh wilayah Nusantara telah disatukan dalam naungan panji Majapahit.
Hanya wilayah kerajaan Sunda galuh yang tidak masuk kekuasaan Majapahit karena memang ada hubungan kekerabatan, karena raja pertama Majapahit raden Wijaya adalah masih keturunan raja Sunda dan pesan dari Tribuanatunggadewi sendiri yang mewanti-wanti pada Gajah Mada agar tidak menyerang kerajaan Sunda Galuh.
Inilah sebab kerajaan Sunda Galuh tidak ditaklukan dalam pewujudan pemersatu wilayah Nusantara dibawah panji Majapahit.
Akhirnya Gajah Mada menemukan ide atau cara lain untuk menyatukan wilayah Sunda menjadi bagian dari Majapahit, yaitu perkawinan politik.
Dan Hayam Wuruk sendiri memang berniat memperistri Dyah Pitaloka dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit.
Maharaja Linggabuana lalu berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat. Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit.
Setelah rombongan pengantin tiba, raja Hayam Wuruk memerintahkan utusan agar rombongan dipersilahkan istirahat di pesanggrahan lapangan Bubat.
Sementara rombongan dari negeri Sunda sedang menurunkan perbekalan dan mempersiapkan upacara pernikahan, tiba-tiba timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta, sebab dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan Majapahit, hanya kerajaan Sunda lah yang belum dikuasai.
Dengan maksud tersebut, Gajah Mada membuat alasan untuk menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit.
Gajah Mada mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai permaisuri, melainkan sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara.
Hayam Wuruk sendiri disebutkan bimbang atas permasalahan tersebut, mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu. Belum sempat sang Prabu mengambil keputusan, Gajah Mada mohon undur diri menuju Bubat.
Tak berapa lama nampak Gajah Mada keluar dari istana lantas memanggilku dan pemimpin-pemimpin prajurit lain dan aku pun menghadap,
"Ada apa gerangan tuan memanggil kami..." tanya kami.
"Kalian semua, kumpulkan semua prajurit, kita akan menuju lapangan Bubat...!!!" Perintah Gajah Mada dengan tegasnya.
Tanpa tanya-tanya lagi kami langsung mengikuti perintah sang jendral.
Setelah semua pasukan terkumpul, kami langsung berangkat ke Bubat.
Sampai disana nampak para rombongan orang-orang Sunda sedang sibuk menurunkan dan merapikan barang bawaannya.
"Jaka Sasena...!!!" Panggil Gajah Mada.
"Siap Tuan...!!!" Sahutku.
"Kamu dan semua pasukan siap dibelakangku, tunggu komando dariku...!!!" Perintahnya.
"Baik Tuan...!!!" Sahutku lagi.
Tak berapa lama datang raja Lingga Buana menemui Patih Gajah Mada, "maaf jendral besar yang kami hormati, ada apakah gerangan maksud kedatangan jendral ke camp kami dengan membawa pasukan begitu banyaknya...???" Tanya raja Sunda penuh wibawa dan keanggunan.
"Maksud kami datang kesini hanya untuk mempertegas bahwa pernikahan putri Dyah Pitaloka dengan raja kami Raden Hayam Wuruk tidak perlu acara resmi dan mewah, karena ini hanya simbolis bahwa kerajaan Sunda Galuh mengakui tunduk kepada kami dan putri Dyah Pitaloka sebagai upeti kepada raja kami...!!!" Tegas Gajah Mada lantang tanpa basa-basi.
Seketika raja Linggabuana terkejut, matanya membelalak kaget bukan kepalang. Tak menyangka Mahapatih Gajah Mada yang terkenal sangat ksatria mempunyai kelicikan bak ular kadut. Raja Linggabuana marah,
“Wahai Gajah Mada, apa maksudnya engkau bermulut besar terhadap kami...???
Kami ini sekarang ingin membawa Tuan Putri, sementara engkau menginginkan kami harus membawa bakti sama seperti dari Nusantara...
Kami lain, kami orang Sunda, belum pernah kami kalah berperang.
Seakan-akan lupa engkau dahulu kala, ketika engkau berperang, bertempur di daerah-daerah pegunungan...
Sungguh dahsyat peperangannya, diburu orang
Jipang...
Kemudian patih Sunda datang kembali dan bala tentaramu mundur...
Kedua mantrimu yang bernama Lěs dan Beleteng diparang dan mati...
Pasukanmu bubar dan melarikan diri...
Ada yang jatuh di jurang dan terkena duri-duri...
Mereka mati bagaikan kera, siamang dan setan...
Di mana-mana mereka merengek-rengek minta tetap hidup...
Sekarang, besar juga kata-katamu...
Bau mulutmu seperti kentut jangkrik, seperti tahi anjing...
Sekarang maumu itu tidak sopan dan berkhianat...
Ajaran apa yang kau ikuti selain engkau ingin menjadi guru yang berdusta dan berbuat buruk...
Menipu orang berbudi syahdu...
Jiwamu akan jatuh ke neraka, jika mati!” ucap prabu Linggabuana penuh amarah.
Serta merta memberikan penolakan terhadap Gajah Mada,
“Wahai kalian para duta! Laporkan kepada tuanmu bahwa kami tidak akan menghadap lagi menghantarkan Tuan Putri...
