Home » , , , , , » [Cerpen] Tersesat di jaman Majapahit. #1

[Cerpen] Tersesat di jaman Majapahit. #1

Berawal dari pendakian gunung Penanggungan.


Setelah perjananan semalaman menempuh dari kota Pekalongan menuju kota Malang, akhirnya ku langkahkan kaki turun dari kereta api, ini langkah pertamaku menginjakkan kaki di kota Malang. Dan buat teman-temanku yang lain ini juga kali pertamanya menginjakan kaki di kota yang terkenal apelnya ini, kecuali Heru yang sudah terbiasa bertualang ke Jawa Timur dan dia juga termasuk petualang senior.

Kami berempat, Antok, Adit, Heru dan saya sendiri Ferdi. Berencana melakukan pendakian gunung Penanggungan.

Setelah sampai di kota Malang, tujuan pertama kami adalah wisata kulinner, akhirnya kami bergegas mencari penjual bakso di sekitar stasiun.
Semangkok bakso pun siap masuk ke pencernaanku, memberi suasana riuh pada cacing-cacing yang kelaparan.


Setelah dari setasiun Malang dan menikmati wisata kuliner, kamipun bergegas menuju terminal bus untuk tujuan Pandaan. Setelah sampai di Pandaan dilanjutkan naik angkot ke basecamp gunung Penanggungan.


Setelah sampai di pos penanggungan kami istirahat sejenak dan mengurus perizinan mendaki, sementara mereka mengurus aku sendiri lebih memilih santai-santai menikmati pemandangan sekitar.

"Urus-urus gituan itu tugasnya si Heru, aku maah sante-sante aja nikmati pemandangan yang indah ini,,, hmmm..." celetukku dalam hati sambil menghirup nafas dalam-dalam. Di samping basecamp ada batu besar dan di sebelahnya lagi ladang penduduk karena basecamp ini adalah rumah paling ujung dikampung ini, dan dari batu inilah pemandangan lereng Penanggungan dan perkampungan dibawahnya terlihat jelas. 

"ya Tuhan,,, bener-bener luar biasa indah pemandangan ini" ujarku dalam hati.

Setelah perizinan selesai, kamipun bergegas mendaki menyusuri jalan setapak yang cukup lebar.
Pendakian ke puncak dibutuhkan waktu yang tidak begitu lama, sekitar 5 jam pendakian santai.
Setapak demi setapak kakiku melangkah, banyak candi-candi peninggalan masa lampau berserakan disepanjang jalur pendakian.

"Wah, berarti disini dulu termasuk tempat suci untuk pemujaan nih, jadi kebayang kalau  aku hidup di jaman itu, seru kali yaa..." celotehku pada teman-teman.

"Huuussstt...!!! Hati2 kalo ngomong lu Fer...!!!" Saut si Antok ketakutan, karena disini Antok personel paling muda dan paling penakut.


Beberapa kali kami istirahat ditanah lapang dan kembali meneruskan perjalanan jika lelah mulai hilang.
Dan setapak demi setak kami lalui hingga akhirnya sampailah kami di tempat yang dinanti-nanti, puncak gunung Penanggungan.


Saat ini pukul 04.55 kami sampai juga dipuncak gunung Penanggungan, tepat sunrise tiba, saat fajar menyalakan lampu jingganya.

"huuhh,,, beautyfull,,, indah luar biasa" ujarku lirih penuh ketakjuban.
Sementara aku meliat teman-teman yang lain sedang sibuk memotret sana-sini, ada yang meloncat-loncat girang, semua mengekpresikan kegembiraannya.



Kami pun segera menyalakan kompor mini untuk merebus air teh serta membuat kopi.
Ditengah rasa dingin yg menusuk tulang, kami tetap asyik mengobrol bersama.


Tak terasa sudah hampir 2 jam kami asyik menikmati pagi di puncak ini.
Mentari makin belo membuka matanya, teriknya semakin terasa, kamipun bergegas merapikan kembali barang-barang kami,

"woy lama amat kalian pada bebenahnya, pade lelet lu... hahahaaa" ejekku.

