Home » , , , » [Cerpen] Jangan Rebut Aku Dari Istriku

[Cerpen] Jangan Rebut Aku Dari Istriku

Tema: Cinta Dalam Kasta


"Hei, perkenalkan namaku Irawan" kenalku.
"Namaku Esti..." ia menyebut namanya dengan senyum manis menghiasi wajahnya.
Perkenalan disuatu kantin sekolah 12 tahun yang lalu, waktu aku kelas 2 SMP dan dia termasuk murid baru.

Moment perkenalan yang sungguh singkat, tetapi teramat berarti dalam sejarah kehidupan cintaku, bahkan sampai saat ini masih dapat kuingat jelas detail-detail tentang perkenalan itu.

Dan setelah itu hari-hariku diliputi rasa penasaran tentang Esti, aku sungguh ingin mengenal lebih dekat dengannya, aku sering titip salam jika ketemu temannya, aku selalu mencari tahu tentangnya dan semua informasi yang aku dapat bagaikan oasis di padang gurun.

"Kamu suka sama Esti Wan...??? Emang kamu gak tau kalo Esti itu udah punya pacar, ketua osis lagi..." jelas temenku.
Aku tak bisa berucap apa-apa lagi, setelah mendengar penjelasan temanku Adit.
"Pantesan selama ini dia menjauh jika aku dekati..." kata hatiku lirih.

"Oiya Wan, lagian Esti itu anaknya gitu sii, seleranya tinggi, dia juga masuk dikelas favorit, temen-temen cowoknya banyak, jadi mending kamu cari yang lain aja deh" jelasnya lagi.
"Iya Dit, aku ngerti kok, tapi kalo soal hati kan susah..." jawabku.
"Aah kata siapa, ntar kalo udah kenal yang lain juga lupa tuh sama yang namanya Esti..." celetuk Adit sambil senyum bercanda.

Hari-hari aku lalui penuh perjuangan meraih cintanya Esti, berbagai cara aku coba, tetap Esti menjauh bak bintang yang tinggi disana.
Dan yang paling menyakitkan, setiap aku curhat sama temen, lagi-lagi jawabnya sama, "lupakan Esti, dia tak mungkin menjadi milikmu..."
Seakan semua temenku mengiangatkanku agar aku tahu diri, gak mungkin aku bisa meraih Esti.
Perih, hancur, putus asa semua menjadi satu munghujam hidupku, laki-laki cupu dengan khayalannya yang tinggi. Memiliki gadis secantik Esti. Tapi apapun itu, aku tetep yakin dengan kata hatiku, cinta itu harus diperjuangkan, karena cinta bukan hanya milik orang-orang keren yang punya segalanya, karena aku tetap yakin cinta adalah hak asasi setiap manusia.

Tapi bagaimana pun juga dunia tetap dunia, kasta tetap ada, sampai detik ini pun Esti tak dapat ku raih, sementara saat ini aku sudah lulus dan harus angkat kaki dari sekolah ini, dan yang paling sedihnya aku harus meninggalkan gadis pujaanku, Esti.

Dan setelah lulus sekolah, aku harus melanjutkan SMA di Magelang karena pekerjaan ayahku yang memaksa kami sekeluarga harus hijrah ke kota yang sebelumnya belum pernah ku datangi.
Di kota Magelang inilah, aku makin mengerti arti dari sebuah kerinduan, kerinduan yang besar kepada seseorang yang tak pernah merindukan aku.

***

Di sekolahku yang baru aku menemukan teman baru, namanya Tedi tapi sering dipanggil Tohak, dia adalah teman yang baik yang bisa mengerti aku, mungkin karena kami sama-sama cupu dan mempunyai jiwa yang sama.
Dan darinya lah aku belajar banyak tentang cinta, karena dia termasuk cowok playboy walau aku tau semua pacar dan mantannya selevel pembantu komplek-komplek sebelah, alias playboy cap kampung hahahaa.. "Astaghfirullah, lagi-lagi aku kastaisme padahal aku sendiri orang yang selalu menentang pengkastaan dalam cinta, karena cinta adalah hak asasi..." celotehku dalam hati.
"Lagian bagaimanapun juga dia tetap lebih hebat dariku karena dia sudah sering merasakan mencintai dan dicintai dari pada aku ini yang tetap bertahan dengan cinta pertamanya walaupun tak pernah terbalas..." lanjutku lagi dalam hati.

