Home » , , , , , » [Cerpen] Tersesat di jaman Majapahit #2

[Cerpen] Tersesat di jaman Majapahit #2

Episode (2/10)
Menjadi prajurit Majapahit 
Untuk awal cerita klik disini


Saat aku memasuki gerbang kota Trowulan dan tiba-tiba aku ditangkap oleh beberapa prajurit penjaga, aku tak kuasa untuk melawannya.
Akupun meronta-ronta, berteriak sekuat-kuatnya, tapi para prajurit itu tetap tak menghiraukan, mereka membawaku kerumah seorang senopati.

"Ayo kita laporkan pada tuan senopati" kata salah satu prajurit.

Salah satu dari mereka masuk kedalam dan melaporkan kepada atasanya. Dan tak lama kemudian datang seseorang dengan perawakan gagah berkumis tebal, dengan muka berwibawa dan seram, mingkin inilah senopati itu.

"Ada apa ini, ada kegaduhan apa lagi...???" Tanya laki-laki itu dengan tegas.

"Apa dia maling...???" Lanjutnya lagi.

"Bukan tuan, dia bukan maling..." jawab salah satu prajurit.

"Lantas kenapa kalian menangkapnya...???" Jawabnya penuh heran.

"Anak muda ini sangat mencurigakan tuan, dari gerak-geriknya dan pakaiannya, kami curiga kalo pemuda ini mata-mata dari negeri seberang..." terang salah satu prajurit.

"Hmmm..." sang Senopati pun tenang menganggut-anggutkan kepalanya sambil mendekat kearahku.

"Apa benar hai anak muda...???" Tanya senopati.

"Bu'bu'bukan tuan..." jawabku terbata-bata.

"Tapi jika dilihat dari pakaianmu, aku yakin kamu bukan penduduk sini, lantas apa maksud dan tujuanmu kesini...???" Tanya nya lagi dengan tegas dan tenang.

"Ini salah paham tuan, ceritanya panjang, aku tidak sengaja kesini, aku tersesat tuan, aku tidak bohong tuan..." jelasku sembari ketakutan.

"Hmmm,,, jawaban kamu tidak masuk akal hei anak manja...!!!" Gertak senopati itu sembari mendekatkan mukanya ke hadapanku.
Aku sungguh makin ketakutan, nampak wajahnya yang garang penuh seperti wajah harimau kumbang.

"Sungguh tuan, aku bukan mata-mata, aku pemuda biasa yang tersesat disini tuan, tolong lepaskan aku tuan...!!!" Aku berusaha menjelaskan dan memohon.

"Lancang sekali pemuda ini tuan, apa perlu kita masukan ke penjara...???" Usul salah satu prajurit.

"Tunggu....." tiba-tiba kakek mpu Sasora datang, sungguh kedatangannya sangat menentramkan panikku.

"Dia Jaka Sasena, anak muridku... dia bukan mata-mata seperti yang kalian tuduhkan, aku menjamin atas dirinya, jadi lepaskan dia..." jelas mpu Sasora.

"Jika Mpu yang menjamin, aku percaya, maaf Mpu atas kejadian ini, maafkan juga kelancangan prajurit-prajuritku" kata senopati penuh hormat.

Akupun diajak ke kediaman Mpu Sasora. Aku makin yakin, kakek mpu Sasora bukan orang sembarangan. Dalam perjalanan, kakek banyak cerita tentang keadaan di negeri Majapahit.

"Jadi kamu taukan maksudku selama ini...???" Ujar kakek mpu Sasora.

"Iya kek, aku sekarang memahami semua" jawabku sambil menganggukkan kepala.

"Aku sengaja menjemputmu dari jamanmu, sejak kau injakan kaki di batu itu sesungguhnya kamu telah membuka gerbang dimensi waktu yang jauh...
Aku menjemputmu mengajak kesini bukan tanpa tujaun, aku ingin memperkenalkan padamu tentang sejarah kehidupan para nenek moyangmu yang sebenarnya...
Agar kamu bisa memahami dan makin mencintai negerimu..." jelas Mpu Sasora penuh ketenangan.

"Iya kek, aku mengerti..." akupun menganggukkan kepala.