Meskipun orang-orang Sunda tinggal satu tangannya, atau hancur sebelah kanan dan kiri, kami tiada akan ‘silau'.....!!!!" Lanjut prabu Linggabuana penuh keberanian.
"Kami siap menumpahkan darah demi harga diri kerajaan Sunda, hidup Sunda Galuh... hiduuupp...!!!"
Dengan sorak-sorai rombongan orang-orang Sunda mendukung rajanya.
Aku merinding mendengarnya, kata-kata penuh kiasan namun tajam, yang menggambarkan keberanian rakyat Sunda Galuh dalam membela harga diri negerinya.
Sang Tuan Patih Gajah Mada seketika marah, seakan-akan robek telinganya mendengarkan kata-kata pedas raja Sunda dan rakyatnya.
Tak berpikir panjang patih Gajah Mada, tak bisa menahan amarahnya dan langsung memberi komando,
"Rawe-rawe rantas malang-malang putung....!!!! Seraaang...!!!" Seketika terjadi keos, perang tak terhindarkan.
Aku yang berdiri tepat di belakang patih Gajah Mada dengan jelas menyaksikan tragedi ini, dimana perang tak seimbang, rombongan pengantin dari Sunda yang hanya berjumlah kurang lebih 90 orang harus berhadapan dengan kami pasukan Majapahit dengan ribuan pasukan.
Aku hanya bisa terdiam menyaksikan ini semua, menurutku ini tidak cocok disebut perang, ini lebih tepat disebut pembantaian, dimana semua rombongan Sunda dibantai habis-habisan tanpa tersisa, tak terkecuali maha Prabu Linggabuana sang raja Sunda juga ikut gugur dalam peperangan ini. Tapi dengan perlawanan yang pantang menyerah tak sedikit pasukan Majapahit yang gugur di medan perang.
Tapi dari sini aku melihat bagaimana sikap patriotisme dijunjung tinggi, demi membela tanah airnya, bahkan rela nyawa harus melayang.
Aku hanya berdiri tegak ditengah peperangan, bukan untuk membunuh atau dibunuh, tapi aku ingin menyaksikan detik demi detik pertempuran yang telah tercatat dalam sejarah, dimana darah berhamburan mengucur membasahi bumi pertiwi, suara dentingan pedang nyaring melengking.
***
Setelah perang usai, aku dan pasukan lain ditugaskan menjaga keamanan disekitar lapangan Bubat, dan yang lain mengubur mayat-mayat yang gugur dimedan perang.
Dan tak lama kemudian Gajah Mada maju ketengah-tengah lapangan dan berorasi,
"Dengan berakhirnya perang ini, dan terbunuhnya raja Sunda Galuh, berarti tanah Sunda adalah menjadi bagian dari kerajaan Majapahit, dan akhirnya terpenuhilah sumpahku untuk mempersatukan bumi Nusantara dibawah kibaran panji Majapahit..." teriak Gajah Mada dengan mengangkat kerisnya tinggi-tinggi seakan ingin membelah langit.
Dan disambut riuh semua prajuritnya, "Horeee... hidup Majapahit... hidup Majapahit..." semua sorak sorai penuh kebanggaan.
Tapi dalam hati kecilku berkata,
"ini bukan peperangan ala ksatria,
ini adalah pembantaian dengan strategi penuh kelicikan...
Walau aku terlahir sebagai orang Jawa, tapi aku sama sekali tidak bangga atas kemenangan ini...
Aku lebih menghargai sikap raja Sunda yang rela mati terhormat demi kehormatan kerajaannya...
Jika memang sejarah ini benar adanya, aku sungguh kecewa..." gumamku dalam hati.
Tiba-tiba lamunanku terpecah oleh suara yang memanggilku bak halilintar, "Hei Jaka Sasena...!!! kenapa kau dari tadi hanya diam bak patung batu...??? Apa kau tidak bangga pada kemenangan ini...???" Tegur Gajah Mada tegas tapi seram.
Seketika aku terperanggah kaget bukan kepalang,
"Maaf tuan aku gak tau lagi harus berbuat apa tuan..." jawabku panik.
"Baik, sekarang kau aku tugaskan menjaga para rombongan putri Sunda, jangan sampai mereka melarikan diri, mereka akan aku jadikan tawanan agar kerajaan Sunda Galuh benar-benar tunduk dan takluk mengakui kekalahannya..." ujar Gajah Mada lagi.
Akhirnya aku dan rombongan segera menuju ke sisi timur lapangan Bubat, di pesanggrahan sebelah timur Bubat telah nampak putri-putri dari kerajaan sunda, banyak anggota keluarga kerajaan yang ikut, banyak anak-anak dan orang-orang tua, mereka nampak sedih mendengar semua laki-laki dalam rombongan telah gugur di medan perang.
Mereka duduk bersila dan berbaris rapi di halaman pesanggrahan, semua menggenakan pakaian putih, bersila dengan pisau belati di tangan masing-masing ada yang hanya memegang tusuk konde ada juga yang memegang bambu runcing.
Nampak putri Dyah Pitaloka duduk bersila dibarisan paling depan, tak berapa lama matanya menatap padaku dan dengan anggukan kepalanya yang memberi isyarat memanggilku.
Akupun mendekat padanya dengan penuh keraguan, mungkinkah dia akan membunuhku atau akan menyanderaku,
"Jangan Sena...!!! Lihat tangan mereka, meraka membawa senjata tajam, kau bisa dibunuhnya..." ucap Wingsanggeni mengingatkanku sembari ketakutan.