"Ternyata kalo agak siangan gini pemandanganya makin keren ya bro...???" ujar Antok.

"Iya dunk, konon dulu raja Majapahit sebelum menentukan ibu kota kerajaan sebagai pusat pemerintahannya, mereka mendaki gunung ini, konon disini mereka memetakan wilayah-wiilayah kekuasaannya" jelas Heru sok sejarawan.

"Ah apa iya Her...???" Tanyaku.

"Waow,,, pantesan, dari sini bener-bener jelas pemandangan dibawahnya" celoteh si Antok.


"Wah apa iya? Jangan-jangan diatas batu ini mereka berdiri...???" Kataku sambil mendekati sebuah batu besar.

"Iya nih ada kaya' bekas telapak kakinya juga..." Adit mengiyakan sambil memegang batu.

"Hah, perasaan tadi pas pertama sampai sini gak ada batu ini...???" Ujar  Heru penuh ketakutan.

"Deeerrr deeerr...!!!" Sontak suasana menjadi tegang, aura mistis makin pekat.

"Ah apa iya Her, tadi kan waktu pertama kita sampai sini kan masih gelap jadi gak keliatan batu ini..." ujarku sambil menenangkan.

"Liat nih, aku naik kesini..." ujarku lagi sembari menaiki batu itu dan berdiri diatasnya.


"Jangaaaannn...!!!!" Teriak si Heri sembari melarang ketakutan.

"Apaan sih lu Her...???" Ejekku.

"Gimana Fer, dari situ keren gak pemandangannya...???" Tanya Antok.

"Woow jelas bangeeett Tok..."

"Dueeerr....!!!" "Haaahh..." aku menjerit ketakutan, aku seperti melihat bayangan kakek-kakek tua berbaju putih, tapi tiba-tiba menghilang.

"Kamu kenapa Fer...???" Tanya Antok ketakutan.

"Haaah,,, haaah,,, haaahh...!!!" Aku menggigil bak kesurupan, sambil memegangi kepalaku.

"Ini hanya ilusi, aku yakin ini hanya ilusi....!!!" Ucapku berulang-ulang sambil lirak-lirik ketakutan.

"Kamu kenapa Fer, kamu kenapa...??? Apa jangan-jangan benar kata Heru...???"  Semua ikutan panik.


"Dueeerr....!!!" Tiba-tiba petir menyambar, membuat suanana kembali tegang, langit yang semula terang tiba-tiba mendung menghitam, kabutpun berduyun-duyun datang, membuat kami semakin panik tak karuan.

"Ayoo kita turun aja...!!!" Ajak Heru.

Karena Heru yang dituakan disini, Kamipun turun mengikuti perintahnya, perjalanan turun agak tergesah-gesah, gerimis rintik-rintik mebuat jalur semakin licin dan basah, ditambah kabut menutupi jarak pandang... suasana makin mencekam saat  kilat terus menyambar-nyambar disegala penjuru, membuat jantungku berdebar tak beraturan...

"Huufft... kenapa suasanya jadi serem begini sih..." gerutu Antok.

Panik tergesah-gesah dan lelahpun menghantui jalanku, aku makin tertinggal dari teman-temanku yang lain, membuat langkahku makin panik sedikit berlarian.

Tiba-tiba,,, "breeeggg...!!!"
"Aaaachh... tolooongg...!!!" aku jatuh kedalam jurang.

"Ferdi.... Ferdi...!!!" teriak teman-temanku.

"Ferdi lu baik-baik ajakan...???" Teriak Heru sambil panik.

Aku tak bisa menjawabnya, aku lemah tubuhku roboh di dasar jurang yang amat dalam, air hujan yg bercampur tanah dan darah melumuri tubuhku, aku terkapar tak berdaya.

"Baik, kalian berdua turun minta bantuan, biar aku disini menunggu pertolongan dan menjaga tempat ini" perintah Heru kepada Adit dan Antok.

Aku mendengarnya sayu-sayu dari dasar jurang, entah apa yang terjadi diatas sana, aku mulai pingsan tak sadarkan diri.

