Mimpi buruk yang selama ini menghantui tidurku, kini benar-benar terjadi.
Dalam mimpi itu tergambar jelas, bahwa aku terjebak di lebatnya belantara gunung Salak. Hingga di akhir mimpi itu aku melihat rombongan team SAR menandu seseorang yang tak asing lagi dalam hidupku, yaa aku melihat Rohman sahabatku berbaring ditandu.
Aku berteriak-teriak dari atas bukit, namun rombongan team SAR itu tetap tak mendengar, hingga kepala Rohman menoleh ke arahku, dengan pelan dan menangis dia berbisik,
"Selamat tinggal kawan..."
Lalu Rohman memejamkan matanya.
Seketika aku berteriak sekencang-kencangnya, namun para team SAR itu tetap berjalan tak menghiraukan.
Hingga akhirnya aku terbangun dari mimpi burukku.
*****
Dan hari ini mimpi itu benar-benar terjadi, aku dan sahabatku Rohman tersesat dalam belantara hutan gunung Salak, terpisah dari rombongan karena salah memilih jalur, berkutat-kutat tak menemukan jalan pulang. Dan parahnya kami mengalami insiden yang sangat menakutkan, aku dan Rohman terperosok dalam jurang saat mencoba mencari aliran air. Hingga kaki Rohman terluka sangat parah.
Kini sudah dua hari dari insiden itu, aku dapati Rohman masih terbaring lemah, tubuhnya menggigil merintih kesakitan, suhu tubuhnya sangat tinggi meski di tempat yang sedingin ini, kakinya bengkak, bahkan luka sobek di kakinya kini mulai membusuk.
Aku benar-benar takut dan tak tau harus berbuat apa, diam disini menemaninya hingga bantuan datang, aku rasa ini sama halnya pasrah menunggu kematian. Tapi jika aku melanjutkan perjalanan dengan membawa Rohman dalam keadaan seperti ini, itu juga tak memungkinkan. Dan aku juga tak mungkin tega meninggalkan sahabatku dalam keadaan seperti ini sendiri untuk mencari bantuan.
Apalagi aku melihat wajahnya begitu pucat, makin hari kondisinya makin memburuk, terbaring lemah tak berdaya.
Aku mencoba memeluknya untuk sekedar menenangkan batinku yang makin kacau, dan juga untuk mengisyaratkan bahwa aku sangat-sangat menyayanginya sebagai sahabatku.
Lalu aku bisikkan kata di telinganya lirih,
"Kamu pasti kuat Rohman, kamu adalah satu-satunya sahabat terbaikku..."
Lalu malam itu aku mencoba memejamkan mata untuk sekedar mengistirahatkan tubuhku dari rasa lelah.
*****
Saat fajar mulai berubah menjadi terang, sinar matahari mulai menerobos lewat sela-sela kanopi hutan, namun udara pagi masih terasa sangat dingin, bahkan bivak sederhana yang aku buat sama sekali tak mampu menangkal dinginnya angin pegunungan.
Aku kembali terjaga, seketika aku bangun dari tidurku dan masih aku dapati kondisi Rohman yang masih kritis.
"Tak ada pilihan lain, aku harus bertindak..." ucap hatiku lirih.
Aku langsung bergegas membongkar tas ransel bawaan kami, yang isinya hanya pakaian dan sedikit makanan, karena perlengkapan masak, tenda dan perlengkapan kelompok lain terbawa anggota yang lain.
Yaa dari tas ransel yang segede itu hanya berisi pakaian-pakaian saja, dan beberapa potong roti, mie instan dan snack-snack lain.
Ku sobek plastik pembungkus roti itu, lalu aku sodorkan ke mulut Rohman sembari berbisik,
"Makanlah kawan, ini untuk mengisi perutmu... karena aku yakin kamu pasti bertahan..."
Lalu membuka sedikit mulut Rohman, tanpa dikunyah lama roti itu ditelan, yaa walau sedikit setidaknya beberapa suap roti masuk ke lambung Rohman, dan itu sangat berarti bagi kesehatannya.
Lalu ku buka botol air mineral, ku coba bangunkan tubuhnya agar posisi sedikit duduk, diteguknya air itu masuk ke kerongkongannya dan somoga mampu menyegarkan tubuhnya.
Kembali aku baringkan tubuhnya lagi, ku selimuti tubuhnya dengan SB warna biru muda yang baru saja aku beli sebelum pendakian ini.