Tetapi aku tetap mendekat kearah mereka. Aku yakin mereka tidak akan melukaiku.
Setelah aku sampai didepannya, putri Dyah Pitaloka membisikan sesuatu di telingaku,
"aku yakin kau bukan bagian dari mereka, aku yakin kau mampu mengemban tugas ini, tolong sampaikan ini ke negeri Sunda, sampaikan kabar kami yang sesungguhnya pada istana...!!!" Bisik Dyah Pitaloka sembari memberi sepucuk surat agar disampaikan ke istana dan sebuah liontin sebagai tanda bukti bahwa aku utusannya.
Setelah aku mundur beberapa langkah, aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, rombongan putri melakukan bela pati (bunuh diri), putri Dyah Pitaloka menusuk jantungnya sendiri menggunakan tusuk kondenya dan diikuti oleh segenap perempuan-perempuan Sunda yang masih tersisa, baik bangsawan ataupun abdi.
Angin berhembus dengan semilirnya mengantar jiwa-jiwa suci menuju nirwana, suasana seketika hening, cuaca mendung mendamaikan suasana, bersama darah yang mengalir pelan keluar dari singgasananya, raga-raga yang tak bernyawa terbaring tenang penuh keanggunan, harum wangi semerbak memancar kesegala penjuru mengharumkan namanya ke pelosok negeri.
"Inilah tradisi para leluhur kita dalam menjaga kehormatannya, mempertahankan semboyan hidup mulia atau mati terhormat..." gumamku dalam hati sembari melangkah pelan meninggalkan pesanggrahan.
***
Dalam tragedi ini seluruh rombongan dari negeri Pasundan gugur dalam medan perang dan sejarah akan mencatatnya sebagai Perang Bubat, yang terjadi pada tahun 1279 Saka atau 1357 M.
Dan tragedi ini kelak akan merusak hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan dan terus berlangsung hingga bertahun-tahun kemudian hingga era modern, hubungan Sunda-Majapahit tidak pernah pulih seperti sedia kala.
Pangeran Niskalawastu Kancana — adik Putri Dyah Pitaloka yang tetap tinggal di istana Kawali dan tidak ikut ke Majapahit mengiringi keluarganya karena saat itu masih terlalu kecil — menjadi satu-satunya keturunan Raja yang masih hidup dan kemudian akan naik takhta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana.
Kebijakannya antara lain memutuskan hubungan diplomatik dengan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan. Akibat peristiwa ini pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan larangan estri tiluaran , yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak Majapahit.
Peraturan ini kemudian ditafsirkan lebih luas sebagai larangan bagi orang Sunda untuk menikahi orang Jawa.
Tindakan keberanian dan keperwiraan Raja Sunda dan putri Dyah Pitaloka untuk melakukan tindakan bela pati (berani mati) dihormati dan dimuliakan oleh rakyat Sunda dan dianggap sebagai teladan. Raja Lingga Buana dijuluki "Prabu Wangi" (bahasa Sunda: raja yang harum namanya) karena kepahlawanannya membela harga diri negaranya.
Keturunannya, raja-raja Sunda kemudian dijuluki Siliwangi yang berasal dari kata Silih Wangi yang berarti pengganti, pewaris atau penerus Prabu Wangi.
Beberapa reaksi tersebut mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda kepada Majapahit, sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam rasa persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan Jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga sampai zaman modern.
Antara lain, tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, di kota Bandung , ibu kota Jawa Barat sekaligus pusat budaya Sunda, tidak ditemukan jalan bernama "Gajah Mada" atau "Majapahit". Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokoh pahlawan nasional Indonesia, kebanyakan rakyat Sunda menganggapnya tidak pantas akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.
***
***
Ahmad Pajali Binzah
February 01, 2015
New Google SEO
Bandung, IndonesiaTragedi Perang Bubat
(Untuk awal cerita KLIK DISINI)
Setelah pertempuran di kerajaan Banggai dan berhasil menyatukan Banggai dibawah panji Majapahit, akhirnya sebagian prajurit ditarik kembali ke Trowulan dan sebagian lagi masih bertahan untuk membangun kembali kerajaan Banggai yang telah hacur luluh lantak.
Dan aku termasuk prajurit yang ditugaskan kembali ke Trowulan menjaga ibu kota Majapahit.
Sesampainya di Trowulan aku dan rombongan disambut dengan upacara adat yang begitu megah, sebagai sambutan bagi prajurit yang pulang dengan kemenangan perang.
Tari-tarian dan sorak sorai penduduk menggambarkan kegembiraan, tak lupa berbagai sajian makanan menghiasi arak-arakan disepanjang jalan.
Yaa inilah kemenangan terbesar untuk Majapahit, karena setelah ditaklukkannya Banggai secara otomatis seluruh wilayah Nusantara telah disatukan dalam naungan panji Majapahit.
Hanya wilayah kerajaan Sunda galuh yang tidak masuk kekuasaan Majapahit karena memang ada hubungan kekerabatan, karena raja pertama Majapahit raden Wijaya adalah masih keturunan raja Sunda dan pesan dari Tribuanatunggadewi sendiri yang mewanti-wanti pada Gajah Mada agar tidak menyerang kerajaan Sunda Galuh.