Banyak strategi-strategi menggait cinta yang diajarkan Tohak, kadang dia menyarankan untuk menemuinya lagi. "Wan, untuk meraih cinta pujaan hati, kita kudu bisa buktikan perjuangan kita, walau harus jauh-jauh mendatanginya setidaknya agar dia tau pengorbananmu, dan mungkin saja dia bisa terkesima atas perjuanganmu..." ujarnya sok menjadi pujangga cinta.
"Iyaa juga yaa...???" Jawabku lirih sambil memanggut-manggutkan kepala.

Untuk mengikuti saran Tohak, sesekali aku mencoba datang jauh-jauh menemui Esti, dan setiap aku menghubunginya dia tetep saja selalu menghindar, "maaf Wan, aku gak bisa nemui kamu, aku banyak tugas..." itu jawabannya setiap aku menelpon nya. Padahal aku sudah ada di depan sekolahannya, tapi lagi-lagi aku melihat cewek idamanku itu pulang sekolah diantar cowok lain yang kebih keren dan tentunya anak orang kaya.
"Wan Wan, gimana kamu bisa boncengin dia, wong motormu aja butut gitu..." gerutu ku dalam hati.

Untuk kesekian kalinya aku kecewa.
Dan strategi dari Tohak tetap gak mempan.
"Yah gak papalah, setidaknya kamu sudah mencoba Wan..." ujar Tohak menenangkan.
"Tapi jangan putus asa, aku yakin suatu saat pasti ada kesempatan..." tambahnya lagi...

Yaa dari Tohak lah aku mengenal arti persahabatan, arti perjuangan bahkan arti keikhlasan dalam menjalani hidup. Dan darinyalah aku mengenal naik gunung, karena dia sering mengajak naik gunung.

"Wan, mulai sekarang kita harus coba realistis, kalo memang kamu enggan membuka hatimu untuk cewek lain, coba deh untuk menghibur hati dengan menyibukan diri..." nasehatnya sok bijak sana.

"Iya Hak, aku ngerti,,, mulai sekarang aku berusaha melupakan Esti, tapi aku belum ingin mengenal cewek lain, aku ingin bertahan dengan cinta pertamaku, entah sampai kapan..." curhatku.

"Oke, untuk itu gak ada salahnya kita naik gunung... karena di puncaknya kamu bisa teriak sekenceng-kencengnya, mungin itu bisa membuat hatimu terasa lebih plong..." rayunya menggebu-gebu.

Dari sinilah aku mulai tertarik dengan mendaki gunung, karena dengan mendaki gunung, aku menemukan kepuasan hati, menemukan arti persahabatan dan kekompakan, aku juga menemukan ketenangan jiwa, bahkan menemukan cinta yang baru yaitu cinta kepada alam negeriku, Indonesia raya.

Tapi apapun itu alasan utama aku mendaki adalah Esti, karena dia lah aku semangat menggapai puncak, ejaan namanya lah yang selalu aku ukir di pasir-pasir ketinggian, lafat namanya lah yang selalu aku teriakkan setelah aku lafatkan Allahu Akbar, karena namanyalah yang selalu aku ucapkan untuk membangkitkan semangatku disaat fisik mulai ngedrop, dan bayangan wajahnya yang selalu aku lamunkan saat-saat malam di lereng pegunungan. Esti, Esti, Esti... nama yang gak mungkin bisa aku lupakan.

***

Akhirnya 3 tahun telah berlalu, aku harus meninggalkan Tohak teman sejatiku, karena aku mendapat bea siswa untuk meneruskan kuliah di Bandung, sedih memang tapi inilah yang harus aku jalani untuk meraih masa depanku.
"Aku bangga pernah mengenalmu sob, jangan pernah lupain aku, karena aku juga gak akan nglupain kamu..." ujarku disaat detik-detik perpisahan.
"Gak mungkin Wan, kamu satu-satunya teman terbaikku..." ucapnya sambil memelukku.
Tak lama berselang tiba-tiba bus yang pesan tiketnya sudah datang, "oke Hak, bus nya sudah datang, aku masuk dulu yaa, jangan lupa selalu ngasih kabar...." ucapku.
"Pasti, hati-hati dijalan yaa..." ucapan sembari melambaikan tangan.

Hari-hariku di Bandung aku lalui dengan kesepian, aku tetap merindukan sosok Tohak yang selalu mengerti aku.
Untuk mengisi kegiatan dan menyalurkan hobi lamaku, aku masuk di organisasi pecinta alam di kampusku, akupun masih sering mendaki gunung, yang sesungguhnya hanya satu alasan mengapa aku tetap mendaki, melupakan Esti. Yaah lagi-lagi Esti, nama itu selalu aku bawa-bawa kemanapun aku pergi.