Akhirnya sampai juga kami di rumah mpu Sasora, Rumah dengan halaman yang luas, dikelilingi pagar dengan tembok bata berbentuk menyerupai candi-candi, lahan yang luas ini dipenuhi berbagai tanaman dengan berbagai macam jenis, suasananya pun sangat tenang.


Bener-bener rumah yang sempurna menurutku.
"Wow,,, ini benar rumah kakek...???" Tanyaku penuh kekaguman.

"Iya nak Sena, disini aku habiskan hidupku... berkarya untuk negeriku..." jelas Mpu Sasora sembil mengajakku masuk ke halaman belakang rumahnya.

Dan ternyata dibelakang rumahnya banyak peralatan-peralatan untuk menempa besi, banyak juga orang-orang yang sedang bekerja sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.


"Kakek ini seorang mpu pembuat keris...???" Tanyaku.

"Orang-orang disini menyebutku tukang besi nak...???" Jawab kakek penuh kerendahan hati.

"Jika kamu berkenan, silahkan tinggal disini untuk membantu kakek menempa besi..." ajak mpu Sasora.

"Baik kek, aku mau, dengan senang hati kek..." jawabku dengan wajah senang.

"Baiklah kalau begitu, gantilah bajumu agar penampilanmu lebih bersahaja..." ujar kakek Mpu Sasora sembari memberiku pakaian ala penduduk Majapahit.

Hari-hari aku lalui disini dengan senang hati, disini aku bisa nenimba ilmu dari Mpu Sasora, sekarang aku tau bagaimana cara membuat keris terbaik, menenpa baja hingga menjadi senjata bertuah.

Disuatu sore aku melihat kakek sedang menghaluskan keris yang dibuatnya, sesekali beliau menyelupkan sebilah keris yang sudah hampir jadi kedalam suatu cairan dan merendamnya dengan mulutnya fasih membaca mantra, akupun datang mendekat, 

"sedang apa kek...??? Apa yang kakek lakukan dengan keris itu...???" Tanyaku penuh heran.

"Aku sedang membuat keris ini menjadi sakti nak..." jelas kakek Mpu Sora.

"Dengan diapakan kek...???" Tanyaku lagi.

"Dengan di sepuh nak... Mungkin orang-orang belum banyak yang tau, kalau keris itu sakti sesungguhnya bukan semata-mata keris itu bertuah, tapi aku sengaja merendamnya kedalam cairan racun ular...
Jadi saat racun itu meresap kedalam, saat keris itu melukai tubuh musuh, walau dengan goresan sedikit saja itu bisa mematikan, sehingga semua orang mengganggap keris itu sakti mematikan" jelasnya sembari mengusap-usap keris kesayangannya

Dan dari sini aku mulai belajar tentang senjata-senjata mematikan, belajar tentang budaya, belajar ilmu kanuragan, ilmu asli beladiri Majapahit.

Ternyata kakek mpu Sasora bener-bener bukan orang sembarangan, beliau tokoh paling intelektual pada jamannya. Beliau juga termasuk sesepuh kerajaan, bahkan saat-saat tertentu beliau seringkali memenuhi undangan baginda raja untuk terjun langsung mengatur strategi-strategi pemerintaan jika diperlukan.
Banyak hal yang aku pelajari dari beliau.

Disuatu pagi seusai para murid latihan ilmu kanuragan, seperti biasa kami berkumpul di halaman padepokan, kakek mpu Sasora banyak memberi wejangan, bahkan bercerita tentang awal sejarah Majapahit, diceritakan dengan jelas dan detail dari raja pertama Prabu Wijaya hingga sekarang ini.

Akupun penasaran tentang sosok yang paling disegani saat ini, yaitu patih Gajah Mada.
"Kek, kalo patih Gajah Mada bagaimana ceritanya...???" Tanyaku penasaran.

"Begini nak...." kakek Mpu Sora mencoba menceritakan.

"Aku kenal betul siapa Gajah Mada, dulu beliau hanya seorang pemuda biasa yang kemudian menjadi prajurit, tapi dengan karakternya yang kuat karirnya terus meningkat" lanjut Mpu Sasora.