Inilah sebab kerajaan Sunda Galuh tidak ditaklukan dalam pewujudan pemersatu wilayah Nusantara dibawah panji Majapahit.
Akhirnya Gajah Mada menemukan ide atau cara lain untuk menyatukan wilayah Sunda menjadi bagian dari Majapahit, yaitu perkawinan politik.
Dan Hayam Wuruk sendiri memang berniat memperistri Dyah Pitaloka dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit.
Maharaja Linggabuana lalu berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat. Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit.
Setelah rombongan pengantin tiba, raja Hayam Wuruk memerintahkan utusan agar rombongan dipersilahkan istirahat di pesanggrahan lapangan Bubat.
Sementara rombongan dari negeri Sunda sedang menurunkan perbekalan dan mempersiapkan upacara pernikahan, tiba-tiba timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta, sebab dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan Majapahit, hanya kerajaan Sunda lah yang belum dikuasai.
Dengan maksud tersebut, Gajah Mada membuat alasan untuk menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit.
Gajah Mada mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai permaisuri, melainkan sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara.
Hayam Wuruk sendiri disebutkan bimbang atas permasalahan tersebut, mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu. Belum sempat sang Prabu mengambil keputusan, Gajah Mada mohon undur diri menuju Bubat.
Tak berapa lama nampak Gajah Mada keluar dari istana lantas memanggilku dan pemimpin-pemimpin prajurit lain dan aku pun menghadap,
"Ada apa gerangan tuan memanggil kami..." tanya kami.
"Kalian semua, kumpulkan semua prajurit, kita akan menuju lapangan Bubat...!!!" Perintah Gajah Mada dengan tegasnya.
Tanpa tanya-tanya lagi kami langsung mengikuti perintah sang jendral.
Setelah semua pasukan terkumpul, kami langsung berangkat ke Bubat.
Sampai disana nampak para rombongan orang-orang Sunda sedang sibuk menurunkan dan merapikan barang bawaannya.
"Jaka Sasena...!!!" Panggil Gajah Mada.
"Siap Tuan...!!!" Sahutku.
"Kamu dan semua pasukan siap dibelakangku, tunggu komando dariku...!!!" Perintahnya.
"Baik Tuan...!!!" Sahutku lagi.
Tak berapa lama datang raja Lingga Buana menemui Patih Gajah Mada, "maaf jendral besar yang kami hormati, ada apakah gerangan maksud kedatangan jendral ke camp kami dengan membawa pasukan begitu banyaknya...???" Tanya raja Sunda penuh wibawa dan keanggunan.
"Maksud kami datang kesini hanya untuk mempertegas bahwa pernikahan putri Dyah Pitaloka dengan raja kami Raden Hayam Wuruk tidak perlu acara resmi dan mewah, karena ini hanya simbolis bahwa kerajaan Sunda Galuh mengakui tunduk kepada kami dan putri Dyah Pitaloka sebagai upeti kepada raja kami...!!!" Tegas Gajah Mada lantang tanpa basa-basi.
Seketika raja Linggabuana terkejut, matanya membelalak kaget bukan kepalang. Tak menyangka Mahapatih Gajah Mada yang terkenal sangat ksatria mempunyai kelicikan bak ular kadut. Raja Linggabuana marah,
“Wahai Gajah Mada, apa maksudnya engkau bermulut besar terhadap kami...???
Kami ini sekarang ingin membawa Tuan Putri, sementara engkau menginginkan kami harus membawa bakti sama seperti dari Nusantara...
Kami lain, kami orang Sunda, belum pernah kami kalah berperang.
Seakan-akan lupa engkau dahulu kala, ketika engkau berperang, bertempur di daerah-daerah pegunungan...
Sungguh dahsyat peperangannya, diburu orang
Jipang...
Kemudian patih Sunda datang kembali dan bala tentaramu mundur...
Kedua mantrimu yang bernama Lěs dan Beleteng diparang dan mati...
Pasukanmu bubar dan melarikan diri...
Ada yang jatuh di jurang dan terkena duri-duri...
Mereka mati bagaikan kera, siamang dan setan...
Di mana-mana mereka merengek-rengek minta tetap hidup...
Sekarang, besar juga kata-katamu...
Bau mulutmu seperti kentut jangkrik, seperti tahi anjing...
Sekarang maumu itu tidak sopan dan berkhianat...
Ajaran apa yang kau ikuti selain engkau ingin menjadi guru yang berdusta dan berbuat buruk...
Menipu orang berbudi syahdu...
Jiwamu akan jatuh ke neraka, jika mati!” ucap prabu Linggabuana penuh amarah.
Serta merta memberikan penolakan terhadap Gajah Mada,
“Wahai kalian para duta! Laporkan kepada tuanmu bahwa kami tidak akan menghadap lagi menghantarkan Tuan Putri...
Meskipun orang-orang Sunda tinggal satu tangannya, atau hancur sebelah kanan dan kiri, kami tiada akan ‘silau'.....!!!!" Lanjut prabu Linggabuana penuh keberanian.
"Kami siap menumpahkan darah demi harga diri kerajaan Sunda, hidup Sunda Galuh... hiduuupp...!!!"
Dengan sorak-sorai rombongan orang-orang Sunda mendukung rajanya.
Aku merinding mendengarnya, kata-kata penuh kiasan namun tajam, yang menggambarkan keberanian rakyat Sunda Galuh dalam membela harga diri negerinya.