Entah sudah berapa lama aku disini, tapi tiba-tiba aku mendengar teriakan orang memanggilku,

"Ferdi... Ferdi... Ferdi..."
Aku melihat orang-orang berbaju orange, 

"yaa itu pasti team SAR" kata hatiku.

Mereka mencariku, aku melihat sayu-sayu mereka bolak-balik memanggilku, padahal aku berada tidak jauh darinya.

Aku berteriak sekuat tenaga memanggil mereka, "tolooongg,,, aku disini...!!!" panggilku serak tanpa keluar suara.

Tapi mereka tidak mendengar sama sekali. Tubuhku makin lemah, nafasku seakan mau lepas.
"Duk,,,, duk,,, duk,,," detak jantungku makin lambat, telingaku berdenging keras, pandanganku mulai memutih semua, aku tidak bisa melihat apa-apa, aku merasakan rohku terbang melayang...

Aku merasakan begitu jauh rohku melayang, begitu damai jiwaku terbang, ringan serasa beban di pundakku, mungkin ini perjalananku ke alam akhirat...???


"Hey anak muda, bangunlah..!!!" Tiba-tiba sesosok bayangan putih menghertak lelapku, jangtungku kembali berdetak, bahkan sangat cepat iramanya... Nafasku kembali terhembus dengan tersengal-sengal.

"Bangunlah nak, sudah saatnya kamu bangun dari lelapmu...!!!" Suara itu makin nyata, sosok putih itu makin jelas.

"Inikah yang disebut malaikat...???" Tanyaku dalam hati.

Aku mencoba bangun dari pembaringanku, aku mencoba duduk dan bersandar pada dinding batu.
"Aaahhh,,, aku dimana ini, apa aku sudah mati...???" Dengan suara lemah aku beranikan bertanya pada kakek tua itu.

"Belum nak, kamu masih ada di dunia yang sama,,, kamu hanya pingsan sejenak untuk melepas beban-beban di pikiranmu, mulai saat ini kamu akan menemukan duniamu yang baru" ucap kakek itu dengan penuh bijaksana.

Dari kegelapan goa, beliau mendekat, nampaklah sosoknya yang tua renta, wajahnya yang keriput dan berjenggot, kumis dan rambutnya yang sudah putih sempurna, hidungnya yang mancung seakan mengisaratkan beliau dari keturunan daratan India, sikapnya yang tenang menunjukan bahwa beliau pasti seorang pertapa.

"Huuh aneh sekali nih kakek-kakek, jaman modern gini masih bertapa aja di goa yang berada dilereng gunung" bisikku dalam hati penuh keheranan.

"Bertapa adalah salah satu cara untuk nemenukan ketenangan batin yang hakiki nak" jawab kakek itu.

Seketika aku kaget,
"loh,,, kakek ini bisa mendengarkan apa kata hatiku" dengan penuh keheranan aku beranikan bertanya pada beliau.

"maaf kek, kakek ini siapa? Dari mana kakek berasal?" Tanyaku sembari terbata-bata.

"Aku adalah mpu Sasora, aku ada disini memang untuk semedi, aku sudah disini jauh sebelum kamu lahir nak,,, dan suatu saat kamu akan tau siapa aku yang sesungguhnya..." jawabnya tenang penuh kelembutan.

Aku yakin kakek ini bukan orang biasa, tidak mungkin tinggal didalam goa begitu lamanya tanpa ada persediaan makanan. "Sungguh luar biasa..." gumamku dalam hati.

"Biasa atau luar biasa itu tergantung dari diri kita sendiri nak, jika kamu melakukan segala sesuatu penuh keyakinan, maka kamu akan mampu merubah yang tidak mungkin menjadi mungkin..." jelas mpu Sasora penuh makna dengan bijaksana.

Aneh sekali memang, beliau tau semua tentang kata-kata dalam hatiku, seakan beliau tau semua tentang diriku.

"Nak Ferdi, sekarang saatnya kamu turun gunung, untuk menjalani hari-harimu yang baru...!!!" Seru mpu Sasora.