"Setelah Gajah Mada diangkat sebagai komandan pasukan khusus Bhayangkara dan berhasil memadamkan Pemberontakan Ra Kuti, dan menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309 - 1328) putra Raden Wijaya dari Dara Petak....
Selanjutnya pada tahun 1319 beliau diangkat sebagai Patih Kahuripan , dan dua tahun kemudian beliau diangkat sebagai Patih Kediri ...
Dan pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Arya Tadah atau sering disebut Mpu Krewes ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Dan akhirnya maha Raja menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya...
Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui, tetapi ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang memberontak terhadap Majapahit...
Keta dan Sadeng pun akhirnya dapat ditaklukan...
Akhirnya, pada tahun 1334, Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi (1328- 1351) yang waktu itu telah memerintah Majapahit setelah terbunuhnya Jayanagara..." jelas Mpu Sasora yang masih ingat betul kejadian demi kejadian di Majapahit, karena beliau termasuk sesepuh Majapahit.

Dan Mpu Sasora pun melanjutkan ceritanya:
"Pagi itu aku hadir dalam upacara pengangkatan patih baru, nampak sosok Gajah Mada yang masih cukup muda saat itu, dengan perawakan tinggi besar dan gagah dilantik oleh baginda Raja sendiri...
Sesaat dilantik, suasana hening, sangat hening, hening sekali, ketika itu tiba-tiba Gajah Mada menyita ruang...
Beliau lakukan itu di pasewakan yang dihadiri oleh banyak orang...
Apa yang ia ucapkan dengan tangan kiri bersandar gagang gada yang ujungnya menyentuh lantai, dengan tangan kanan teracung mengepal keras tak ubahnya menantang langit, pandang matanya tajam menyapu ke segala penjuru dengan rahang yang terkatup erat, pada saat itulah sumpahnya diucapkan dengan suara lantang menggelegar...
Di hadapan Sri Gitarja Tribuanatunggadewi Jayawisnuwardani dan suaminya, pun juga Dyah Wiyat Rajadewi Maharajasa dan suaminya menyimak ucapannya dengan penuh perhatian...
Dyah Wiyat bahkan terbelalak, sejalan Cakradara dan Kudamerta yang terperangah, tak kurang Sang Hamangkunbumi Arya Tadah terkejut yang nyaris membuatnya terpental dari tempat duduknya...
Ada banyak orang yang menyaksikan dan menjadi saksi sumpah itu, segenap prajurit, para tandha, para emban perempuan, termasuk juga Prabu Putri dalam keadaan yang sama, terkesima oleh aksi yang dilakukan Gajah Mada itu..." jelasnya panjang, sembari matanya menatap kearah masalalu.

Dan sumpah itu bunyinya:
"Sira Gajah Madapatih Amangkubhu mi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada:
"Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".

Terjemahannya,

Aku Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melemaskan puasa...
Aku Gajah Mada, jika telah mengalahkan Nusantara, aku (baru akan) melepaskan puasa...
Jika sudah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa...".

Mendengar cerita Mpu Sasora kami semua terdiam hikmat seakan terbawa hikayat pada masa itu.

Tak lama Mpu Sasora selesai bercerita tentang keagungan sumpah Palapa, tiba-tiba ada rombongan dari istana dan setelah rombongan ditemui Mpu Sasora dan berbincang-bincang didepan padepokan...


Tak lama setelah rombongan itu pergi, Mpu Sasora memberitahukan kepada semua muridnya jika saat ini kerajaan Majapahit butuh prajurit-prajurit baru, karena saat ini patih Gajah Mada ingin meningkatkan invasinya ke negeri-negeri seberang agar cita-citanya menyatukan bumi Nusantara segera terwujud.

Dan Mpu Sasora menyarankan kepada kami untuk mendaftar sebagai prajurit.
"Aku yakin kemampuan yang aku ajarkan kepada kalian, cukup untuk bekal kalian menjadi seorang prajurit,,, ditangan kalianlah masa depan negeri ini bertumpu, mengabdilah untuk negerimu agar tercipta cita-cita luhur itu...!!!" ujar Mpu Sasora penuh bijaksana.