***

Satu tahun telah berlalu, dan disuatu hari aku terkejut luar biasa, "Esti...???" Ucap bibirku lirih sambil memandang sosok gadis yang sudah tak asing lagi.
"Esti...!!!" aku mencoba memanggil.
Dan alangkah senangnya aku, ternyata gadis itu menengok.
"Irawan...???" Jawabnya penuh heran.
"Kamu kuliah disini Wan...???" Tambahnya lagi.
"iii iiyaa... Est..." jawabku grogi 
"Aku udah semester 2, udah setahun lebih disini..." tambahku.
"Iyaa aku baru 2 bulan disini... enak yaa disini..." Diapun mulai mengajak ngobrol.
Kamipun nampak akrab asyik mengobrol, aku sangat bahagia saat ini, ini bagai mimpi disiang bolong. Rasanya masih tak percaya bisa bertemu dengannya lagi setelah sekian lama aku mencoba melupakan.

Tapi saat kami asyik mengobrol tiba-tiba "sayang..." panggil seseorang sambil melambaikan tangannya keraah Esti.
Setelah mendekat Esti langsung menggandengnya "perkenalkan Wan, ini pacarku yang baru..." Esti mencoba memperkenalkan dengan wajah senyumnya yang khas.

"dueerrr...!!!" lagi-lagi hatiku harus hancur setelah berbunga-bunga sebentar, seakan air mataku mau menetes tapi aku berusaha membuat tembok bendungan sekokoh-kokohnya, rasanya aku mau pingsan tapi aku berusaha membuat penyangga sekuat-kuatnya, rasanya aku mau teriak sekeras-kerasnya tapi aku langsung menjahit bibirku serapat-rapatnya. Hatiku bener-bener hancur berantakan.

Yaa inilah kehidupan, kasta tetap ada, tidak mungkin gadis secantik dia bersanding denganku yang hina ini. Dan aku mulai sadar akan semua ini, aku tidak mungkin mempertahankan kekosongan dalam hatiku lebih lama, aku harus membuka pintu hatiku untuk cinta yang baru, seseorang yang bisa dengan tulus mencintai aku.

Irma, gadis sederhana yang selama ini menghiburku, menemani hari-hariku, membantuku dari tugas-tugas kuliah, tak kusadari diialah yang bisa mengisi hatiku, aku harus mencoba mencintainya.

Terkadang pengalaman hidup mengajarkan kita menjadi lebih dewasa, menyadarkan kita akan satu hal,
Mungkin saking eratnya kita mengejar seseorang, hingga kita lupa ada seseorang dibelakang kita yang selalu memeluk erat dengan cintanya.

***

"Paah bangun paah, udah siang nih, kan papah harus kekantor lebih pagi, hari ini kan hari pertama papah duduk di jabatan baru..." ucap Irma membangunkan aku dari tidur pulasku.

Yaa, tak terasa sudah 3 tahun kami menjalani mahligai pernikahan, hidupku lebih berarti dan aku merasa semakin sempurna semenjak kehadiran simungil Dava yang baru berusia 1 tahun.

Hari ini hari pertamaku memasuki ruangan kantor yang baru, setelah 3 tahun mengabdi pada perusahaan ini, aku naik jabatan diposisi strategis, ini adalah peningkatan karir yang luar biasa untukku.

Disuatu hari saat aku sedang berada di kantin kantor untuk makan siang, tiba-tiba ada yang memanggilku
"Irawan...???" Ucap seseorang sambil menepuk punggungku dari belakang dengan nada heran.
"Waaahh sekarang kamu beda sekalii,,, nampak rapih dan keren..." ujarnya lagi sambil senyum lebar dengan mata berbinar-binar.
Akupun kaget bukan kepalang, sosok yang selama ini aku puja-puja hadir kembali di hadapanku untuk ketiga kalinya.
Yaa, aku ingat betul masa-masa perkenalan di sekolah 12 tahun yang lalu, bahkan rasanya baru kamaren aku bertemu dengannya di kampus dan kini dipertemukan lagi untuk ketiga kalinya di ruang dan waktu yang berbeda, dunia kerja.

12 tahun telah berlalu tapi kecantikannya tetap tak berubah sedikit pun, bahkan ia nampak lebih mempesona, matanya bersinar bak permata yang terkena cahaya, silau rasanya aku tak kuat menatap matanya, grogi pun masih sama seperti saat aku pertama kali berkenalan dengannya.