"Kek, bagaimana kakek tau namaku Ferdi...???" Tanyaku lagi.

"Aku tau semua tentang yang kamu tau, bahkan semua yang belum kamu ketauhi...!!! Dan mulai sekarang namamu aku ganti Jaka Sasena, nama itu sangat baik untukmu nak" tegas kakek mpu Sasora.

"Baik kek aku mengerti, makasih atas nama barunya" akupun mengiyakan.

"Jadi tunggu apa lagi nak, segeralah turun, melangkahlah diduniamu yang baru" perintah mpu Sasora.

"Baik kek, aku akan pergi,,, terimakasih atas semuannya, aku pamit kek" jawabku sembari berkemas meninggalkan goa.


"Alhamdulillah... akhirnya aku bisa menghirup udara segar lagi, udara pegunungan yang dingin menyejukan jiwaku..." aku melangkah dengan semangatnya menyusuri jalan turun.

Entah berapa lama aku tak sadarkan diri, entah berapa lama aku berbaring tak berdaya, tapi yang pasti aku tak merasakan apapun sakit setelah jatuh dari jurang, tak ada bekas luka sekalipun, ini semua seperti mimpi.
Ini memang janggal tapi inilah yang aku rasakan sekarang.

"Ah aku tak peduli, yang penting aku bisa pulang dengan selamat" Ujarku dalam hati sambil berjalan menyusuri jalan setapak penuh suka cita.

Tapi makin jauh aku melangkah makin aneh jalan yang aku lewati, tidak seperti apa yang aku lewati kemaren pas mendaki ke puncak.
Hutan nampak lebih lebat, bahkan sepanjang jalur tak ada sampah plastik sekalipun, karena biasanya sampah plastik mengindikasikan jalur itu sering dilewati orang, karena banyak pendaki yang tidak peduli lingkungan.
Dengan hati penuh tanda tanya aku tetap berjalan nenyusuri jalan setapak, tapi setelah aku sampai di kaki gunung tak ada ladang penduduk seperti waktu mendaki, semua hamparan hanyalah hutan misterius.


"Kenapa ini...??? Bukannya kemaren disini adalah ladang penduduk...??? Kok sekarang hutan...???" Hatiku terus bertanya-tanya sambil terus melangkah.

Dari tadi aku juga gak pernah berpapasan dengan pendaki lain, biasanya jika naik atau turun pasti banyak berpapasan dengan pendaki-pendaki lainnya.

Keanehan makin makin nyata saat aku sampai di sebuah batu besar, 
"Looohh,,, bukannya disamping batu besar ini seharusnya rumah pak kades, sekaligus sebagai basecamp para pendaki...??? Kok ini cuma pepohonan semua, bahkan disekitar sini gak ada rumah satupun...??? Aku ingat betul kemarin aku duduk di batu ini... Tapi kok...???" Ujarku dalam hati, penuh keheranan sembari tengak-tengok sekeliling.

Dan aku pun berdiri di batu itu, nampak pemandangan yang sebelumnya kampung dan kota-kota dibawah kejauhan sana nampak berubah hutan semua, aku masih tak habis pikir ini bisa terjadi.


"Deerr" seperti ada petir menyambar-nyambar, suasana mistis menebar disekitarku lagi. Segera tubuhku menggigil bulu kuduku berdiri seketika.
"Ada apa ini...??? Apa yang telah terjadi disini...???"

Dengan tergesah-gesah aku terus berjalan mengikuti jalan setapak meninggalkan tempat ini, aku panik harus kemana menuju jalan pulang, aku tak tau aku sedang ada dimana...???

"Yaaa Allah,,, aku kangen ayah ibuku, aku kangen rumah, aku kangen semuanya tentang duniaku yang dulu..." tangis batinku sembari terus berjalan dengan tergesah-gesah, sesekali berlari dengan muka pucat pasi.

Sampailah aku dipersimpangan jalan yang agak besar, "Tidaaakkk...!!!" Aku berteriak sekencang-kencangnya.