Dengan masih terbayang-bayang tentang kisah Gajah Mada, kami langsung mengiyakan.
"Sapa tau nasibku seberuntung patih Gajah Mada, menjadi pembesar di negeri ini... hahahaaa..." kata hatiku mengkhayal tinggi.

Setelah latihan demi latihan aku lewati, akhirnya aku diangkat sebagai prajurit Majapahit dibawah kepemimpinan komando patih Gajah Mada.
Dan kini hari pertamaku masuk dalam jajaran prajurit yang disegani dibumi Nusantara.
Bangga, takjub, dan senangnya hatiku saat ini.


"Selamat Sena, sekarang kita telah resmi menjadi prajurit" kata Wingsanggeni temanku sesama murid Mpu Sasora.

"Selamat juga sob, mulai hari ini ada tugas berat yang kita emban dipundak kita, menjaga keutuhan dan kedaulatan Majapahit..." kataku sok bijak.

"Betul Sena, kita gak sia-sia mengabdi pada Mpu Sasora, dari sanalah pondasi ilmu kanoragan kita diisi..." tegas Wingsanggeni.

Setelah menjadi prajurit, hari-hariku diisi dengan berkeliling Trowulan, menjaga keamanan kota. 
Dan belum genap seminggu, tiba-tiba ada woro-woro bahwa patih Gajah Mada berencana menyerang kerajaan Banggai disisi timur nan jauh disana.

Karena kerajaan Banggai enggan tunduk pada Majapahit, dan ingin melakukan pemberontakan. Patih Gajah Mada tersinggung dan siap mengirim pasukan perang kesana.
Kami sebagai prajurit harus siap siaga kapanpun dan dimanapun kami ditugaskan.

Setelah perjalanan berlayar yang cukup lama, menyebrangi lautan yang luas, kini tibalah kami di negeri yang tuju, kerajaan Banggai.
Baru saja kami sampai, ternyata telah nampak di kejauhan pasukan musuh sudah menghadang.


10.000 prajurit telah berkumpul lapangan, dibawah komando langsung oleh patih Gajah Mada, terik matahari membakar semangat yang makin berkobar, angin berhembus kencang mengibarkan panji-panji kebesaran, gemuruh badai mencabik-cabik kehawatiran, genderang perang menyemarakan gairah kemenangan.


Nampak patih Gajah Mada berdiri diatas mimbar dengan gagahnya. 
Dengan suara lantangnya berkoar memecah kebuntuan, menyeruan yel-yel kemenangan,

"Wahai prajurit-prajuritku, kita saat ini berada ditempat yang jauh dari rumah kita...
Dan saat ini akan kita putuskan, tanah ini akan menjadi rumah kita atau kuburan kita...!!!
Kita harus siap menumpahkan darah demi kesatuan Nusantara...!!!
Ayoo raih kemenangan kitaa...!!!" Gajah Mada berorasi membakar semangat juang pasukannya.

Dan disambut gemuruh riuh oleh semua prajurit.
"hidup Majapahit,,, hidup Majapahit,,," Suasanya makin panas dengan genderang perang yang menderu-deru.

"SERBUUUU...!!!" Seru Gajah Mada dengan sebilah keris ditangan kanannya, mengacungkan kearah ke lawan sebagai komando untuk menyerang.


Seketika genderang perang bergemuruh menderu-deru bak halilintar yang menyambar-nyambar, Panah langsung berhamburan memenuhi langit yang hitam, tombak beterbangan meninggalkan tuannya menusuk dada menembus jantung-jantung segar, riuh teriakan semangat dan jerit histeris kesakitan berbaur membengkakkan telinga, Malaikat pencabut nyawa sibuk memungut roh-roh yang lepas tanpa tuan, api membakar semangat dengan mengepulkan asap kepanikan, darah tak ubahnya menjadi lautan yang bergelombang, mayat-mayat membumbung menggunung. Suasana sangat kacau tak terkendali.


Inilah perang pertama yang aku lalui, aku hanya bisa panik, ilmu kanoragan yang aku punya seakan menghilang terkalahkan rasa takut yang mencengkeram.
Rasanya aku ingin lari atau pura-pura mati, agar aku bisa lolos dari kekacauan ini, tapi rasa patriotisme ku tak bisa aku sembunyikan.

