[Cerpen] Edelweis di pos 3


Semua orang pasti tak akan menduga bahwa edelweis di pos 3 itu akan menyadarkan kita semua, akan arti pentingnya sebuah upaya pelestarian alam.

***

Jalur pendakian gunung Gede-Pangrango disetiap weekend pasti selalu ramai oleh para pendaki yang ingin melepas penat dari rutinitas kesehariannya.

Tak terkecuali hari ini, saat matahari sedang belo-belonya memancarkan terik sinarnya, namun siang itu pacarannya tak mampu menembus perisai lebatnya kanopi yang menyelimuti seluruh tubuh Gede-Pangrango.
Dibawah perisai itu nampak para pecandu ketinggian sedang merayap menyusuri jalur setapak untuk sebuah pemuas hasrat pengembaraannya.

Tepat di pos 3 nampak seorang pendaki cilik berteriak-teriak pada ayahnya penuh suka cita.
"Horee... puncak, puncak, puncak...
Sebentar lagi sampai puncak...!!!" Teriak Cika, anak umur 7 tahun sembari berlari berputar-putar mengelilingi ayahnya.
Teriakannya seketika memecah kesunyian, menggugah para jiwa-jiwa kelelahan yang sedang bersandar pada sebatang pohon-pohon besar disekitar tanah datar di pos 3.

Sontak sang ayah terkejut,
"Cika sayang, perjalanan kita masih jauh...
Saat ini kita baru sampai pos 3, jadi yang sabar yaa sayang..." bujuk sang ayah menundukan tubuhnya sambil mengelus rambut Cika.
"Aaahh si adek berisik aja nih, kak Ical mau istirahat tau..." ucap sang kakak sewot sembari bersandar pada tembok bangunan pos 3 itu.

"Tapi Yah, waktu kita ke gunung Papandayan, Ayah kan pernah bilang kalo kita sudah mencium harum edelweis, itu menandakan kita sudah hampir sampai di puncak Yah...???" Ucap Cika polos dengan mata menatap raut muka sang ayah yang makin terheran dibuatnya.

"Itu kan gunung Papandayan dek, jalurnya gak sejauh di gunung ini..." lagi-lagi sang kakak menimpali dengan nada gujih.

Sang ayah tetap tenang, sambil berjongkok dihadapan buah hatinya yang sangat ia sayangi. Dengan sesekali membelai rambut Cika.
"Iyaa sayang, nanti kalo kita sudah mendekati puncak, kita akan di sambut harum semerbak bunga ketinggian itu...
Mata kita akan disuguhi pemandangan yang sangat indah, disana terhampar bunga-bunga suci nan abadi, bunga edelweis namanya, bunga yang mampu menghapus lelah para jiwa-jiwa yang kelelahan setelah lama perjalanan..." jelas sang ayah dengan nada mendayu. Dan sang ibu tetap diam disamping sang ayah dengan senyumnya yang ramah.

"Bukankah disini kita sudah merasakan itu Yah...???" Ucap Cika polos.

Nampak kedua orang tuanya makin heran, terlihat jelas kerutan-kerutan di kening, matanya menyempit dengan kaca mata yang melingkari matanya. Menambah kesan heran di wajah sang ayah.

"Apa maksudmu nak...???" ucap sang ayah dengan tangan yang menempel di pipi Cika

"Lihat Yah,,, disana sudah ada bunga itu..." ucap Cika dengan jarinya yang menunjuk ke arah bangku yang terbuat dari beton, yang ada disamping kanan pos 3 itu.

Ya, diatas bangku itu telah tergeletak seikat bunga edelweis yang telah merekah.
Sepontan semua pendaki yang ada disana langsung mendekat,
"Gila' kelakuan siapa nih, berani-beraninya memetik bunga yang langka ini, gak tau etika..." ucap salah satu pendaki.
"Ini bukan pecinta alam namanya, ini perusak alam...!!!" Celetuk pendaki lain.

Seketika suasana menjadi riuh redam, puluhan pendaki mengerubuti dengan cacian-cacian kasarnya.

Yang bikin suasana makin panas, saat ada dua orang pendaki yang mendekat dan melontarkan kata-kata kotor, menghujat sipemetik edelweis, tetapi setelah itu mereka malah langsung menghilang berjalan menuruni jalur.

Sontak Ical sang kakak langsung menuduh dua pendaki itu,
"Ini pasti pekerjaan dua pendaki tadi, kita semua kan baru mau naik, sementara dia sudah berjalan turun..." ucap Ical sambil menunjuk arah jalur turun, yang diiyakan oleh semua pendaki yang ada disana.
Suasana makin tegang, kabut yang datang tak mampu mendinginkan suasana.
Sang ayah mencoba menepuk pundak Ical agar tidak berpikiran negatif pada seseorang yang belum tentu kebenarannya.

Dalam suasana yang semakin kacau, tiba-tiba sang adik berteriak ditengah kerumunan.
"Lihat Yah ada surat di tembok itu..." ucap Cika sembari menunjuk secarik kertas yang sengaja ditempel oleh seseorang.

Setelah sang ayah mengambil, mereka pun bersama-sama membaca surat itu.

****

Untuk siapa pun yang menemukan bunga ini.

Mungkin kalian akan menganggapku sibodoh yang tak tau aturan...
Mungkin kalian akan menghujatku dengan makian kata-kata kotor tak beraturan...
Tapi apapun itu aku akan terima, karena ini mutlak dari kesalahanku...