"Aku ingat betul, seharusnya ini pertigaan besar, jalan penghubung menuju kota Surabaya, tapi kenapa sekarang berubah menjadi jalan berbatu seperti ini...???" Hatiku terus bertanya-tanya.

Tanpa daya aku rebahkan tubuhku disebuah batu dipinggir jalan, aku tak bisa berfikir apa-apa lagi. Bajuku sudah basah bermandi keringat.

Tak lama berselang, sebuah pedati dengan sapi sebagai penariknya nampak dari kejauhan melewati jalan ini, saat mulai mendekat aku pun langsung menyetop dan gerobak itupun berhenti.

"nyuwun sewu, njenengan niku bade ten pundi dek..???" Tanya bapak-bapak yang menunggang pedati.

Walaupun aku orang asli jawa, tapi bahasa itu teramat asing bagiku. (seterusnya ditranslit ke bahasa Indonesia)
"Maaf pak saya mau ke kota Malang" jawabku.
"Ooo sampean mau ke Malangkucecwara thoo... Sejak Kerajaan Singosari runtuh keramaian kota sekarang pindah ke kota Trowulan nak... disana berdiri sebuah kerajaan yang maha besar yang kekuasaannya sampai ke negeri seberang, bahkan mencakup kesatuan dari kepulauan nusantara" jawab kakek itu menjelaskan tentang keadaan sekarang, dimana dengan bangganya penduduk sini atas kejayaan Majapahit.
Dan baru aku sadari kalau dijaman ini kota Malang dengan nama Malangkucecwara. Dan Trowulan adalah ibu kota paling ramai sekarang.

"Baik pak tolong antar aku ke Trowulan, aku ingin kesana" jawabku dengan pasrah, karena aku penasaran dengan kota paling ramai di tanah Jawa ini.

Makin yakinlah aku, bahwa aku telah tersesat ke dimensi waktu yang jauh sebelumnya, yakni dimensi jaman kerajaan Majapahit.
Rasa sedih, gundah, kangen pulang itulah yang aku rasakan saat ini, tapi inilah yang terjadi, aku hanya bisa pasrah mengikuti pedati yang berjalan pelan tapi pasti...


Aku melihat kiri kanan jalan yang dipenuhi pepohonan hutan yang sesekali persawahan, bahkan kadang rumah-rumah penduduk yang masih jarang, bahkan nampak candi-candi sebagai tempat persembahan. Aku juga melihat patung seseorang dengan perawakan tinggi besar, akupun bertanya, "pak itu patung apa....????" Tanyaku.

"Itu patung Patih Gajah Mada nak, seorang patih yang disegani dibumi Nusantara ini..." jelas pak Suroso.


Aku merasa aku sedang dinegeri yang asing, yang benar-benar tak pernah terbayangkan sebelumnya. Perjalanan ini sungguh menyiksa batinku, air mataku tak terasa menetes, bersama tubuhku yg lemah tergoyang pedati yang melewati jalan bebatuan.
Pikiranku melayang entah kemana, aku takut, aku ingin pulang ketemu ayah ibuku, aku benar-benar sedih tiada terkira, bahkan aku belum percaya kalau saat ini aku berada di jaman yang sudah lama berlalu. Jaman dimana nenek moyangku berasal, kejayaan Majapahit.

Entah berapa lama perjalanan ini, bahkan aku sampai tertidur walau pedati terus berjalan. Sering kali Pak Suroso bapak si pemilik pedati ini memberiku makanan, aku merasakan kebaikannya sungguh besar.

Tiba-tiba saat aku tertidur pulas, aku dibangunkan oleh pak Suroso.

"Bagun nak, kita sudah sampai di gerbang kota Trowulan" jelas pa Suroso membangunkanku dengan tangannya yg menepuk-nepuk punggungku.

"Aaahh,,, rasanya masih mengantuk sekali..." gumamku dalam hati sembari menguap dan meregangkan badanku.

Mata masih terasa berat untuk ku buka, mungkin karena lelah perjalanan kemaren, atau mungkin karena perjalanan pedati ini yang lamban dan bergoyang membuat makin pulas tidurku.