Sang Tuan Patih Gajah Mada seketika marah, seakan-akan robek telinganya mendengarkan kata-kata pedas raja Sunda dan rakyatnya.
Tak berpikir panjang patih Gajah Mada, tak bisa menahan amarahnya dan langsung memberi komando,
"Rawe-rawe rantas malang-malang putung....!!!! Seraaang...!!!" Seketika terjadi keos, perang tak terhindarkan.
Aku yang berdiri tepat di belakang patih Gajah Mada dengan jelas menyaksikan tragedi ini, dimana perang tak seimbang, rombongan pengantin dari Sunda yang hanya berjumlah kurang lebih 90 orang harus berhadapan dengan kami pasukan Majapahit dengan ribuan pasukan.
Aku hanya bisa terdiam menyaksikan ini semua, menurutku ini tidak cocok disebut perang, ini lebih tepat disebut pembantaian, dimana semua rombongan Sunda dibantai habis-habisan tanpa tersisa, tak terkecuali maha Prabu Linggabuana sang raja Sunda juga ikut gugur dalam peperangan ini. Tapi dengan perlawanan yang pantang menyerah tak sedikit pasukan Majapahit yang gugur di medan perang.
Tapi dari sini aku melihat bagaimana sikap patriotisme dijunjung tinggi, demi membela tanah airnya, bahkan rela nyawa harus melayang.
Aku hanya berdiri tegak ditengah peperangan, bukan untuk membunuh atau dibunuh, tapi aku ingin menyaksikan detik demi detik pertempuran yang telah tercatat dalam sejarah, dimana darah berhamburan mengucur membasahi bumi pertiwi, suara dentingan pedang nyaring melengking.
***
Setelah perang usai, aku dan pasukan lain ditugaskan menjaga keamanan disekitar lapangan Bubat, dan yang lain mengubur mayat-mayat yang gugur dimedan perang.
Dan tak lama kemudian Gajah Mada maju ketengah-tengah lapangan dan berorasi,
"Dengan berakhirnya perang ini, dan terbunuhnya raja Sunda Galuh, berarti tanah Sunda adalah menjadi bagian dari kerajaan Majapahit, dan akhirnya terpenuhilah sumpahku untuk mempersatukan bumi Nusantara dibawah kibaran panji Majapahit..." teriak Gajah Mada dengan mengangkat kerisnya tinggi-tinggi seakan ingin membelah langit.
Dan disambut riuh semua prajuritnya, "Horeee... hidup Majapahit... hidup Majapahit..." semua sorak sorai penuh kebanggaan.
Tapi dalam hati kecilku berkata,
"ini bukan peperangan ala ksatria,
ini adalah pembantaian dengan strategi penuh kelicikan...
Walau aku terlahir sebagai orang Jawa, tapi aku sama sekali tidak bangga atas kemenangan ini...
Aku lebih menghargai sikap raja Sunda yang rela mati terhormat demi kehormatan kerajaannya...
Jika memang sejarah ini benar adanya, aku sungguh kecewa..." gumamku dalam hati.
Tiba-tiba lamunanku terpecah oleh suara yang memanggilku bak halilintar, "Hei Jaka Sasena...!!! kenapa kau dari tadi hanya diam bak patung batu...??? Apa kau tidak bangga pada kemenangan ini...???" Tegur Gajah Mada tegas tapi seram.
Seketika aku terperanggah kaget bukan kepalang,
"Maaf tuan aku gak tau lagi harus berbuat apa tuan..." jawabku panik.
"Baik, sekarang kau aku tugaskan menjaga para rombongan putri Sunda, jangan sampai mereka melarikan diri, mereka akan aku jadikan tawanan agar kerajaan Sunda Galuh benar-benar tunduk dan takluk mengakui kekalahannya..." ujar Gajah Mada lagi.
Akhirnya aku dan rombongan segera menuju ke sisi timur lapangan Bubat, di pesanggrahan sebelah timur Bubat telah nampak putri-putri dari kerajaan sunda, banyak anggota keluarga kerajaan yang ikut, banyak anak-anak dan orang-orang tua, mereka nampak sedih mendengar semua laki-laki dalam rombongan telah gugur di medan perang.
Mereka duduk bersila dan berbaris rapi di halaman pesanggrahan, semua menggenakan pakaian putih, bersila dengan pisau belati di tangan masing-masing ada yang hanya memegang tusuk konde ada juga yang memegang bambu runcing.
Nampak putri Dyah Pitaloka duduk bersila dibarisan paling depan, tak berapa lama matanya menatap padaku dan dengan anggukan kepalanya yang memberi isyarat memanggilku.
Akupun mendekat padanya dengan penuh keraguan, mungkinkah dia akan membunuhku atau akan menyanderaku,
"Jangan Sena...!!! Lihat tangan mereka, meraka membawa senjata tajam, kau bisa dibunuhnya..." ucap Wingsanggeni mengingatkanku sembari ketakutan.
Tetapi aku tetap mendekat kearah mereka. Aku yakin mereka tidak akan melukaiku.
Setelah aku sampai didepannya, putri Dyah Pitaloka membisikan sesuatu di telingaku,
"aku yakin kau bukan bagian dari mereka, aku yakin kau mampu mengemban tugas ini, tolong sampaikan ini ke negeri Sunda, sampaikan kabar kami yang sesungguhnya pada istana...!!!" Bisik Dyah Pitaloka sembari memberi sepucuk surat agar disampaikan ke istana dan sebuah liontin sebagai tanda bukti bahwa aku utusannya.