"Ini perang, aku yang akan membunuh atau aku yang akan terbunuh...!!!" Kata hatiku lantang sambil membusungkan dada. Aku merasa gagah sekali.

Walau sebenarnya aku tidak punya nyali untuk membunuh, jangankan membunuh sesama manusia, membunuh semut pun aku tak bisa.

"Tapi sekali lagi ini adalah perang, aku harus tunjukan jiwa ksatriaku, membunuh atau dibunuh...!!!" perang batin berkecamuk dihatiku.

Akhirnya aku beranikan berdiri tegak tanpa gentar, ku cabut pedangku dan kuangkat tinggi-tinggi sembari berteriak,
"Hiaaaattt" aku ayunkan pedang menuju sasaran lawan, seakan rasa takut hilang seketika, tapi sebelum pedangku mendarat pada tubuhnya tiba-tiba,
"bruug" "aaaahhh" sang musuh sudah terkapar terlebih dahulu dengan panah yang menancap dipunggungnya sebelum aku melukainya dengan pedangku. Entah siapa yang memanahnya.

"Huuuh syukurlah, walau dia mati tapi aku bukan pembunuhnya, dan sampai detik ini aku bukan seorang pembunuh..." celetuk hatiku dengan badan bergetar semua karena ketakutan.

"Yaa Tuhan, sebenernya aku takuuuttt.... Aku takut terbunuh tapi aku juga takut membunuh,,,," do'a ku dalam hati.

Seketika aku ingat rumah, aku ingin kembali dikehidupanku yang dulu.
Dalam kepanikan yang menguasai jiwaku, aku hanya bisa menunduk sujud ditengah-tengah peperangan. Ku benamkan wajahku di tanah karena aku sama sekali tidak sanggup melihat darah yang mengalir dimana-mana. Mataku terus terpejam dengan tubuh yang menggigil sambil bibirku berkata melantur ketakutan.

"aku rindu ayah ibuku, aku tidak cocok menjadi prajurit tolong maaakk... tolooong paaak.... toloooong ya Tuhaan...!!! Aku ingin pulang.... aku tidak mau mati hari ini..." Aku berteriak memohon do'a, menangis tak karuan.

"Tolong... aku takut darah,,, aku takut matiii,,, aku takut membunuh,,, aku takuuutt...!!!" Teriakku kencang-kencang dengan tubuh gemetar menggigil tak karuan.

Seketika suasana menjadi hening, riuh peperangan padam bagai ditelan bumi.
Dan saat aku tersadar dan terbangun dari lelap kepanikanku, ternyata aku sudah berada diantara tumpukan mayat yang berserakan, aku menghela nafas panjang-panjang.

Ooh, ternyata perang telah usai, Aku melihat prajurit-prajurit Majapahit mengelilingiku, dengan muka menahan tawa setelah melihat kekonyolanku.

Tapi aku masih tak pedulikan mereka, dengan muka yang masih pucat pasi, tak berapa lama datang sahabatku Wingsanggeni dan menyodorkan tangannya untuk membantuku bangkit. Kuraih tangannya dan aku kuatkan untuk berdiri dan diapun langsung memelukku sembari berkata:

"Jangan takut sob, perang telah usai kemenangan ada dipihak kita dan disini kita mengukir sejarah baru untuk negeri kita Majapahit..." jelasnya sembari memeluk erat tubuhku.

Lega rasanya mendengar perkataan Wingsanggeni, air mataku terhenti seketika seperti mata air yang terbendung, rasa menggigil ketakutanku seakan sirna entah kemana.
Inilah pengalaman pertamaku menjadi seorang prajurit yang terjun dimedan perang. Konyol memang, tapi aku bangga telah ikut dalam bagian perjuangan kejayaan Majapahit.

"Ini adalah perjalananku, ini adalah jalan hidupku...
Karena aku yakin, perjalanan ini akan terus berjalan..."



============ BERSAMBUNG ============

Untuk kisah selanjutnya silahkan klik disini

Thanks for reading & sharing Ahmad Pajali Binzah

Previous
« Prev Post

2 comments:

recent posts