Aku melakukan pendakian ini salah satu tujuanku memang memetik bunga abadi ini, karena aku ingin membuktikan pada seseorang yang aku sayangi, bahwa cintaku suci dan akan abadi seperti bunga edelweis ini...

Walaupun aku tau, tindakan ini tercela...
Bahkan hati kecilku selalu berontak akan tindakanku ini...

Tepat sedetik setelah memetik bunga ini, batinku terbebani rasa bersalah yang teramat dalam...
Satu langkah meninggalkan pohon itu, beban di pundakku terasa semakin berat...

Tapi demi membuktikan rasa cintaku pada sang pujaan hati, aku tetap semangat untuk melangkah walaupun beban itu makin terasa barat...

Hingga disini  di pos 3, aku tak mampu lagi melangkah, tulang belulangku terasa lunglai, nafas yang kuhirup terasa sesak di dada, dan seikat bunga edelweis ini yang membuat beban dipikiranku makin membebani...

Dan di pos 3 inilah aku sadar, bahwa untuk membuktikan ketulusan cinta tak harus mengorbankan kecintaanku pada alam semesta...

Sekali lagi maaf beribu maaf...
Bagi yang menemukan bunga ini, tolong kembalikan pada pohonnya semula,
Pohon itu berada di baris ketiga tepat setelah memasuki Surya Kencana, Pohon itu paling besar diantara yang pohon lainnya, bunganya lebih rimbun dan ranting-rantingnya menjurus ke segala sisinya...
Dan bunga ini aku petik dari ranting disebelah barat daya dari pohon itu...
Tolong ikatkan kembali bunga ini pada ranting itu...
Agar hatiku kembali tenang dari rasa bersalah yang selalu menghantam...

Dan sebelumnya terimakasih atas kebaikannya...


Gede-Pangrango 27 mei 2015

                      Ttd
          PENDAKI BODOH



****

"Lihat lah nak, betapa telah menyesalnya orang yang memetik bunga ini, jadi tak perlu kita menghujatnya mereka akan sadar dengan sendirinya...
Karena biasanya, orang-orang yang memetik bunga ini, bukan karena mereka sengaja berbuat jahat, tetapi biasanya mereka adalah orang-orang yang belum mampu mencapai pendewasaan dalam menghayati kecintaannya pada alam yang indah ini...
Sudah sepantasnya kita sebagai individu-individu yang telah mengerti akan kelestarian alam, saling mengingatkan kepada mereka yang masih dangkal dalam pemikirannya tentang alam...
Dengan ajakan-ajakan yang baik, dengan teguran-teguran yang halus saat kita melihat langsung seseorang yang sedang melukai alam yang kita cinta ini, akan jauh lebih menyentuh dan membuka hatinya dari pada kita harus menghujat dan memakinya...
Karena sekeras apaun kita menghujat, jika tanpa kesadaran dari hatinya sendiri, maka tak akan berpengaruh apapun baginya...
Yang ada mereka akan main kucing-kucingan dengan kita atau petugas-petugas penjaga hutan..." ucap sang ayah sembari mengucap rambut anaknya.

"Baik Yah, aku ngerti..." ucap Ical sembari menundukan kepala.

"Oiya satu lagi, lihat ini...!!! dalam surat ini tertulis tanggal 27 mei, ini menandakan bahwa surat ini ditulis tiga hari yang lalu, ini berarti tidak mungkin dua pendaki yang kamu tuduh itu pelakunya...
Jadi mulai sekarang jangan negatif thinking dulu pada seseorang sebelum kita mempunyai bukti yang jelas..." ucap sang ayah menjelaskan.

"Iya Ayah, aku paham, maafin Ical yaa..." ucap Ical penuh sesal.

"Baiklah, mari lanjutkan lagi perjalanan kita dan kembalikan bunga ini pada pohonnya, sebagai simbolis bahwa kita peduli pada alam ini..." ajak sang ayah sembari berdiri dan siap-siap melanjutkan perjalanan.

Akhirnya mereka melanjutkan perjalanannya, dengan satu pembelajaran baru tentang arti pemahaman dari nilai sebuah pendakian itu sendiri.
Dan semoga kelak generasi-generasi kita berikutnya adalah generasi-generasi yang peduli, generasi yang lebih peka terhadap kelestarian alam negeri ini.
Semoga saja, Amin...


================SEKIAN===============

Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada nama atau peristiwa kejadian yang sama, itu hanya kebetulan belaka...

By: Ahmad Pajali Binzah

=====================================



Thanks for reading & sharing Ahmad Pajali Binzah

Previous
« Prev Post

7 comments:

  1. Nice story guys... :)

    ReplyDelete
  2. menyentuh banget ceritanya, lumayan bikin netes air mata dikantor,

    good story :)

    ReplyDelete
  3. Akang ahmad ni tinggl dimana ya? kuliahnya jurusan apa kok kyknya "ehem" bgt ceritanya haha .. ane dlu cobak2 nulis udah nyerah karena kreativitas ane mudah buntu :")

    ReplyDelete
  4. Kuliah jurusan mendaki gunung, hahahaa...
    Yaa kadang ane jg merasa buntu, cuma kalo liat sesuatu atau ada waktu luang buat berhayal, jadi kepikiran buat nulis aja... hehhee...
    Cuma ane lebih suka eksplor tentang petualangan... :D

    ReplyDelete

recent posts