Tapi yang membuat aku makin bahagia, sikapnya sekarang lebih hangat, seakan aku menemukan sosoknya yang baru.

"Hei, kok kamu ada disini...???" Tanyaku heran.
"Iyaa,,, kan aku kerja di daerah sini juga, tuh gedung itu kantorku..." jawabnya sambil menunjuk gedung yang ada diseberang dari gedung kantorku.
"Waahh,,, kantor kita berdekatan dunk...??? gak nyangka yaa kita bisa ketemu lagi..." ungkapnya lagi dengan nada akrab.

Obrolan hari ini sungguh berkesan, dan obrolan ini terus berulang hingga aku dengannya sangat dekat, aku merasakan kebahagiaan yang selama ini aku cari-cari, aku menemukan belahan jiwaku yang selama ini hilang, aku sungguh bahagia dengan kelembutan sikapnya kepadaku.
"Mungkin inilah akhir dari do'a ku yang selama ini aku panjatkan, belasan tahun dengan do'a yang sama, inilah jawaban dari do'aku selama ini..." kata hatiku lirih dengan penuh syukur.

Semakin hari hubungan aku dengan Esti makin dekat diapun sering curhat apa yang sebenarnya dia alami selama ini.
"Aku baru saja cerai Wan, selama ini aku tak pernah menemukan laki-laki yang benar-benar mencintaiku..." curhatnya penuh kesedihan.

"Kamu yang sabar yaaa,,, gak semua laki-laki seperti itu, masih banyak kok diluar sana laki-laki baik yang siap menerima mu apa adanya. Mencintaimu penuh dengan ketulusan..." jawabku sembari mengusap air matanya.

"Ternyata kamu tidak berubah Wan, kamu masih seperti yang dulu saat kita masih SMP..." dia pun memeluk erat tubuhku.
"Aku menyesal Wan udah sering membuatnu kecewa, seandainya waktu bisa diulang, aku ingin kembali ke masa-masa kita masih sekolah, dan aku akan memilihmu sebagai pendampingku untuk selamanya, karena sekarang aku sadar bahwa laki-laki yang mencintaiku dengan tulus itu adalah kamu..." dia makin erat memeluk tubuhku.
"Aku sayang padamu Wan, aku bener-bener sayang, aku udah nyari kamu kemana-mana dan sekarang kita dipertemukan lagi..." ungkapnya dengan air mata berliang.

"Ta'ta' tapi aku sudah berkeluarga Est..." jawabku sambil terbata-bata.

Lantas dia melepaskan pelukannya dan menatap mataku dalam-dalam. Sesaat dia memelukku lagi.
"Tapi aku menyayangimu Wan.. " pelukannya makin erat.
"Aku gak ingin kehilanganmu lagi... waktu telah menyadarkanku bahwa kamulah yang mampu bertahan mencintaiku selama ini..." Esti mengangis makin kencang.

Untuk menenangkan akupun membalas pelukannya. Dan dengan nada pelan aku mencoba menjelaskan.
"Esti, jujur aku sangat menyayangimu, bahkan sampai detik ini pun aku tetap sayang, bahkan makin besar sayang ini padamu...
Perlu kamu tau, aku memelukmu saat ini adalah hal paling indah yang pernah aku rasakan, kamulah alasan mengapa aku bertahan sampai sekarang, 
Kamulah alasan mengapa mendaki gunung-gunung yang tinggi...
Kamulah alasan mengapa aku belajar begitu semangatnya...
Dan bahkan kamulah alasan mengapa aku masih ada disini, masih tetap mencintaimu...
Karena kamu adalah segalanya bagiku...
Tapi keadaanku saat ini, yang memaksaku harus mencoba lepas dari bayang-bayangmu, aku sudah menikah Es, ku harap kamu mengerti..." jelasku sembari memeluknya.

"Tapi aku mulai menyayangimu Wan..."  bisiknya lirih.
"Iya aku ngerti, tapi inilah kenyataan Est... mungkin benar kata orang-orang, bahwa cinta itu memang tak harus memiliki... kadang ada sesuatu yang gak bisa dipaksakan, buka keinginan kita tapi takdir yang berbicara..." jawabku berbisik.