Tapi saat ku buka mata,
"cliiing..." "waow,,, indah sekali pagi ini..."
Mataku sekeketika terbelalak, melihat keindahan bumi Majapahit.


"Waaahh,,, apa benar ini Trowulan ibu kota Majapahit pak Suroso...???" Tanyaku pada pak suroso dengan hati berbunga-bunga.

"Iya benar nak, ini kota Majapahit..." jawab pak Suroso menjelaskan.

"Setelah nanti berjalan masuk lewat gapuro itu, disana ada istana kerajaan yang sungguh megah" lanjutnya.


"Baik pak Suroso, makasih banyak atas tumpangannya dan penjelasannya selama ini, maaf ini ada sedikit uang dan barang-barang yang aku punya alakadarnya sebagai imbalan buat bapak yang sudah menolong aku sampai disini" jawabku sembari memberi uang dan beberapa barang yang aku miliki.

"Waah uang mana nih Nak, kok saya baru melihatnya? Kisanak ini dari negeri mana...???" Tanya pak Suroso penuh keheranan.

"Aku dari jauh dinegeri seberang sana, uang itu jika ditukar akan mahal sekali dan barang-barang itu juga mungkin akan berguna buat pak Suroso dirumah" jawabku penuh antusias.

"Baik nak, makasih banyak semoga hidupmu penuh keberkahan" kata pak Suroso dengan penuh do'a.

"Amin,,, sama-sama pak makasih, senang bertemu dengan bapak..." jawabku sembali melangkah menuju gapuro yg megah itu.


Langkahku penuh semangat memasuki gapuro besar yang terbuat dari batu bata, ini membuktikan seni arsitektur saat ini telah mengenal bangunan bata, jika dibanding dengan kerajaan-kerajaan terdahulu yang masih menggunakan batu untuk candi-candi atau gapuro.

Sembari jalan kepalaku tak henti-henti tengok kanan tengok kiri, jiwa petualanganku kembali tergugah, sekejap lupa akan jalan pulang.

"Ini lah maksud Tuhan mengirimku ke jaman ini, dimana aku bisa memuaskan hasrat petialanganku" celetukku dalam hati seakan lupa rasa ingin pulang.

Banyak disini lalu-lalang penduduk pribumi maupun pedagang dari luar daerah, ramai memang disini.
Aku berjalan dengan senangnya seakan aku orang yang paling keren disini, dan semua orangpun  memandangiku penuh heran, mungkin pakaianku yang sangat berbeda dengan mereka, mungkin karena tas rangsel yang ada di punggungku ini, mungkin juga wajahku yang ganteng dan perawakanku yg putih tinggi atletis, entah apapun alasan mereka yang penting aku merasa bahagia bisa berpetualang sejauh ini.


Tapi saat aku sampai di gerbang besar ini, tiba-tiba ada beberapa prajurit datang menghampiriku, membuat seketika langkahku berhenti, jatungku dak dik duk tak karuan, leherku ditodong dengan tombak,

"berhenti...!!!" Gertak salah satu prajurit. 

"Siapa kamu dan darimana asalmu...!!!"
Tiba-tiba prajurit yang lain mengkerangkeng tanganku dengan tali dan tanpa bertanya lagi aku diseret masuk, entah aku mau dibawa kemana aku tidak tahu.

Aku hanya bisa berteriak-teriak minta tolong untuk dilepaskan.
"Tolooong...!!! Lepaskan aku...!!! Aku bisa jelaskan ini...!!!" Teriakku meronta.

Tapi entah aku mau dibawa kemana aku hanya bisa pasrah, semua orang memandangiku penuh keheranan.
Akupun makin panik, pikiranku melayang entah kemana penuh tanda tanya. Aku terus teriak meronta,

"Tolooongg...!!! Lepaskan aku...!!! Tolooong...!!! Tidaaakk...!!! Ini pasti salah paham...!!!"

============ BERSAMBUNG ============

Untuk episode berikutnya klik disini


Thanks for reading & sharing Ahmad Pajali Binzah

Previous
« Prev Post

0 comments:

Post a Comment

recent posts