Setelah aku mundur beberapa langkah, aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, rombongan putri melakukan bela pati (bunuh diri), putri Dyah Pitaloka menusuk jantungnya sendiri menggunakan tusuk kondenya dan diikuti oleh segenap perempuan-perempuan Sunda yang masih tersisa, baik bangsawan ataupun abdi.
Angin berhembus dengan semilirnya mengantar jiwa-jiwa suci menuju nirwana, suasana seketika hening, cuaca mendung mendamaikan suasana, bersama darah yang mengalir pelan keluar dari singgasananya, raga-raga yang tak bernyawa terbaring tenang penuh keanggunan, harum wangi semerbak memancar kesegala penjuru mengharumkan namanya ke pelosok negeri.
"Inilah tradisi para leluhur kita dalam menjaga kehormatannya, mempertahankan semboyan hidup mulia atau mati terhormat..." gumamku dalam hati sembari melangkah pelan meninggalkan pesanggrahan.
***
Dalam tragedi ini seluruh rombongan dari negeri Pasundan gugur dalam medan perang dan sejarah akan mencatatnya sebagai Perang Bubat, yang terjadi pada tahun 1279 Saka atau 1357 M.
Dan tragedi ini kelak akan merusak hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan dan terus berlangsung hingga bertahun-tahun kemudian hingga era modern, hubungan Sunda-Majapahit tidak pernah pulih seperti sedia kala.
Pangeran Niskalawastu Kancana — adik Putri Dyah Pitaloka yang tetap tinggal di istana Kawali dan tidak ikut ke Majapahit mengiringi keluarganya karena saat itu masih terlalu kecil — menjadi satu-satunya keturunan Raja yang masih hidup dan kemudian akan naik takhta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana.
Kebijakannya antara lain memutuskan hubungan diplomatik dengan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan. Akibat peristiwa ini pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan larangan estri tiluaran , yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak Majapahit.
Peraturan ini kemudian ditafsirkan lebih luas sebagai larangan bagi orang Sunda untuk menikahi orang Jawa.
Tindakan keberanian dan keperwiraan Raja Sunda dan putri Dyah Pitaloka untuk melakukan tindakan bela pati (berani mati) dihormati dan dimuliakan oleh rakyat Sunda dan dianggap sebagai teladan. Raja Lingga Buana dijuluki "Prabu Wangi" (bahasa Sunda: raja yang harum namanya) karena kepahlawanannya membela harga diri negaranya.
Keturunannya, raja-raja Sunda kemudian dijuluki Siliwangi yang berasal dari kata Silih Wangi yang berarti pengganti, pewaris atau penerus Prabu Wangi.
Beberapa reaksi tersebut mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda kepada Majapahit, sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam rasa persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan Jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga sampai zaman modern.
Antara lain, tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, di kota Bandung , ibu kota Jawa Barat sekaligus pusat budaya Sunda, tidak ditemukan jalan bernama "Gajah Mada" atau "Majapahit". Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokoh pahlawan nasional Indonesia, kebanyakan rakyat Sunda menganggapnya tidak pantas akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.
***
Sejak kejadian itu, beberapa hari ini kota Majapahit tak seperti biasanya, istana nampak sepi, tidak ada aktifitas kenegaraan, bahkan para prajurit sebagian diperbolehkan kembali kerumah masing-masing untuk istirahat, hiruk-pikuk pasar juga tak seramai biasanya, bahkan kalangan keluarga istana seakan menutup diri.
Aku dan Wingsanggeni serta beberapa prajurit yang berasal dari padepokan Mpu Sasora memilih pulang untuk beberapa hari.
Setelah kami sampai di padepokan Mpu Sasora dan menceritakan kejadian dihari kemaren, Mpu Sasora nampak bingung dan tak menyangka sama sekali,
"Hmmm... jadi begitu kejadiannya...???" Jawab Mpu Sasora menanggapi laporan kami.
"Aku tak menyangka Gajah Mada yang begitu ksatria bertindak ceroboh seperti itu dan sangat tidak terpuji..." lanjutnya lagi.
"Iyaa guru, bahkan kabarnya prabu Hayam Wuruk saat ini dirundung kesedihan yang mendalam atas gugurnya calon permaisurinya beserta rombongan keluarga dari pasundan... Dan saat ini beliau hanya mengurung diri di istana dan kabarnya hubungan prabu Hayam Wuruk dengan patih Gajah Mada saat ini sedang merenggang..." Wingsanggeni mencoba menjelaskan keadaan istana.
"Iya guru, istana saat ini seakan tak ada aktifitas kenegaraan, bahkan kami diizinkan pulang untuk sementara waktu..." jawab murid yang lain.
"Baiklah kalau begitu, kalian silahkan istirahat dulu, agar pikiran dan batin kalian tenang..." perintah Mpu Sasora.
"Baik guru..." jawab serentak para murid.
Saat mereka pergi meninggalkan Mpu Sasora, aku tetap diam dan tetap menghadap Mpu Sasora.
"Sasena, kenapa kamu masih disitu... apakah kamu tidak mau istirahat nak...???" Tanya Mpu dengan nada pelan.