Lalu kembali aku bisikkan kata-kata di telinganya,
"Bertahanlah kawan, aku segera datang membawa pertolongan..."
Aku bergegas keluar dari bivak, baju-baju dan semua pakaian aku punguti, lalu aku memanjat pohon satu persatu, ku cantelkan baju, celana dan macam-macam kain di tiap dahan pohon di sekitar bivak hingga persis seperti hendak ada karnaval, agar siapapun yang melintas akan melihat dan mendatangi bivak itu, juga sebagai patokan jika aku kembali membawa pertolongan bersama team SAR.
Dan kini saatnya aku harus pergi meninggalkan Rohman sendiri, bertahan dari maut yang setiap saat siap menjemput.
Tak tega memang, tapi ini satu-satunya jalan yang terbaik untuk keselamatanya, aku harus pergi mencari bantuan agar nyawanya segera terselamatkan.
Tak banyak yang bisa aku bawa, aku sengaja meninggalkan beberapa potong roti dan air minum di samping Rohman, agar jika dia merasa lapar, tangannya mudah meraihnya dan menyantapnya. Sementara aku yang masih sehat ini, aku yakin mampu survive bertahan hidup di hutan ini. Apalagi aku juga pernah ikut pelatihan teknik-teknik suvival hingga aku yakin aku pasti bisa bertahan.
*****
Aku mulai berjalan menerobos semak-belukar, hingga tak terhitung lagi naik dan turun punggungan. Sesekali aku berhenti di lembahan untuk sekedar minum dari air yang mengalir dari mata air kecil. Kadang mencari pohon onje untuk aku makan sebagai pengganjal lapar.
Sesekali aku juga berteriak-teriak mencari pertolongan, berharap ada seseorang yang mendengar. Karena aku yakin, di hari keempat ini sejak aku dan Rohman terpisah dari rombangan, pencarian terhadap kami pasti sudah dimulai.
Namun dari semua teriakan-teriakan ku tak satupun mendapat balasan, ini menandakan bahwa posisiku masih sangat jauh dari jangkauan team SAR.
Hingga malam menjelang aku belum saja menemukan tanda-tanda jalur menuju desa terakhir, atau tanda-tanda team SAR yang sedang melakukan pencarian, aku merasa berkutat dan berputar-putar di tempat yang sama, tapi aku tetap tak peduli, aku terus berjalan hingga akhirnya aku merasa kelelahan, malam itu aku rebahkan tubuh diatas semak belukar, tanpa atap tanpa bivak. Tapi malam itu tidurku terasa pulas karena tubuh mungkin terlalu lelah.
****
Pagi ini aku terbangun dari tidurku, bergegas pergi melanjutkan perjalanan. Dan hari ini adalah hari kedua aku meninggalkan Rohman, atau hari ke enam sejak kami terpisah dari rombongan. Tapi belum ada sedikitpun tanda-tanda pencarian dari team SAR, bahkan perjalanan ku mencari pertolongan pun seakan berkutat di tempat yang sama, aku merasa dari kemarin masih disini-sini aja. Aku merasa seperti ada yang aneh dalam perjalananku ini.
Tetapi lagi-lagi aku tak peduli, aku terus melanjutkan perjalananku sembari berteriak-teriak meminta bantuan, walau tak satupun menerima sautan.
Dan di hari yang ke dua ini tubuhku benar-benar terasa letih, apalagi sempat diguyur hujan hingga semua baju dan celanaku basah, perutpun sudah jarang terisi.
Yaa sore ini menjelang maghrib, aku mulai tak sadarkan diri, tubuhku ambruk ke semak belukar di tepi sungai kecil. Aku merasa dingin teramat dingin, aku merasa lemah teramat lemah, hingga tubuhku menggigil tak karuan, yaa sore itu aku mulai pingsan tak sadarkan diri.
*****
Dan akhirnya pagi kembali menjelang, panas surya mampu menghangatkan tubuhku yang mulai kelelahan.
Pagi ini hari ketiga sejak aku meninggalkan Rohman, dan perjalanan ku mencari bantuan pun harus dilanjutkan.
Namun ada yang beda di pagi ini, entah kenapa pagi ini tubuhku terasa lebih ringan, melangkahpun terasa terbang melayang, padahal dihari sebelumnya untuk melangkahkan kaki satu langkah pun terasa berat. Tapi saat ini aku terasa tanpa beban.
"Aahh mungkin saja tubuhku sudah beradaptasi dengan suasana di hutan ini..." gumam hatiku lirih.