Hari ini adalah hari yang membuatku sangat bimbang, disatu sisi aku sangat mencintai Esti disisi yang lain ada seseorang yang selama ini menemani hidupku.
Memang Irma tak secantik Esti, tapi dialah yang mampu membuatku selalu bergairah menjalani hari-hariku.
Memang Irma tak sepintar Esti, tapi dialah yang mampu memberi arah saat aku merasa bimbang.
Memang Irma bukan wanita karir, tapi dengan do'a-do'anya yang mampu membuat karirku sebaik ini.
Tak ada alasan bagiku untuk meninggalkan Irma, Dialah yang telah menghadiahi aku jagoan kecil, Dava.
Yang membuatku merasa menjadi laki-laki seutuhnya.

Usiaku saat ini sudah tak muda lagi, bukan saatnya berbicara tentang cinta, tapi tentang tanggung jawab.
Karena cinta yang sesungguhnya adalah cinta dalam rumah tangga.
Biarlah bintang tetap bersinar dilangit, bintang bukan untuk dipetik, tapi bintang untuk dipandang sebagai pedoman. Karena inilah pengkastaan yang sesungguhnya. Kasta dalam cinta.

"Untuk Esti, tetaplah menjadi bintang di langit, karena cahayamu yang selalu aku rindu, aku tak akan menyentuhmu biarlah aku tetap memujamu..." bisikku lirih sembari memandangi langit.
Lamunanku dimalam penuh bimbang.

***

Disuatu pagi,
"Paaah,,, yuuk sarapan..." ajak Irma penuh kelembutan.
Pagi ini sarapan terasa nikmat sekali, mungkin inilah yang disebut surga dalam rumah tangga.

"Baik, aku pergi dulu yaaa,,, daaa..." pamitku pada Irma.
Lantas aku melaju dengan mobil sederhana meninggalkan rumah mungil nan indah hasil keringatku sendiri.
Di kantorpun aku bekerja dengan semangatnya hingga tak terasa waktu istirahat tiba.

Sesampainya di kantin aku merasa ada yang kurang, yaa Esti satu-satunya nama yang tetap melekat di hatiku hingga kini, kini tak biasanya ia tak ada di kantin ini. Aku merasakan ada yang kurang tanpa kehadiran Esti, seketika hatiku teringat lagi padanya.

Tiba-tiba ibu-ibu pemilik kantin datang, "pak Irawan, ini ada surat dari bu Esti..." ucap ibu itu sembari memberiku secarik surat.

Setibanya di kantor aku duduk di kursi kerjaku, sebelum memulai kerja aku mencoba membuka surat dari Esti.

Untuk Irawan sang pelita hatiku,
Tak ada kata yang pantas terucap selain kata maaf dan terima kasih....
Maaf telah membuatmu kecewa berulang kali, dan terimakasih telah bertahan selama ini...

Karena kamulah yang mampu menyadarkan aku akan arti cinta sejati...
Kamulah laki-laki sejati yang pernah aku temukan...
Laki-laki dengan cinta sejati yang mampu bertahan...

Kini baru aku menyadari betapa perihnya merindu tanpa bertemu, mencintai tanpa memiliki...
Seperti yang pernah kau rasakan selama ini...

Tapi ini adalah kenyataan, bahwa kamu telah memilih jalan hidupmu, teramat berdosa jika aku ingin selalu berada dipelukanmu...
Aku tak ingin merebutmu dari istrimu...

Kini aku harus pergi, mencoba memahami hidup yang aku jalani...
Terima kasih telah memberi arti pada hidupku ini...
Mulai saat ini kamulah alasan mengapa aku harus untuk melanjutkan hari-hariku...
Karena aku ingin selalu melihatmu dari kejauhan, tanpa harus mengganggu kehidupanmu...
Karena kaulah pelita hatiku...
Bintang kehidupanku...

-Esti-


Thanks for reading & sharing Ahmad Pajali Binzah

Previous
« Prev Post

12 comments:

  1. Thanx mas bro dan mbak bro...

    Sudah mampir membaca.

    :D

    ReplyDelete
  2. Mau belajar menyusun cerita gimana caranya pak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga masih belajar kok bro...
      Tapi intinya kalo ada ide yaa tulis aja...
      Cuma untuk mengawali menulis itu yg kadang berat...
      Aku juga problemnya disitu, susah mencari awal kalimat, coz didalam cerpen awal kalimat seperti halaman sebuah rumah, jadi awal kalimat menentukan pembaca melanjut membaca atau berhenti karena tidak tertarik membaca...
      Karena halaman rumah yg bagus akan menarik tamu untuk masuk dan singgah ke rumah kita...
      Hehhee...

      Delete
  3. ada beberapa kalimat yg membuat sya terinspirasi akan kehidapn dlm berumah tangga.thng bro cerpen mu bagus

    ReplyDelete

recent posts