"Guru, ada yang ingin aku ceritakan guru..." jawabku dengan nada rendah.
"Ada apa Sena, ceritalah padaku..." bujuk Mpu Sasora.
"Begini guru....." akupun menceritakan panjang lebar tentang kejadian di Bubat, detail demi detail aku ceritakan juga kejadian di pesanggrahan putri, di sebelah timur Bubat dan tentang titipan surat dari kanjeng Dyah Pitaloka untuk istana Kawali di Sunda Galuh.
"Hmmm,,,, jadi begitu ceritanya... aku pribadi turut prihatin dan berduka cita atas kejadian itu, dan turut bangga atas bela pati kaum putri dari pasundan dalam membela kehormatannya..." kata Mpu Sasena penuh kesedihan.
"Jadi apa yang harus aku lakukan dengan surat ini guru...???" Tanyaku penuh kebimbangan.
"Sebaiknya kamu antarkan surat itu ke negeri sunda, laksanakan mandat yang diberikan putri Dyah Pitaloka kepadamu yaitu untuk menceritakan kabar ini kepada istana Kawali di kerajaan Sunda Galuh... Dan kamu sendiri yang harus kesana..." ucap Mpu Sasora memberi penjelasan.
"Baik guru, aku sendiri yang akan kesana, untuk membuktikan aku laki-laki sejati yang selalu menjalankan tugas dengan baik..." jawabku dengan gagah berani.
"Tapi aku tak tau jalan menuju kesana guru..." lanjutku lagi dengan nada nyengir.
"hahahaaa.... jangan kuatir nak, nanti aku beri petunjuk arah kesana... jadi sebaiknya kamu istirahat dulu, besok aku persiapkan semua bekal untukmu..." jelas Mpu Sasora penuh bijaksana.
"Baik guru, aku pamit dulu mau istirahat..." akupun mengundurkan diri menuju gubuk yang biasa kami tinggali bersama-sama murid Mpu Sarora yang lain, dan mungkin ini bisa dibilang asrama padepokan.
***
Pagi ini, udara terasa dingin membuat tidurku makin pulas seakan malas bangun, tapi setelah tengok kanan-kiri sudah tak ada orang, ternyata pagi ini aku bangun paling siang, setelah aku buka pintu ternyata hari sudah terang, matahari telah memancarkan sinarnya walau belum terlalu terik.
Setelah aku melangkah keluar untuk menjemur tubuhku untuk menghangatkan otot-ototku, nampak pemandangan yang sangat indah di sekitar padepokan ini, nampak pepohonan yang tumbuh rimbun, kabut tipis yang selalu hadir setiap pagi, nampak juga sebagian murid-murid Mpu Sasora berlatih beladiri, sebagian lagi nampak sedang memulai aktifitas melebur dan menempa baja, ada juga yang sedang menyapu membersihkan halaman dari dedaunan yang jatuh, sungguh pemandangan yang sering aku lihat sebelum aku menjadi prajurit bayangkara.
"Hmmm,,, sudah lama sekali aku tak merasakan pagi di tempat ini... aku merasa damai ditempat ini..." gumamku dalam hati sambil meregangkan otot-ototku dengan senam sederhana didepan asrama.
Tiba-tiba dari kejauhan ada yang memanggilku.
"Jaka Sasena... kesinilah...!!!" Panggil Mpu Sasora dari kejauhan.
"Baik guru..." akupun berlari mendekat.
Disana telah menunggu Mpu Sasora dan temanku Wingsanggeni sambil merapikan barang-barang dan dua ekor kuda.
"Hee Sena, bangunmu siang sekali kawan...??? Dari tadi guru sudah menunggumu disini...???" Ujar Wingsanggeni.
"Heheheeee... Iyaa nih tidurku pulas banget Wing..." jawabku pada Wingsanggeni.
"Maaf guru, aku kesiangan..." jawabku menghadap Mpu.
"Maaf guru, aku kesiangan..." jawabku menghadap Mpu.
"Gak apa-apa,,, kamu memang kecape'an... Dan ini, perbekalanmu sudah aku siapkan berikut kuda kesayanganku ini untuk menemani perjalananku, aku jamin kuda ini paling cepat larinya dibanding kuda-kuda lain yang ada di tanah Majapahit ini hehee..." jelas Mpu Sasora sambil menepuk-nepuk leher kuda dengan perawakan gagah ini.
"Baiklah, sebaiknya kamu mandi dulu, sesudah itu kamu kesini lagi..." lanjut Mpu lagi.
"Baik guru..." jawabku menuju kamar mandi dengan semangatnya.
***
Setelah selesai semua aku kembali menuju kediaman Mpu Sasora lagi, dan didalam kediamannya Mpu Sasora dan temenku Wingsanggeni telah menungguku.
"Kulonuwun..." ucapku sembari mengetuk pintu.
"Kulonuwun..." ucapku sembari mengetuk pintu.
"Monggoo... silahkan masuk nak..." jawab Mpu halus.
"Ini semua perbekalanmu sudah aku siapkan untukmu, jadi selama diperjalanan kamu jangan kuatir lagi, peta dan segala macamnya sudah aku siapkan...." ucap Mpu Sasora.
"Terimakasih guru..." jawabku sambil menganggukkan kepala.