Aku kembali meneruskan perjalanan mencari bantuan, seperti hari-hari sebelumnya, aku terus berjalan menuruni lereng sembari berteriak-teriak meminta pertolongan. Namun lagi-lagi teriakanku tak membuahkan hasil.
Hari begitu cepat berlalu, tapi entah kenapa aku merasa masih terus berkutat-kutat di tempa yang sama. Aku merasa terjebak dalam angkernya hutan misterius ini.
Rasanya tak mungkin perjalananku selama berhari-hari tak menemukan jalan pulang, tak sedikitpun bertemu jalur memuju pemukiman, aku juga tak menemukan tanda-tanda team SAR sedang mencariku, padahal seharusnya mereka sudah sibuk menyisir hutan ini.
Aku mulai sadar bahwa ada yang aneh dalam perjalananku ini, kali ini aku meyakini bahwa aku telah tersesat dalam hutan misterius di alam yang berbeda.
Tapi aku tak mau terhanyut dalam perasaan yang aneh itu, yang aku pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya aku keluar dari hutan ini, menemukan pemukiman penduduk dan meminta pertolongan dan sahabatku Rohman bisa diselamatkan. Yaa itu saja yang aku inginkan.
*****
Dan akhirnya...
Yaa aku melihat serombongan team SAR berbaju orange sedang berjalan melakukan pencarian, terlihat jelas dari atas bukit ini.
"Tolooongg... aku disiniii...!!!!" Aku spontan berteriak sekeras-kerasnya.
Tanpa berpikir panjang aku lari menuruni bukit, mengejar rombongan team SAR itu agar mereka mengetahui keberadaanku.
Tapi lagi-lagi aku merasa ada yang aneh, sampai sedekat ini mereka tak mendengar teriakanku.
Hingga akupun terhenti karena terlalu lelah aku berlari. Membungkuk memegang lututku sembari menghembuskan nafas yang tersengal-sengal, persis seperti orang sedang rukuk dalam ibadah sholat.
Sesekali aku megusap keringatku yang bercucuran di kening sembari memandangi team SAR itu yang sebenarnya jaraknya tak terlalu jauh dariku.
Dan alangkah kagetnya aku, aku melihat rombongan team SAR itu sedang menandu seseorang.
Seketika aku teringat pada mimpiku yang selama ini menghantuiku.
"Yaa ini persis seperti dalam mimpiku..." batinku berucap lirih dengan bulu kuduk yang terus merinding.
Hatiku langsung tergoncang, saat mengetahui orang yang sedang ditandu itu sahabatku sendiri, Rohman.
"Rohmaaannn...!!!" Aku kembali berteriak sekeras mungkin. Sembari berlari menghampiri rombongan itu.
Sambil berlari aku terus memandangi wajah Rohman, namun wajahnya tak menengok ke arahku tak seperti dalam mimpi itu. Aku melihat Rohman hanya berbaring kemah di tanduan.
Hatiku sungguh tak karuan, yang aku takutkan benar-benar menjadi kenyataan, Rohman benar-benar pergi meninggalkan aku.
Sesampainya aku pada rombongan yang membawa Rohman, dengan nafas yang masih tersengal-sengal aku langsung menghampiri tubuh Rohman,
"Rohman bangun Rohman, banguunnn...
Ini aku sahabatmu Rohman..!!!" Aku menangis histeris sembari menggoyang-goyangkan tubuh Rohman yang masih dalam tanduan. Tapi tubuhnya diam tak bergeming.
Pikiranku kacau, panik tak beraturan. Aku berteriak-teriak pada rombongan team SAR tapi mereka juga diam tak bergeming.
Seketika aku tersadar, ada yang aneh dengan semua ini. Lagi-lagi bulu kudukku berdiri, aku merinding ketakutan.
"Apa yang sebenarnya telah terjadi...???" Tanya hatiku penuh ketakutan.
"Rojer rojer bisa diganti..." ucap salah satu team SAR berkomunikasi lewat radio HT.
"Disini diinformasikan tak jauh di titik 16 tepatnya di tepian aliran sungai kami menemukan satu lagi korban dalam keadaan meninggal... berbaju merah celana hitam dan di dompetnya terdapat identitas atas nama Afridal Prasetyo....
Korban diindikasikan meninggal karena serangan hiphotermia" ucap salah satu team SAR dalam radio HT.
Seketika aku terperanjat sejadi-jadinya, saat namaku disebut dalam percakapan itu sebagai korban yang meninggal dunia.