"Dan ini temanmu Wingsanggeni biar mendampingimu selama perjalanan, aku yakin Wingsanggeni bisa menjagamu, karena ilmu kanuragannya sudah lumayam pandai untuk menghadapi segala sesuatunya nanti..." Mpu sasora memberi wejangan.
"Baik guru Terimakasih..." jawabku lagi.
"Baiklah, mari kita sarapan dulu..." Mpu Sasora mempersilahkan kami untuk dijamu makanan yang spesial.
Setelah selesai sarapan dan mendengarkan wejangan dari Mpu Sasora, akhirnya kamu keluar dengan dua kuda yang sudah menunggu.
Nampak semua murid Mpu Sasora sudah berkumpul mengelilingu kami, setelah pamit pada Mpu dan semua murid yang ada disini, aku dan Wingsanggeni lalu segera naik ke punggung kuda siap melakukan perjalanan.
"Baik Mpu aku pamit... do'akan semoga kami selamat dalam menunaikan tugas ini..." ucapku pada Mpu dan teman-teman semua.
"Tunggu dulu nak, ini untukmu semoga kalian berdua baik-baik saja..." ujar Mpu Sasora sembari memberiku sebilah keris.
Aku yakin keris ini bukan keris sembarangan dari bentuk dan pamornya sangat artistik dan aku yakin keris ini adalah keris kesayangan Mpu Sasora karena aku sering melihat beliau merawat keris ini dengan sangat hati-hati.
Dan apapun itu, semoga keris ini bermanfaat dalam perjalananku ini seperti apa yang diucapkan Mpu Sasora.
Aku yakin keris ini bukan keris sembarangan dari bentuk dan pamornya sangat artistik dan aku yakin keris ini adalah keris kesayangan Mpu Sasora karena aku sering melihat beliau merawat keris ini dengan sangat hati-hati.
Dan apapun itu, semoga keris ini bermanfaat dalam perjalananku ini seperti apa yang diucapkan Mpu Sasora.
"Amin.... makasih guru..." sahutku sembari senyum.
"Hati-hati nak, sampaikan salamku pada orang-orang Sunda Galuh..." ucap Mpu sembari melambaikan tangan.
"Baik guru..." jawabku sembari menunggang kuda meninggalkan padepokan Mpu Sasora.
"Hiaa hiaaa hiaaa..." akupun berteriak memacu kuda semakin cepat.
Saat sampai di gapura kota Trowulan tiba-tiba aku dihadang beberapa penjaga,
"Berhenti...!!!" Teriak seorang penjaga. Dan sontak kami menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada disekitar gapura.
"Berhenti...!!!" Teriak seorang penjaga. Dan sontak kami menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada disekitar gapura.
Akupun menghentikan kudaku, tanpa turun dari pelana kuda, nampak Wingsanggeni agak emosi "Apa-apaan ini berani mengganggu perjalananku...!!!" Ujar Winsanggeni.
"Sabar Wing, mungkin mereka belum kenal siapa kita..." ucapku menenangkan.
Setelah penjaga itu mendekat dan melihat wajah kami ternyata mereka prajurit seperjuanganku.
"Sabar Wing, mungkin mereka belum kenal siapa kita..." ucapku menenangkan.
Setelah penjaga itu mendekat dan melihat wajah kami ternyata mereka prajurit seperjuanganku.
"Oh ternyata kalian, mau kemana kok nampak terburu...???" Ucap penjaga sembari nyengir.
"Kami disuruh Mpu Sasora untuk mencari sesuatu dihutan..." ucapku sambil tetap diatas kuda.
"Maaf Wingsang, Sena sudah mengganggu perjalanannya, kami kira siapa karena semenjak tragedi di Bubat kami disuruh memperketat penjagaan...
Baiklah kalau begitu sekarang silahkan lanjutkan perjalananmu..." penjaga itu mempersilahkan.
Baiklah kalau begitu sekarang silahkan lanjutkan perjalananmu..." penjaga itu mempersilahkan.
"Baik teman, terimakasih..." ucapku sembari melambaikan tangan.
"Hiaa hiaa hiaaa..." kami pun kembali memacu kuda begitu cepatnya meninggalkan kota Trowulan, ibukota Majapahit.
"Hiaa hiaa hiaaa..." kami pun kembali memacu kuda begitu cepatnya meninggalkan kota Trowulan, ibukota Majapahit.
***
"Dari sinilah petualanganku yang sesungguhnya akan segera dimulai, penjelajahan seorang petualang, menjelajahi sejengkal demi sejengkal tanah Jawa dari timur hingga menuju ujung barat, negeri Sunda Galuh...
Dan disetiap jengkalnya akan aku lalui penuh dengan cerita menarik...
Karena aku yakin, perjalanan ini akan terus berjalan..."
Karena aku yakin, perjalanan ini akan terus berjalan..."
============ BERSAMBUNG ============
Untuk kelanjutannya silahkan KLIK DISINI
Episode 4 sampai 7 menceritakan tentang sejarah berdirinya kota-kota di Jawa,
Jika ingin melewati sejarah dan kisah perjalanannya silahkan klik langsung inti cerita di episode 8 KLIK DISINI
Untuk kelanjutannya silahkan KLIK DISINI
Episode 4 sampai 7 menceritakan tentang sejarah berdirinya kota-kota di Jawa,
Jika ingin melewati sejarah dan kisah perjalanannya silahkan klik langsung inti cerita di episode 8 KLIK DISINI