Yaa aku mulai sadar, sejak dua hari yang lalu tepatnya sore itu setelah tubuhku diguyur hujan, saat tubuhku roboh di tepian sungai itu, berarti sejak saat itu aku sudah tak berada di dunia ini lagi.
Pantas saja setelah kejadian itu paginya langkah ku terasa sangat ringan. Pantas saja aku tak pernah merasa lapar dan tak pernah merasa lelah lagi. Bahkan sedari tadi teriakanku tak didengar oleh para team SAR.
"Dan ternyata aku sudah....!!!???"
Sesaat setelah aku menyadari bahwa aku telah mati, rohku mulai terbang melayang ke atas bumi, dari ketinggian aku melihat sahabatku ditandu oleh sederetan rombongan team SAR, makin tinggi aku terbang, aku melihat gugusan gunung Salak yang maha megah, disanalah tubuhku bersemayam saat rohku terlepas dari ragaku.
Makin tinggi aku terbang, aku tak melihat apa-apa lagi, hanya segumpalan awan putih yang mengisi semua pandanganku.
"Yaa...
dan kini, aku telah mati..."
*********************************
*********************************
Kini, 6 minggu telah berlalu sejak kejadian itu, nampak seseorang berjalan tertatih dengan tongkat penyangga di kedua ketiaknya, berjalan terseok dengan kaki pincang menyusuri sebuah pemakaman yang tak jauh dari kampungnya.
Langkahnya terhenti tepat didekat gundukan tanah yang terpasang batu nisan yang masih terlihat baru dengan tulisan Afridal Prasetyo, lahir 12 maret 1995 - meninggal 09 oktober 2018.
"Fri, ini aku sahabatmu Rohman..." ucap laki-laki itu dengan nada haru. Air matanya tak lagi mampu terbendung.
"Andai saja waktu itu aku tak memaksakan diri untuk ikut pendakian itu mungkin saat ini kita masih bisa bersama-sama lagi...
Andai saja waktu itu aku ikuti nasehatmu bahwa kamu telah punya firasat buruk tentang pendakian itu, mungkin semua ini tak akan terjadi.
Maafkan aku Fri, Aku terlalu egois karena saking inginnya merasakan mendaki gunung seperti yang sering engkau ceritakan hingga aku tak mau mendengar nasehatmu. Bahwa pendakian itu butuh persiapan yang matang.
Yaa dengan kecerobohanku kerena fisikku yang belum siap mendaki, akhirnya kita tertinggal dari rombongan karena engkau rela menungguku yang sedang kelelahan...
Dan dengan kejadian itu kita salah memilih jalur dan akhirnya tersesat dalam lebatnya hutan...
Dan lagi-lagi atas kecerobohanku pula karena saking paniknya, kita berjalan tak tentu arah hingga akhirnya kita terperosok jatuh ke jurang.
Yaa dengan keadaanku yang terluka parah engkau buktikan kesetiaanmu pada sahabatmu ini. Kau rela pertaruhan nyawamu demi keselamatkanku.
Dan kini dengan kecerdasanmu pula aku selamat, karena baju warna-warni yang kau cantelkan di setiap pohon disekitar bivak itulah, yang membuatku mudah ditemukan oleh team SAR.
Namun atas kejadian itu kini kau telah pergi meninggalkan aku dan semua yang menyayangimu...
Tak hanya aku, teman, keluarga dan semua merasa kehilanganmu Fri, bahkan dunia pendakian pun ikut berkabung.
Kau adalah salah satu contoh dari sejatinya seorang pendaki gunung.
Bahkan sampai hari ini, 6 minggu telah berlalu, kesedihan dan penyesalan dalam hatiku belum bisa terobati...
Tapi aku selalu ingat kata-kata motivasimu, yang selalu kau pesankan untukku, bahwa hidup ini harus tetap terus berjalan, seburuk apapun kehidupan harus kita jalani, karena sesungguhnya semua yang terjadi sudah tertulis dalam suratan Illahi...
Yaa, aku mengerti kawan...
Aku harus tetap semangat melanjutkan hidup ini, seperti yang kamu selalu menyemangatkan padaku...
Karena semangatmu telah tertanam dalam hidupku...
Selamat jalan kawan, semoga engkau tenang di alam sana...
Percayalah, suatu saat aku pasti menyusulmu, hanya saja waktu dan seperti apa jalan kematianku, biarlah menjadi rahasia dari ketetapan yang maha Kuasa..."
============ SEKIAN ===========